Sekarang sudah memasuki waktu tengah hari, udara hari ini pun semakin panas seolah mengikuti gerak matahari yang mulai naik ke atas kepala. Untunglah, saat ini Bu Biana selaku guru Sejarah tidak masuk. Jadilah, para murid kelas XI IPS 3 leluasa bepergian kemana saja tanpa diawasi oleh Bu Biana.
Termasuk Karel yang saat ini tengah berteduh dibawah pohon rindang seorang diri yang terletak di taman sekolah. Sedangkan Dalisha dan Kalisha tengah berada diruang OSIS untuk rapat. Dia merebahkan dirinya lalu menutup wajahnya dengan sebuah buku novel. Sebenarnya kepala Karel masih terasa sedikit pusing, tapi ia terlalu malas untuk pergi dan beristirahat di UKS karena bau obat dari ruangan itu.
"Ngapain lo siang-siang disini?" ujar sebuah suara.
Karel menoleh ke sisi kanannya menemukan Gleo yang sudah berselonjor kaki dan menyandarkan punggungnya ke pohon besar.
Karel menarik buku dari atas wajahnya sampai ke hidung. Alih-alih menjawab, Karel malah melihat ke sekitar, ada banyak siswa-siswi yang berlalu lalang di koridor yang tak jauh dari taman. Jam istirahat rupanya telah dimulai.
"Lo lihat kemana? Gue disini kali," ujar Gleo sambil melambai-lambaikan tangannya.
Karel kembali merubah atensinya menghadap Gleo, namun sesaat kemudian merebahkan dirinya bersiap untuk tidur lagi.
"Wah parah gue dicuekin dong," celoteh Gleo. "Rel ...."
Karel berdeham sebagai respon. Meski sakit kepalanya sudah reda sepenuhnya, tapi Karel terlalu malas membuka mulut.
Tiba-tiba buku diatas wajahnya terangkat, membuat cahaya terang di siang hari mengenai wajahnya. Mau tak mau, Karel membuka mata.
Gleo langsung berganti posisi untuk memangkas jarak diantara keduanya. "Eh, muka lo kok agak pucat? Lo sakit?"
Jarak keduanya hanya berkisar beberapa senti. Sontak membuat Karel membeliak sempurna. Karel terkesiap, bangkit dari posisinya.
"Ekhem ..., iya," jawabnya kemudian lalu mengalihkan pandangan.
Mata Karel justru tidak sengaja menangkap wajah Nuga yang berdiri tak jauh dari sana. Sorot matanya terlihat tajam dengan ekspresi tak senang dan Karel tidak tahu kenapa.
"Woi, Rel," panggil Gleo untuk kesekian kalinya.
Karel mendongak melihat Gleo yang kini berdiri sambil menampilkan senyum jahilnya.
"Mau taruhan nggak? Siapa yang telat sampai kantin Mak Ida dia yang bayar," ujar Gleo sambil menaik turunkan alisnya.
Karel memutar bola matanya jengah. Ia baru saja sembuh dan sekarang harus menghadapi bocah satu ini lagi. Karel tidak menggubris ajakan Gleo yang terdengar konyol itu, kemudian berniat melihat ke arah Nuga. Namun, nihil. Cowok itu ternyata sudah tidak berada disana.