“Gak bisa kupercaya ….”
Tanggal 15 Bulan Satu, 353 Mirandi.
Kini aku tahu kenapa Aliansi mau repot bayar orang guna menyebar rumor lantas mengirim utusan untuk membacakan putusan kemarin sehabis baca surat balasan dari Jambu, Yoram Kepala Angkatan Perang Kara, di kereta menuju Distrik Selatan.
Sehari pascapembacaan putusan sepihak Aliansi di Kantor Muri Distrik Tenggara Sabila.
“Hahaha!” Tawaku terus pecah tiap kali baca laporan tersebut. “Hahaha, aku gak salah baca, ‘kan—Kubo, beneran mereka bilang senapan-senapan kita pernah mau dirampok pas dikirim ke Taria?”
Oukubo, yang kala itu rebahan di depanku, sejenak tersenyum remeh. Ia mengambil kertas dari tanganku, membaca, kemudian mengembalikannya.
“Benar,” ucapnya agak kedengar malas, “mere—”
“Hahaha!” Tawaku kembali pecah. “Setelah bisnis kotor di Purtara sama Mapute gagal, mereka mau cuci tangan dan melimpahkan kesalahan pada kita,” simpulku, membakar surat Jambu tadi lalu melemparnya ke luar jendela. “Haha, haha, haduh ….”
Peka suasana hatiku berubah, Kubo selanjutnya bangkit lekas pindah duduk ke sebelahku.
“Mereka takut pada kita,” ujarnya, “wilayah sama militer Kara lebih kuat daripada gabungan tujuh negara di Aliansi. Aku yakin langkah ini juga pilihan terakhir gegara gak punya cara lagi, Tuan.”
“Mungkin.” Kubuka lengan supaya ia leluasa merebah ke tubuhku. “Bentar, aku munduran biar enak … taktik kemarin rada remeh,” lanjutku, menyambung topik soal rencana Aliansi. “Ketimbang nyergap terus gagal, mereka aslinya bisa pesan senjata lewat serikat. Kalau boleh kubilang—”
“Aliansi gak sekaya kita …,” timpal Oukubo, “apalagi mereka masih ada di bawah bayang-bayang Bravaria. Jika ingat itu, kurasa menyewa bandit memang sudah langkah terbaik.”
“Ya, tapi hasilnya malah bikin malu, ‘kan?”
“Itu karena gagal saja.” Kubo meraih lengan kiriku lantas menyulamkan Jari kami dan melingkarkan sambil mendekapnya di pinggang. “Kalau mereka berhasil, kita sudah rugi besar sekarang.”
“Hem.” Aku menjuling singkat. “Kalaupun berhasil Mata Satu sama para perompak akan memburu mereka sebelum berhasil keluar dari Mapute. Saat itu, kerugian Aliansi bakal jauh lebih besar daripada kita.”
“Tuan, kau pernah bilang angkatan perang kita gak boleh terlalu dipercaya ….” Kubo menatapku, kerling matanya memberiku tanda tanya. “Karena senapan-senapan baru ini rahasia tingkat tinggi, bahkan cuma segelintir yang tahu, apa mungkin mereka—”
“Bisa jadi,” selaku, buang muka terus melihat pemandangan di luar. “Alasan Jambu kutaruh di Taria juga gegara itu, Kubo ….”
Panji Gorgon ada sebagai bukti pengkhianatanku terhadap Mantel Putih di masa lalu, jadi miris sebetulnya karena mereka menjadi militer utama negara di atas ketidaksetiaan tersebut.
Kami terang-terangan membelot dari Bravaria untuk membangun fondasi awal Kara di tanah Kesik.
Jika ingat fakta sejarah ini, aku maklum bila angkatan perang pertama Kara kini tengah menyiapkan tangga menuju kejatuhanku di Taria. Benar. Sangat kumaklumi ….
***
“Terima kasih sudah menyambutku, Muri.”
Kulakukan peregangan kecil begitu turun dari kereta, depan Kantor Muri Distrik Selatan. Coba mengurangi pegal sehabis perjalanan sembari menunggu ‘nyonya’ di belakang selesai.
“Sudahkah?” tanyaku, menoleh lalu mengulurkan tangan. “Kita masih harus ke Sisik Kayu setelah dari sini, kalau telat Ranra bakal ngomel lagi—”
“Aku gak suka sekretaris sipitmu,” timpal Oukubo ketus, mengangkat roknya sedikit kemudian melangkah turun pelan-pelan. “Tuan.”