Kara: Dunia yang Berbeda

Saepul Kamilah
Chapter #24

Menculik Trira

“Bura, Nazila Trira masih gak mau makan. Beliau terus mengurung diri di kamar dan—”

Tuk! Kuketuk helm Stella pakai kipas.

“Gimana caramu membujuknya, Stella?” tanyaku, sebelum mengetuk pintu kamar Trira. Tuk-tuk!

Menunggu jawaban penghuni ruangan, Tupa Unit Tulip sebelahku berbisik, “Kubilang Anda akan sangat sedih jika Trira tidak mau makan, Bura.”

Penjelasan yang sontak membuatku melirik mantan asistenku itu sambil mendelik.

“Kenapa kau bilang begitu, Stella?”

“Ya ….” Ia garuk kepala. “Kenyataannya memang begitu, ‘kan, Bura?”

Betul, sih. Dia enggak salah, aku memang bakal sedih kalau Nazila Trira sampai sakit pas di tempatku.

Cuma, tetap saja itu agak … ah, sudahlah.

“Trira, aku masuk ….”

Krek! Kubuka pintu kamar Putri Kerajaan Parat tersebut lalu masuk bersama para pengawal.

“Buat apa kau kemari?” 

Begitu ucap Nazila Trira. 

Duduk di tepi ranjang, beliau buang muka waktu diriku tiba.

Dan, meski telah kuberi pakaian bagus juga bermacam perhiasan, kulit Trira yang tampak mengering serta sangat pucat ditambah perawakan mengurus tidak bisa tertutupi. Membuatku jadi merasa bersalah.

“Hah ….” Kuhela napas sebelum tanya, “Apa hidangan di tempatku kurang lezat, Trira?”

Ia tidak menjawab.

“Aku mengaku salah sudah memaksa Anda tinggal di sini, tapi—”

“Kalau begitu kembalikan diriku!” pintanya, menyelaku tanpa segan dan basa-basi. “Aku mau pulaaang!”

Basah di sudut mata gadis ini asli, dirinya benar-benar tidak betah di tempatku.

“Trira—”

“Aku gak mau dengar alasan, Ure.” Ia kemudian berpaling. “Pokoknya kembalikan aku kepada Ayahanda, beliau pasti sangat cemas sekarang. Jika kau benar-benar mencintaiku, kembalikan diriku pada Ayahanda. Aku mau pulaaang ….”

Aku tidak punya celah buat membujuk Nazila Trira jika dia begini. 

Sama sekali tidak memberiku kesempatan.

Setiap kali diriku kemari sikapnya selalu dingin, berkeras minta pulang, bahkan sekarang ia terus menolak makanan yang orang-orangku hidangkan.

“Hem.” Aku menyerah. “Baiklah, Trira.”

Kulihat Stella sebentar, menggerakkan kepala sebagai isyarat, lalu balik menghadapi sang putri.

“Besok kita akan ke Parat untuk mengembalikan Anda—”

“Sungguh?!”

Berat hati, tapi aku harus mengangguk. Jika tidak, wajah senangnya yang sungguh sesuatu itu akan pudar.

“Tapi, Anda harus makan. Bagaimana aku akan menghadap ayahandamu jika putrinya kurus begini?”

“Eh?” Nazila Trira tiba-tiba buang muka. “Kau pasti sedang berbohong supaya aku mau makan, ‘kan?”

Aku menengadah, gegara gemas, terus pindah ke depannya.

“Apa selama ini aku pernah berbohong pada Anda, Trira?”

Ia melihatku, jelas sekali bahwa sang putri sedang berpikir.

Lihat selengkapnya