Karakter Baru

Pink Unicorn
Chapter #1

CINTA PERTAMA HANIN

"SERIUSSSSS!!!!!!?" seru Hanin bahagia sambil mencengkeram kedua tangan Tante Raya yang mengangguk sambil tersenyum. Hanin memeluk Tantenya. "Hanin senang banget akhirnya Tante punya pacar. Akhirnya Tante bahagia,"ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Tante Raya meraih wajah Hanin, tersenyum. "Kamu tuh bicara apa sih, Hanin Lovina? kamu itu juga sumber kebahagiaan Tante, kebanggaan Tante dan selamanya kesayangan Tante,"ucap Tante Rayya lembut lalu memeluk Hanin dan mencium rambutnya. 10 tahun memang tidak terlalu lama, namun bukan pula waktu yang sebentar.

Hanin masih ingat, saat Mbok Darmi berlari kearahnya sambil menangis terisak setelah menerima telepon. Hanin yang saat itu masih berusia 8 tahun tidak akan pernah menyangka bahwa kedua orang tuanya akan pergi secepat itu. Masih ingat betul, di kepalanya, tangisnya yang pecah di ruang makan rumah ini. Hanin pun masih ingat, bagaimana sanak saudara almarhum kedua orangtuanya tak ada yang bersedia mengurusnya. Ia seorang diri. Benar-benar sendirian. Meski Mbok Darmi terus-terusan menutup telinganya waktu itu, agar tidak mendengar kalimat penolakan demi penolakan yang semakin menenggelamkan jiwanya yang masih kecil. Hanya Tante Raya yang datang berlari mendekapnya sambil menangis sama menderitanya kehilangan kakak perempuan tercintanya. Tante Raya yang saat itu masih berusia 20 tahun, masih berkuliah, mengambil tanggung jawab untuk mengurusnya. Sudah pasti tak mudah. Hanin dan Mbok Darmi adalah saksi hidup bagaimana perempuan cantik itu banting tulang membiayai mereka hanya dengan berbekal uang tabungan sebesar 20 juta. Tante Raya memulai bisnis kuenya yang disambinya dengan kuliah demi menghidupi mereka bertiga. Kini bisnis kue itu telah berkembang hingga mempunyai tiga cabang. Keras kepalanya Tante Raya yang selalu menolak menggunakan uang asuransi warisan almarhum orang tua Hanin karena ia ingin Hanin melanjutkan pendidikan hingga ke Australian National University (ANU) sesuai dengan mimpi almarhumah kakaknya.

Mereka berdua saling menyeka air mata lalu sama-sama tersenyum. "Kapan Hanin dikenalin sama pangeran berkudanya Tante?,"goda Hanin membuat pipi tantenya merona. "Nanti deh ada waktunya, kamu terusin dulu tuh deadline novel kamu,"ujar Tante Raya. Hanin cekikikan. Kok tantenya tahu sih kalau dia sedang ada deadline novel, apa Kak Rai, editor novelnya yang memberitahu Tante Raya.

"Hanin kelarin deadline terus tante cerita ya sejelas-jelasnya," ujar Hanin.

Tante Raya mengangguk. Hanin langsung berlari ke tangga menuju kamarnya di lantai 2. Tante Raya menatap kepergian keponakan satu-satunya dalam senyum.

"Kira-kira Hanin kaget nggak ya, kalau tahu Rai itu pacar aku,"gumamnya.

"Hah?! Mas Rai pacarnya Mbak Raya, Ya Allahhhhhhhh .... Mbok wes senang denger'e,"ujar Mbok Darmi heboh dari arah meja makan. Tante Raya terkaget dan langsung memberi kode untuk diam. Mbok Darmi langsung mingkem.

"Masih rahasia, mbok,"pelan Tante Raya bicara.

Mbok Darmi mengangguk mengerti. Mereka saling melempar senyum.

"Tuhan, tolong jadikan ini sebagai awal mula kebahagiaan kami. Aamiin,"ucap Tante Raya dalam hati.

***

Hanin mengklik tombol kirim di akun emailnya. Ia merenggangkan tubuhnya sambil memutar kursi meja belajarnya yang beroda. "Heh, hati-hati nyungsep,"tegur Kak Rai melalui sambungan VC. Hanin cekikikan. Ia menarik dirinya mendekat kearah meja. "Ciee, khawatir,"goda Hanin. Kak Rai tersenyum. "Ya khawatirlah, kamu kan penulis kesayangannya Kakak,"ujar Rai membuat kedua pipi Hanin bersemu merah.

"Gombal amat!"

"Loh serius! Penulis kayak kamu itu harus dilestarikan!."

Jantung Hanin berdebar.

"Kak Rai juga kesayangan aku,"ucap pelan Hanin malu-malu.

Rai justru tertawa. "Kalian berdua tuh kesayangan kakak,"ujar Kak Rai membuat Hanin sedikit terhenyak.

Kalian?

"Han, jangan lupa 2 minggu dari sekarang kamu harus siapin satu judul baru ya, yang fresh, yang tokoh cowoknya beda sedikitlah dari karakter yang biasa kamu ciptakan,"ujar Kak Rai.

"Emangnya ada masalah sama tokoh cowok yang Hanin ciptain selama ini?,"ujar Hanin sedikit tersinggung.

Kak Rai adalah inspirasi tokoh pria di setiap novel yang ditulisnya. Dan menurut Hanin, karakter Rai sudah amat sangat sempurna. Tanpa tanding. Tak terkalahkan. Hanin menyeruput susu kotak rasa stroberi yang memang selalu disiapkannya setiap akan berjibaku mengetik lanjutan novelnya.

"You need something new, Han. Bukan cuma sosok yang membuat jantung berdegup cepat nggak karuan,"jawab Rai.

"Bukannya cewek-cewek seumuran Hanin suka yang kayak gitu ya?." Hanin masih tidak bisa menerima.

Rai tertawa.

"Cewek seumuran kamu memang suka karakter cowok yang buat jantung berdebar, tapi kisah cinta nggak akan selalu tentang debaran Hanin Lovina. The best also the chaos of love story adalah saat kamu bahkan nggak mengerti apa yang terjadi diantara kamu sama dia. Kebingungan hakiki yang disertai rasa ketergantungan dan kenyamanan yang luar biasa membuat pikiran kamu terus bertanya-tanya "ini apa","jawab Kak Rai dengan pandangan seperti membayangkan seseorang.

"Tergila-gila maksudnya?,"tanya Hanin.

"Hampir mirip,"jawab Kak Rai.

Hanin merenungkannya. Perasaan macam apa yang sebenarnya dimaksud Kak Rai. Selama ini dia belum pernah merasakan perasaan selain berdebar-debar kepada Kak Rai. Iya, Kak Rai adalah cinta pertama Hanin.

Gadis itu masih ingat pertemuan pertama mereka di sebuah toko buku. Saat itu, Kak Rai datang sambil membawa buku catatannya yang tertinggal di Mc Donald's. Buku catatan yang berisi tulisannya selama ini. Ternyata pria yang seusia tantenya itu telah membaca tulisannya dan menawarkannya untuk menjadi penulis tetap di website novel online, tempat dimana Kak Rai bekerja sebagai editor. Hanin yang waktu itu masih 15 tahun meminta pertimbangan tantenya yang senang mendengar kabar tersebut. Tante Raya sangat tahu dan yakin betul, kalau Hanin berbakat menulis. Jadilah selama 3 tahun ini Hanin Lovina seorang penulis novel online bergenre teenfiction. Sudah 2 novel ditulisnya. Respon pembaca sungguh luar biasa terhadap karya-karyanya. Hanin juga menulis beberapa cerpen yang juga dinikmati banyak pembaca. Royalti yang didapatnya cukup lumayan. Beberapa kali ia mentraktir Tante Raya, Kak Rai dan Mbok Darmi makan di restoran bintang 4. Sisanya Hanin tabung atau dibelikan beberapa lot saham, seperti nasehat Kak Rai.

Kak Rai adalah sosok yang hangat dan menyenangkan. Bukan hanya padanya, tapi juga bagi Tante Raya. Kak Rai selalu ada untuk mereka selama 3 tahun ini. Hadir bukan hanya sebagai editor novelnya, namun sebagai pelindung keluarga. Sosok lelaki yang tak ada dirumah ini. Kak Rai, cinta pertamanya. Musenya dalam menulis novel. Karakter favorit dalam setiap tulisannya.

"Okay, Hanin coba observasi dulu ya kak untuk judul terbarunya,"ujar Hanin.

"Sip." Kak Rai memberikan jempol kanannya melalui layar handphone. Bibir Hanin tersenyum. "Kak Rai suka semangat kamu. Kak Rai tunggu tulisan terbarunya,"ujar Kak Rai.

"See you soon, Han,"ujar Kak Rai sambil melambaikan tangan.

"See you soon, Kak,"balas Hanin lalu sambungan video call itu pun terputus.

Hanin segera meraih kursor PC-nya, mengetik kata kunci di kolom google lalu munculah puluhan artikel mengenai daftar novel yang karakter prianya mirip dengan yang dimaksudkan Kak Rai. Tangan kanan Hanin meraih handphone dan mengetik satu per satu nama novel di notepad handphonenya. Ia begitu serius sampai telepon dari Kaori, temannya sejak TK mengejutkannya.

"Kenapa?" tanya Hanin judes.

"Eh busyet, galak amat!"kaget Kaori.

"Heh, orang tuh kalo ditelepon sama sobi (sobat baik) dari kecil tuh yang lembut, ramah, elo mah ga berubah sih, Han, pantes jomblo aja sampe zaman millenium begini," komentar Kaori membuat Hanin terkekeh.

"Ih sial malah ketawa!" kesal Kaori.

"Iye, sori. Kenapa Kaori-chan? lo mau ajak gue malming-an? kan sabtu masih dua hari lagi? gercep (gerak cepat) amat,"ujar Hanin sambil mematikan PC-nya.

"Lu sekarang bisa baca pikiran ya Han? Tahu aja, Ha Ha Ha." Terdengar tawa Kaori diujung sana.

"Tahu lah. Lebih dari tiga per empat hidup gue kenal sama elo, masa gue masih nggak tahu,"ujar Hanin.

"Gue mau cari buku referensi hidup di Australia,"ujar Kaori. Bibir Hanin tersungging mendengarnya. Tak tahan ia tertawa. Kaori marah-marah diujung sana mendengar tawa meledek dari Hanin. "Lu seriusan mau kuliah di Ausie kayak gue?" tanya Hanin.

"Serius lah! Gue takut lo kesepian di sana! Nanti kalo lo butuh pundak untuk bersandar, lo pakai pundak siapa? Ya masa pundak koala,"ujar Kaori. Tawa Hanin tambah kencang. Kaori Tsuna, mood booster-nya. Sahabatnya yang sebenarnya asli Jawa-Manado hanya saja karena Om Rijal, ayahnya Kaori suka anime, maka anak perempuan pertamanya itu diberi nama ala ala Jepang.

"Bukannya lo nggak bisa hidup tanpa terasi?! Di Ausie mana ada terasi!?" ledek Hanin.

"Heh, lu jangan salah, terasi itu sudah mendunia, lagian kan bisa gue selundupin di koper gue nanti. Lu tenang aja, Han,"ujar Kaori menanggapi dengan serius.

"Okay, terasi bisa lo taruh koper. Nah sekarang, lu sanggup belajarnya nggak? Lu kan nggak suka belajar, Ri,"ujar Hanin membuat Kaori memekik tinggi.

"Heh, Hanin Lovina, gue emang nggak sejenius elu, tapi gue ini masih 50 besar sekolah loh,"ujar Kaori bangga.

Hanin tertawa terbahak.

Lihat selengkapnya