Waktu: Blambangan, Jawa Timur, 15 Agustus 1930, pukul 04.19 WIB
Asap tipis mengepul dari tungku tanah liat yang menyala lembut di sudut dapur batu. Suara serangga malam berganti dengan kokok ayam pertama, dan langit timur mulai membelah kelam dengan semburat merah keemasan.
Seorang pria muda terbangun dengan keringat dingin di pelipisnya. Ia terbatuk pelan, dadanya sesak oleh aroma kayu bakar dan minyak kelapa. Tangannya gemetar ketika ia menyentuh dinding kasar dari batu bata merah yang tak dikenalnya.
Nareswara Dharma—atau setidaknya, seseorang yang terperangkap dalam tubuh bernama itu—menatap sekelilingnya dengan kebingungan. Ia mengenakan sarung lusuh dan atasan kain kasar, tidak lagi duduk di kursi tulisannya, melainkan di balai kayu kecil yang terasa dingin dan asing.
"Dewa... ini mimpi?"
Namun rasa panas dari arang yang menyentuh ujung jarinya saat ia mencoba menyentuh bara api menghapus keraguannya. Ini nyata. Ini bukan dapur apartemen Jakarta. Ini... masa lalu.
Langkah kaki mendekat, tergesa.