KARANGJATI: Bayang-Bayang Kolonial

Catur Nugroho
Chapter #1

Chapter 1: Suara dari Bawah Tanah

Kabut tebal menyelimuti jalan berkelok menuju Desa Karangjati. Arumi menyeka kaca mobil rentalnya yang mulai berembun. Dingin pagi itu menusuk tulang, meski jarum jam baru menunjukkan pukul 07.00. Di kejauhan, siluet menara pabrik bergaya Eropa tua menjulang di antara pepohonan, seperti jari-jari raksasa yang mencengkeram langit kelabu.


“Inilah tempatnya…” gumamnya sambil melihat foto pabrik di dokumen kakeknya. Foto hitam putih itu diambil tahun 1932, dengan tulisan “Karangjati Suikerfabriek” di gerbang besi berkarat. Kakek Arumi, almarhum Raden Mas Suryadi, adalah salah satu mandor pabrik sebelum akhirnya menghilang secara misterius di era 1950-an.


Begitu mobilnya melewati gapura desa, beberapa warga melirik curiga. Seorang nenek tua tiba-tiba melempar garam ke arah mobil sambil berbisik lirih, “Pulanglah, Non. Mereka tidak suka diganggu.” Arumi mengabaikannya.


Pabrik itu lebih mengerikan dari yang ia bayangkan. Dinding bata merahnya ditumbuhi lumut dan akar-akar liar. Jendela-jendela pecah seperti mata buta yang mengawasi setiap langkahnya. Denny, pemuda berkaos oblong yang ditugasi kepala desa menemani Arumi, menghela napas.


“Nggak pernah ada yang berani masuk ke sini setelah maghrib, Mbak. Katanya… suara mesin masih berputar, dan ada tangisan perempuan.”


Arumi memaksakan senyum. Sebagai akademisi, ia tidak percaya takhayul. Tapi sejak tadi, tengkuknya terus merinding.


Ruangan pertama yang mereka masuki adalah kantor administrasi. Lemari arsip berlapis debu masih berisi dokumen berbahasa Belanda. Arumi segera sibuk memotret setiap halaman. Tiba-tiba, angin dingin menerpa, membanting jendela kayu hingga pecah berantakan.


Lihat selengkapnya