Karel sudah bertekad akan mencari si pelaku polaroid itu bagaimana pun caranya. Cara pertama yang terlintas dikepala Karel yaitu mengintrogasi satu persatu semua murid Garsa. Kedua, melakukan sayembara tapi Karel masih belum tahu mau diberi hadiah apa jika berhasil. Atau cara yang ketiga, mengintrogasi Alaska habis-habisan sampai cowok itu buka suara. Semua ide-ide Karel itu tidak ada yang tidak sulit dilakukan dan pastinya ide yang sangat gila.
“Karel ya?” tanya sebuah suara dari ambang pintu hingga spontan membuat Karel mendongak lalu cepat-cepat menutup rapat buku rencana yang dia buat semenjak pagi buta diruang kelas. “Gue Nuga, temannya Heksa,” ucap pria jangkung itu memperkenalkan diri.
Sebenarnya tanpa Nuga memperkenalkan diri, Karel sudah tahu. Entah mengapa Karel menjadi sedikit gugup ditambah Karel merasa dipergoki setelah membuat rencana gila diluar nalar. Karel mencoba menenangkan diri lalu berdeham. “Iya? Kenapa ya kak?” dengan susah payah Karel memperhatikan nada bicaranya.
“Gue kesini cuma mau bilang soal yang motret lo kemarin di lapangan basket, gue udah nemu orangnya,” tepat diakhir kalimat Nuga, orang yang ia maksud akhirnya memperlihatkan diri tanpa disuruh.
“Gue minta maaf ya, Kar,” ucapnya namun Karel memilih diam mencoba mendengarkan kalimatnya hingga akhir. “Gue cuma kagum sama lo, Kar dan nggak bermaksud lain. Kemarin nggak tahu kenapa, spontan gue motret lo. Sekali lagi gue minta maaf ya, Kar,” lanjutnya.
Belum sempat Karel berucap, lelaki itu kembali berujar. “Ini sisa-sisa fotonya. Terus lo boleh ngecek kamera gue Kar, kamera gue cuma ada dua kok,” ujarnya sambil meletakkan dua buah kamera diatas meja.
Karel nampak menimang, bila dilihat dari wajahnya memang terlihat jujur. Tapi, tetap saja Karel mengecek dua kamera itu hati-hati. Karel mengeceknya sampai tiga kali, memastikan kalau memang tidak ada lagi yang tersisa.
“Ok, nggak ada,” ucap Karel sambil tersenyum lega.
“Tunggu, HP lo?” Nuga bertanya sembari menagih ponsel cowok bernama Vandu itu. “Coba lo cek,” Nuga menyerahkan ponsel itu pada Karel.
“Nggak ada, aman,” ucap Karel setelahnya.
“Gue bener-bener minta maaf ya Kar dan supaya lo tahu gue Vandu Hamesta, kelas XI Bahasa 1.”
Karel tersenyum. “Iya nggak apa-apa. Lain kali, kalau lo mau motoin orang harus minta izin dulu ya?”
Vandu mengangguk. “Iya pasti. Sekali lagi gue minta maaf, kalau gitu gue udah boleh pergi?” tanya Vandu sambil menatap Nuga dan Karel secara bergantian.
Nuga seolah memberi kode pada Karel untuk mempersilakannya atau tidak. “Iya silakan.”
“Kalau gitu gue juga mau balik ke kelas dulu ya, Kar?”