Kara: Dunia yang Berbeda

Saepul Kamilah
Chapter #25

Sekantung Uang di Gerbang Kantor Muri

“Semua orang sudah tidur, kenapa Anda malah bangun, Trira?”

“Padahal kau membelakangiku, kenapa bisa tahu ini aku?”

Aku mundur dari api unggun dan menyapa sang putri.

“Malam sudah larut. Apa Anda perlu sesuatu?”

“A-aku, aku ingin ….”

Menerka gerak-gerik tubuhnya, aku mengerti ia butuh ke kamar kecil.

“Tunggu sebentar, biar kupanggilkan Stella buat menemani Anda ….”

Beberapa saat kemudian.

“Kembali ke tendamu, Stella … jauhkan tanganmu dari mukaku.”

“Bura. Padahal mata Anda tertutup, kenapa bisa tahu ini aku?”

“Aku di depan api unggun, bayangan tanganmu masih kelihatan.”

Gadis itu polos menggerak-gerakkan tangan di depan muka, kukira ia juga mencobanya sambil terpejam.

“Ah, Anda benar. Aku bisa melihat bayangan tanganku, Bura.”

“Sudah balik tenda sana—”

“Eh!” Ia tiba-tiba teriak. “Tadi aku di belakang Anda, Bura. Bayanganku tidak mungkin terasa, ‘kan?”

Kubuka mataku, memperhatikan Stella sebentar, kemudian meninggalkannya.

“Kalau kau gak mau balik tenda, biar aku saja.”

“Bura ….”

*** 

Minggu ketiga Bulan Lima, Musim Panas 351 Mirandi.

Perjalanan mengantar Nazila Trira baru saja dimulai. 

Usai menyeberangi Sandra, danau terbesar di jantung Kesik, rombongan kini berkemah di wilayah Sabila, Ibu Kota Ekonomi Kerajaan Kara, sekalian bersiap buat membeli bekal sebelum lanjut ke Pluma di selatan.

“Bura.”

“Apa?” Aku menjuling pada Stella. “Kau bukan mau minta upah tambahan, ‘kan?”

“Hehe.” Ia menyejajarkan kuda kami. “Bukan, Bura. Aku cuma mau tanya—”

“Soal?”

“Soal semalam,” jawabnya cepat, “kenapa Anda bi—”

“Buraaa!” Sayang, seseorang menjedanya sebelum ia selesai bicara. “Kabar dari Caupa Halbert, merpati kaki merah ikat kuning!”

Pesan Halbert datang dari perbatasan, kain kuning artinya perjalanan kami sementara harus ditunda.

“Apa pesannya, Charlotte?”

“Belum saya periksa.” Sang pembawa pesan menyerahkan gulungan kecil dari kaki si merpati. “Bura.”

Laporan secuir kertas itu menyebut: wilayah Pluma sekarang menjadi jembatan penghubung.

“Oh, aku mengerti. Stella!”

“Ya, Bura?”

“Tolong beri tahu Trira, untuk beberapa waktu rombongan akan tinggal di Sabila. Sampai perbatasan balik normal terus bisa diseberangi, kau sama Ranra kuberi tanggung jawab buat menemani beliau.”

“Ah, siaaap ….”

Konsekuensi atas kelahiran negara berdaulat baru adalah konflik panjang di perbatasan.

Tidak selalu, memang, tetapi itulah yang kini terjadi di bekas-bekas Matilda Barat. Enam kerajaan langsung mengatur barisan tentara begitu dekret tempo hari tersebar. 

Bahkan, menurut laporan telik sandi, gak butuh waktu lama buat Uruq dan Banori agar membentuk aliansi bersama Vom kemudian melawan Bravaria bersama. 

Lihat selengkapnya