"Bian!"
Terdengar pula suara ketukan pintu berkali-kali diketuk. Suara Mama menggema di telinga, membuatku mau tak mau membuka mata. Tapi sialnya mataku tak bisa terbuka. Argh....
Semalam Karamel mengajakku untuk makan sate Pak Soleh di dekat kampus. Memang tempat itu hanya buka di malam hari saja, dari pukul 21.00 sampai 01.00 dini hari. Tapi berhubung aku juga lapar, aku pun menyanggupinya.
Selama makan, antara mengunyah dan mengantuk menjadi satu. Tapi ketika Karamel tiba-tiba mengatakan suatu hal yang tak pernah kusangka, kedua mataku langsung terbuka lebar, tak ada rasa kantuk sedikitpun.
"Bee, cowokku mau datang ngelamar."
Aku bahkan sampai tersedak makananku. Aku menyeruput teh kemasan botol hingga habis setengah. Ini benar-benar di luar dugaanku. Bagaimanapun aku harus berbahagia dengan adanya kabar ini walau sebenarnya sulit. Sungguh.
Senyumku terulas. Pahit sekali. "Bagus dong. Harusnya lo seneng, Mel. Abis wisudaan enggak perlu nyari kerja, langsung nikah aja."
"Ah, gila aja. Aku masih mau ngerasain udara kebebasan. Lagian juga aku masih mau sama kamu."
"Apa?"
"Enggak usah belaga enggak denger deh. Emangnya kamu mau aku tinggal lagi secepet ini?"
Napasku tertahan. Aku tak bisa berkata apa pun lagi. Lebih baik aku diam daripada aku salah bicara dan menyakiti hatinya.
"Fabian, kok kamu enggak bangun sih? Udah jam sepuluh ini. Enggak ada jadwal ke kampus?"
Kampus...
Kampus...
Ada perlu apa ya di kampus?
Pikiranku benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama saat ini. Argh....
"Katanya kamu mau bimbingan hari ini jam sepuluh."
SKRIPSI GUE!
Aku terlonjak dari tidurku. Mataku langsung full charger. Kuraih handuk yang tergantung di gantungan dekat kamar mandi dan membuka pintu kamar.
Mama menatapku dengan tatapan heran. "Pulang jam berapa sih semalam?"
Sambil mengucek mata, aku berkata, "Setengah dua, Ma. Kimel ngajak makan sate deket kampus."