Kara: Dunia yang Berbeda

Saepul Kamilah
Chapter #34

Perjanjianku dan Salsabila

Setelah pertemuan dengan Saintess dan Salsabila, Dataran Tengah kini kembali menjadi zona netral. 

Bukan lagi Matilda atau anak kekaisarannya, bukan pula kerajaan yang hanya menaungi ras manusia. 

Akan tetapi, zona bebas konflik serta muara peradaban tiga benua besama para penghuni-penghuninya—kecuali monster, tentu saja. Ada regulasi khusus mengenai ini.

Intinya Dataran Tengah yang kukenal telah kembali. 

Meski, ya, harga yang kubayar untuk itu sangat mahal.

“Aku mau kalian kembali ke Dataran Tengah yang kutahu dan Bonsa akan kutinggalkan di sini ….”

Salsabila hanya senyum kecil dengar tawaranku.

Aku tahu. Baginya, harta benua bukan lagi sesuatu untuk dilirik. Meski tongkatku tidak ada duanya, hal itu tidak serta merta menjadikan gadis serakah ini menyetujui proposal tersebut.

Dia, Salsabila nan sangat kukenal, meminta hal lain yang jauh lebih menakutkan.

“Jujur saja, aku sudah menjelajahi seluruh benua satu tahun setelah kalian menghilang. Buat menemukan senjata-senjatamu, kalau kau tanya untuk apa, Mi.”

Senjataku?

“Golok Besi Gunung yang berat itu, Pisau Macan Kumbang beracunmu, sama tongkat sihir dari ranting pohon suci yang kau beri jantung naga di Stellar …, Toro.”

Aku terdiam mendengarkan si bekas saintess.

“Mencari mereka bukan perjalanan mudah, kuberi tahu …,” akunya lalu melipat tangan, bangga. “Namun, jangan panggil aku Dewi Pisau Pembelah Waktu kalau gak berhasil. Selain tongkat sihir, dua lainnya telah kutemukan. Walau, ya, enggak bisa kutarik dari tempat mereka menancap juga ….”

Hem. Kulirik dirinya curiga.

“Jangan melihatku begitu.” Ia kini berpaling. “Kau tahu sendiri jiwa kolektorku takkan membiarkan harta-harta benua lenyap di tangan orang lain, bukan?”

“Aku tahu, makanya kutawarkan Bonsa padamu. Jika Dataran Tengah kembali kurasa benua a—”

“A!” Telunjuk Salsabila mencuat padaku. “Paham, tapi aku gak mau tongkatmu. Benda itu gak cocok buat Kuil Widupa, dia ditempa khusus untuk orang buta. Sayang, mataku dan mata penerusku masih sehat.”

“Terus kau maunya apa?” tanyaku, sebal dengar komentar barusan. “Mataku juga sangat sehat pas dulu mengayunkan Bonsa. Kau tahu sendiri, bukan?”

“Hem ….” Salsabila melihatku. “Baiklah. Kalau memang benar ingin dataran tengahku kembali, dengarkan baik-baik. Kumau kau jangan menempa senjata kelas mistis selama lima milenium ke depan.”

Syarat yang benar-benar menakutkan, tetapi tidak bisa kutolak. Cek! 

“Bagaimana, sanggup?”

Di situasi normal, kehilangan harta kelas benua sudah merupakan bencana. Namun, pada kasusku, karena bisa menempa kembali hal tersebut jadi tidak terlalu mengerikan.

Salsabila, saintess dari zamanku ini, benar-benar tahu bagaimana memanfaatkan celah. 

Jika tidak menempa senjata sendiri, diriku terpaksa harus bergantung dan mengandalkan orang lain—mau gak mau. Atau. Jangan-jangan ….

“Jujur saja. Bila, kau mau aku mengajarkan keahlianku, ‘kan?”

Lihat selengkapnya