“Bura, tiga ratus ribu tentara aliansi sudah bergerak dari perbatasan ….”
Musim Semi 353 Mirandi.
Banori, titik temu pada rencana kampanye aliansi delapan negara, telah ramai bahkan sebelum matahari bersinar. Delegasi enam kerajaan, hari ini mengirim prajurit-prajurit terbaik mereka ke wilayah Bravaria.
“Kuda putih.” Kuatur miniatur perangkat perang di meja strategi mengikuti laporan telik sandi, Aula Istana Bate Sabila. “Jubah Hitam, Unikorn, Vegasis, Antares, dan Bintang Tenggara. Halbert, siapa saja yang akan menyerang dari belakang bersama kita?”
Halbert, Caupa Unit Tombak Terbang, menaruh dua bendera di belakang peta Arathea.
“Angkatan Laut Singkawa, Naga dan Beruang Air.”
“Hem.” Kugaruk pipi sambil melipat tangan, berpikir. “Selain Mantel Ungu dan Emas, kudengar si berisik, Maxwell, sekarang jadi yoram terus punya batalion sendiri. Menurut kalian, di mana posisi mereka dalam perang ini?”
“Kumbang Rusa, Bura?”
“Menurut mata-mata kita ….” Vio, Yoram Kepala Panji Kalajengking, Panglima Utama Pasukan Pertahanan Sabila, menggeser bendera putih ke dekat Parpara. “Tentara elite musuh terkonsentrasi di area ini, Bura.”
Aku dan semua orang silih lirik.
“Bura, apa Yoram Jambu benar-benar tidak akan mengirim pasukan dari Taria?” tanya Halbert, sepertinya hendak memastikan sesuatu. “Jika kabar ini benar, Platium akan—”
Dirinya berhenti ketika aku mengangkat tangan.
“Kekuatan tempur Bravaria hanya tersisa dua ratus ribu paling banyak …,” ujarku, mundur lalu duduk di singgasana. “Akan tetapi, kenapa mereka tidak menyerah saat tiga ratus ribu pasukan aliansi ini datang ke perbatasan dan masih sempat menyisihkan pasukan di daerah terpencil?”
Kutopang daguku memperhatikan semua orang.
“Coba pikir, bagaimana lima puluh ribu pasukan mantel ungu dan emas mereka membendung gempuran di utara hingga timur laut Koana sebelum hujan abadi beberapa tahun silam.”
“Jangan-jangan—”
“Selamat!” Kuangkat tanganku menyambut wajah-wajah terkejut mereka. “Kalian satu langkah mendekati level Bura Bella dari Mantel Jerami.”
Pertempuran Banori dan Bravaria tidak sesederhana dua lawan tiga ratus ribu.
Meski mengambil inisiatif dengan menyerbu duluan, nyatanya kami sudah kalah set gegara medan yang telah dipersiapkan matang oleh lawan.
“Bura, kalau begitu apa aliansi akan kalah?”
“Ronde pembuka ini, ya.” Kuanggukkan kepala menanggapi Susan, Tupa Pertama di Unit Pemanah Kuda Caupa Edberd. “Medan di selatan Naxin hingga ke selatan Parpara adalah pegunungan berbatu, tidak ada celah untuk memakai meriam ataupun perkakas berat dan kavaleri konvensional mulai dari utara dinding alam Vom itu. Satu-satunya harapan cuma hujan panah.
Pertanyaannya sekarang. Apa yang dipilih aliansi waktu menyerbu Naxin hari ini?”