Kara: Dunia yang Berbeda

Saepul Kamilah
Chapter #28

Mulut Besar Trira

Awal Musim Panas 352 Mirandi.

Atau, satu bulan sejak Nazila Trira turun tangan mencampuri urusan pabrik.

“Haa!” Jerit lelah para pegawai terdengar sampai halaman restoran dan penginapan di area depan Markas Sisik Kayu. “Semua, pikirkan sup hangat dengan ranjang empuk yang menunggu punggung kitaaa ….”

“Benar! Semuanya, jangan menyeraaah ….”

Aku, yang membawa ide usaha ini, sekarang jadi sedikit merasa bersalah kepada mereka.

Sejak Trira turun tangan sendiri, hari-hari damai kami mendadak lenyap. Jam kerja buruh tambah panjang, beban kerja pegawai meningkat, dan mereka kini jadi jarang senyum meski upah juga telah dinaikkan.

Keadaan yang paling ingin kuhindari menurut teori keseimbangan hidup kerja karya seorang sarjana ….

“Anda yakin tidak apa-apa, Trira—”

“Panggil aku Nona!” sambar Nazila Trira, menoleh padaku dengan mata bulat bak burung hantu. “Jangan lupa, kita sedang di depan umum sekarang.”

‘Depan umum?’ gerutuku dalam hati, ‘padahal tidak ada siapa pun kecuali kami bertiga di ruangan ini ….’

“Tuan Mi, bukankah hari ini kita harus menghadiri pertemuan bulanan di kantor serikat ….” Trira berbalik, beliau mundur dari tepi jendela kemudian duduk di meja direktur. “Jam berapa kita berangkat?”

Aku menoleh pada Ranra.

Mengerti. Tupa Unit Orchide yang kebagian peran sekretaris itu kemudian bangkit, mengambil catatan di rak belakang mejanya, lalu berjalan ke meja sang direktur dan mengasongkan selembar kertas.

“Apa ini?”

“Jadwal kepala perusahaan hari ini, Nona.”

“Oh.” Nazila Trira melihatku, tersenyum remeh, terus merebah ke sandaran kursi. “Ini jadwalmu ….”

“Sekarang jadi jadwal Anda juga,” timpalku yang terus selonjoran di sofa, “Anda direktur sekaligus pewaris perusahaan kita, ‘kan?”

“Kalau begitu tunggu apa lagi?” sambut beliau, antusias. “Tuan Mi. Ayo kita pergi ….”

Kubuka lagi mata yang baru saja terpejam.

Aku masih belum bisa terbiasa pada Trira. Kehadiran beliau di perusahaan membuatku punya rasa kosong tersendiri, susah kujelaskan. Seolah-olah sesuatu telah lenyap begitu dirinya muncul, tapi apa?

Ranra, ketika itu, cuma angkat tangan setinggi bahu. Merespons lirikanku singkat dan bergegas mengikuti Trira ke ambang pintu selesai membereskan mejanya ….

*** 

“Tunggu ka—”

“Aku gak paham kenapa kau selalu membawa budakmu ke mana-mana …,” celetuk Trira, sesaat kami tiba di depan Kantor Serikat Neraca Padi dan ketika diriku pamitan pada Merike. “Cepat sudahi urusan kalian terus ayo pergi ….”

Lihat selengkapnya