Kara: Dunia yang Berbeda

Saepul Kamilah
Chapter #44

Lewat Serikat

“Kerja bagus, Tuan Mi.”

“Hem.” Kubalas jempol Trira pakai delikan singkat pagi ini. Mau bagaimana, pujian beliau pun kutanggapi datar gegara suasana hati gak karuan sehabis dibangunkan paksa.

Olehnya. Aku, yang semalam menginap di kantor sama Oukubo, ditanyai ini itu saat masih antara setengah sadar dan tidak. Ketika dalam tahap mengumpulkan nyawa sebelum siap menjalani hari.

Bahkan, aku tidak tau apa saja yang ‘lah putri Weka Mapu Varujin tersebut tanyakan, pokoknya jawabanku pas itu cuma ya atau hem—sekadar konfirmasi acak dan senada.

Kecuali pertanyaan terakhir. 

Sebab, ia sanggup membangunkanku seketika. “Gak, aku menolak kalau harus membuka distrik lain buat pendatang sebelum perang melawan Bravaria selesai,” tegasku, sadar pertanyaan usil Trira punya potensi mengganggu rencana besar Kara. “Anda dapat ide ini dari siapa, Nona?”

“Cuma ide acak,” kilahnya, menghindariku dan kembali ke meja direktur. “Aku hanya berpikir, kenapa kita tidak meluaskan jangkauan usaha dengan menambah populasi di Kara.”

“Hah.” Kuhela napas dengar pengakuan tersebut. “Aku gak mau bahas hal di luar drama kita di Sisik Kayu,” ujarku lantas undur diri, “terima kasih sudah membangunkanku, Nona. Biar kubawa Kubo pulang dulu ….”

Siangnya, waktu diriku kembali usai membersihkan diri di rumah.

“Kau masih gak mau—”

“Gak!” potongku, tahu ke mana arah obrolan Trira. “Kalau mau bahas distrik atau kebijakan Sabila, datang saja ke rumahku lain kali. Aku cuma mau membahas urusan arang di Sisik Kayu, titik.”

“Kau benar-benar kaku, Tuan Mi,” komentar beliau, “padahal di sini gak ada siapa-siapa selain kau, aku, sama Ranra di meja sekretaris sana. Apa kita enggak bisa—”

“Gak.”

“Aku bosan bahas bisnis terus ….”

Padahal kami baru bicara lagi setelah lama tak bertemu, tapi ia bilang bosan.

“Aneh.”

“Kau bilang apa?”

“Aneh,” ulangku, “kita baru bicara lagi kemarin dan hari ini, tetapi Anda sudah bilang bosan bahas bisnis.”

“Ya ….” Trira melipat tangan. “Gak tahu, pokoknya aku bosan saja.”

Kulirik Ranra di meja sebelah.

“Apa kegiatan Nona Nima selama aku absen, Ra?”

Ranra, Sekretaris Sisik Kayu, menjeda kegiatan lalu melihat meja direktur sekilas sebelum membalasku.

“Beliau cuma bengong, baca buku, sama main-main di sekitaran pabrik.”

Lihat selengkapnya