Kara: Dunia yang Berbeda

Saepul Kamilah
Chapter #2

Panji Gorgon dan Bura Kelima Panji Gorgon

“Sekarang aku mengerti kenapa tiga tahun lalu kau bisa membuat Mantrus dan empat ibu kota di Sobara menyerah setelah Hika runtuh.”

Dengar Bura Bella bilang begitu pas kepalanya melongok ke luar jendela, kuentak pelan kudaku lalu melaju di sebelah keretanya. Ia, kemudian melambaikan tangan kiri serta melipat kelingking bak lagi menghitung.

“Taktikmu persis waktu membendung serangan di Zara, menggunakan tawanan sebagai tameng hidup.”

“Benarkah?” Kuangkat topeng helmku dan tersenyum. “Bagaimana Anda menghubungkan taktik tameng hidup di Zara dengan kampanye Hika, Bura?”

“Bodoh karena dulu aku menganggap tragedi Hika dengan panji gorgonmulah penyebab mereka semua menyerah. Nyatanya teror aslimu bukan pada pembakaran maupun pembantaian penduduk di Ibu Kota Pendidikan Kerajaan Vom itu.”

“Tapi?”

“Surat yang kaukirim ke lima kota sebelum dan sesudah pembakaran Hika ….”

Menarik. Bura Bella berhasil membaca strategiku sampai ke titik tersebut.

Sebelum pelantak menjebol gerbang-gerbang Hika, aku memang menyurati semua kota di Kerajaan Vom dan Sobara. Mencoba berdiplomasi supaya jangan ada korban dalam konfrontasi kami tiga tahun lalu.

Jika wanita yang lagi tersenyum sebelahku ini bisa menebak langkah-langkahku saat itu, apa dia juga bisa membaca apa rencanaku selanjutnya?

“Ure, kau bukan mengancam mereka agar menyerah seperti yang dulu kupercaya bersama orang-orang. Sebaliknya, lewat pembakaran Hika dirimu membuat ilusi seolah perjanjianmu dengan keluarga istana di Vom dan Sobara hanya sekadar tawar menawar keselamatan.”

“Padahal?”

“Kau menjanjikan perlindungan. Di sini ….” Ia mengetuk kisi jendela kereta dua kali. Tuk-Tuk! “Di Vom.”

‘Haha.’ Hatiku semringah, ada kebanggaan ketika wanita ini menguak rahasiaku. “Bo—”

“Aku belum selesai,” selanya lantas berkata lagi, “pembubaran Panji Gorgon dari batalionmu membuat semuanya menjadi semakin mulus, ‘kan, Ure?”

“Bagaimana ceritanya pembubaran batalion menjadi keuntungan untukku yang saat itu baru naik pangkat menjadi seorang yoram, Bura?”

“Hahaha.” Wanita itu terbahak. “Izinkan diriku, Bekas Kepala Divisi Intelijen Panji Beruang, membuka satu sekat dari tabir tipu dayamu yang amat cemerlang ….”

*** 

Kemarin malam, tanggal 13 Bulan Pertama 347 Mirandi.

“Bura.”

“Dengan ini persiapan kita selesai.” Kulepas Cincin Perintah Panji Gorgon dari jariku lalu menyerahkannya pada Jambu. “Beri aku laporan rutin berkala—”

“Apa kalian masih membahas rute perjalanan besok?” Suara wanita dari arah pintu menjeda obrolan dan membuat seisi ruang kerjaku menoleh, Bura Bella. “Kalian benar-benar pekerja keras.”

Kuangkat lengan sebahu, isyarat agar Jambu beserta para yoram juga caupa-caupa mereka meninggalkan kami sebentar.

“Sepertinya aku datang di waktu yang kurang pas.”

“Tidak juga,” timpalku, berjalan ke meja buat mengambil seikat surat. “Kebetulan diskusi kami selesai pas Anda menyapa barusan, Bura.”

“Apa ini?”

“Laporan situasi Ibu Kota Bravaria terkini, kurasa aku juga harus memberi tahu Anda bagaimana keadaan Bura Parami sekarang, ‘kan?”

“Kalau ini soal dirinya dikurung di Ruang Bawah Tanah Istana Mapu, aku sudah tahu.” Bura Bella menerima surat-surat tersebut lalu mengantonginya. “Alasanku kemari untuk membuat perjanjian denganmu, Ure.”

“Perjanjian?”

“Benar.” Wanita itu mengambil kursi lantas duduk di depan peta dan miniatur lanskap Kolom Dua-Tiga, tempatku dengan para Yoram Panji Gorgon sebelumnya berdiskusi. “Aku akan menjadi mata telingamu di Panji Beruang.”

Lihat selengkapnya