Karena Dia Aku Hidup

Adelia Putri Sukda
Chapter #6

RENCANA SANG PENCIPTA

Keesokan pagi, Riko datang ke sekolah dengan berjalan santai menuju kelasnya. Saat hendak meletakkan tasnya ke kursi duduknya, Riko merasakan sakit di kepalanya. Seketika kepalanya merasakan pusing yang sangat dahsyat. Wajahnya serta bibirnya berubah pucat.

Riko tidak bisa mengendalikan rasa sakit dan pusingnya hingga ia pun terjatuh ke lantai lalu pingsan. Teman-teman Riko yang baru masuk ke kelas, setelah melihat Riko seperti itu pun langsung bergegas membawanya ke Rumah Sakit Umum.

Riko di masukkan ke ruang UGD oleh beberapa perawat. Ketika selesai diperiksa, Riko didiagnosa mengidap penyakit yang sangat ganas dan kronis. Penyakit itu telah menjalar di tubuhnya dan sudah cukup lama tumbuh dan berkembang di dalam tubuh Riko.

"Dok, ada apa sama teman saya?" tanya salah satu teman Riko dengan raut wajah cemas.

"Pasien mengidap penyakit tumor yang sudah membesar. Tumor itu sudah menggorogoti kepalanya. Diperkirakan umur pasien sangat tidak lama untuk hidup. Hanya sebuah keajaiban, pasien dapat bertahan hidup lebih lama." jelas Dokter muda itu.

Mendengar penjelas Dokter, empat teman Riko membuang nafas keras. Mereka sangat sedih mengetahui bahwa temannya itu mengalami penyakit yang berbahaya. Kemudian, teman-teman Riko pun akhirnya memutuskan untuk menghubungi orang tua Riko.

Mereka mengabarkan kepada orang tua Riko yang berada di luar kota. Tampak di telepon itu terdengar suara bergetar dari Ibu Riko yang terkejut mendengar kabar bahwa anaknya berada di rumah sakit. Semua teman-teman Riko dengan berat hati menyampaikannya dan ikut bersedih mendengar isak tangis Ibu Riko.

Setelah selesai menghubungi orang tua Riko, teman-teman Riko pun kembali ke sekolah untuk memberitahu kepada guru-guru yang mengajar pada hari itu tentang keadaan Riko.

Berhari-hari Riko mengalami koma, para guru dan teman-temannya merasa kawatir dan sedih setelah mendapat kabar bahwa Riko tak kunjung bangun dari komanya. Hingga pada akhirnya, wali kelas dan teman-teman sekelas Riko memutuskan untuk menjenguk Riko yang berada di rumah sakit.

Mereka membawakan buah-buahan sebagai buah tangan untuk Riko. Sampai di depan rumah sakit, teman-teman sekelas Riko dan wali kelas Riko pun berkumpul terlebih dahulu untuk menunggu beberapa siswa-siswi yang belum sampai.

"Anak-anak, Ibu sangat terkejut sekali setelah mendengar kabar bahwa Riko mengalami penyakit kronis seperti itu." ucap Ibu Guru itu.

"Kita semua juga kaget banget, Bu setelah tau Riko dirawat karena penyakit ganas. Kita enggak nyangka kalo Riko yang masih muda kayak gitu bisa terkena penyakit keras begitu, Bu." jawab salah satu siswa dan siswa-siswi lainnya ikut mengangguk dan menyimak.

"Anak-anak semuanya. Ibu mau peringatkan kepada kalian. Penyakit itu tidak kenal umur. Mau dia masih anak-anak, muda, tua, kaya, miskin, punya kedudukan maupun tidak. Tetap lah penyakit bisa merajalela dan terkena ke siapapun termasuk kita." jelas Ibu Guru itu.

"Baik, Bu." jawab para siswa-siswi itu.

Setelah semua siswa-siswi lengkap, wali kelas Riko dan para siswa-siswi pun menuju ruang rawat Riko. Tiba di sana, mereka disambut oleh kedua orang tua Riko.

"Saya dan teman-teman kelas Riko ikut merasa prihatin dengan keadaan Riko, Pak, Bu. Semoga Riko segera sadar dari komanya dan bisa kembali bersekolah lagi ya, Pak, Bu." ucap wali kelas Riko.

"Terima kasih, Bu dan teman-teman kelas Riko atas doanya. Terima kasih juga sudah datang untuk melihat keadaan Riko sekarang. Walaupun hanya bisa melihatnya dari luar ruangan rawat Riko, Bu." jawab Papa Riko.

"Sama-sama, Pak." ucap wali kelas Riko lagi.

"Om, Tante. Ini ada sedikit buah tangan dari kita semua, teman-teman kelas Riko." sahut Sonya.

"Terima kasih, ya. Semoga kalian sehat selalu dan semakin rajin belajarnya, ya." jawab Mama Riko.

"Sama-sama, Tante. Terima kasih kembali, Tante." ucap Sonya.

"Iya." jawab Mama Riko lagi.

"Baik lah, Pak, Bu. Kalau begitu, saya dan para siswa-siswi semuanya pamit dulu, ya." ucap wali kelas Riko.

"Iya, Bu. Terima kasih sekali lagi atas kunjungannya. Begitu juga dengan kalian semua, terima kasih sudah repot-repot bawa buah-buahan ke sini." jawab Mama Riko.

"Sama-sama, Tante." sahut para siswa-siswi.

Setelah itu, mereka pun pergi meninggalkan tempat itu. Sementara, Luna yang berada di rumahnya saat itu mengalami demam sehingga dirinya tidak masuk sekolah. Suhu tubuhnya tiba-tiba naik malam tadi akibat stres dan kelelahan.

Luna pun akhirnya diberi kompres dengan kain basah di dahinya oleh Bibi Mirna. Demam tinggi yang dialami Luna berlangsung selama tiga hari sehingga Bibi Mirna pun membuatkan surat keterangan sakit dan mengirimnya melalui Pak Yanto untuk diantarkan ke sekolah Luna.

Tiga hari berlalu, Luna pun akhirnya kembali bersekolah. Sesampainya di depan gerbang sekolah, Luna pun keluar dari mobilnya dan berjalan ke kelasnya. Saat berjalan ke kursinya, ia mendengar percakapan dari dua teman sekelasnya.

"Gue sedih banget deh, Kak Riko masih di rawat di Rumah Sakit. Kasian dia. Semoga aja dia cepat sembuh dari penyakitnya, ya?" ucap siswi berikat rambut cepolan.

"Iya, Amin. Gue enggak bisa banget kalo enggak liat Kak Riko sehari aja dari sekolah ini." jawab teman sebelahnya.

"Iya, bener banget." ucapnya lagi.

"Gue berdoa banget, semoga Kak Riko bisa sekolah lagi kayak dulu." jawab temannya lagi.

"Maksud kalian apa?" tanya Luna tiba-tiba.

"Apanya?" jawab salah satu dari mereka berdua.

"Kalian lagi ngomongin siapa?" tanya Luna lagi.

"Kita lagi bahas Kak Riko lah." ucap siswi berikat rambut dua itu.

"Kenapa dengan Kak Riko?" tanya Luna bingung.

"Lo dari mana aja sih, Lun. Kok yang beginian aja enggak tau sih. Kak Riko itu lagi dirawat di Rumah Sakit. Dia kena penyakit tumor yang ganas. Sekarang dia masih koma dan belum sadarkan diri sejak tiga hari yang lalu." jelasnya.

"Rasanya kayak ada yang hilang gitu di sekolah ini kalo enggak ada Kak Riko." sahut teman di sebelahnya.

Mendengar itu semua, kaki dan tubuh Luna seketika lemas. Bibirnya bergetar, hidungnya merah, dan kedua matanya membendung air mata. Luna merasa ingin jatuh ke lantai tetapi dua teman kelas Luna itu pun menahan tubuh Luna agar tidak terjatuh.

Luna mencoba menguatkan dirinya lalu bergegas keluar dari kelasnya tanpa berbicara lagi kepada dua teman kelasnya itu. Luna menuju ruang guru lalu menemui wali kelasnya dengan nafas tidak beraturan akibat berlari sangat kencang. Sesampainya di ruang guru, Luna tidak menemukan wali kelasnya sehingga ia pun meninggalkan tempat itu.

Luna berlari melewati tiap-tiap kelas hingga berhenti di suatu lorong jalan karena kelelahan. Di sana Luna mengatur nafasnya hingga kemudian duduk sebentar. Air mata Luna tiba-tiba saja luruh dengan sangat deras.

Luna menangis sendirian di tempat itu hingga bel masuk terdengar berdentang. Luna pun mengusap air matanya lalu menuju toilet untuk membasuh wajahnya dengan air. Setelah itu, Luna masuk ke kelasnya dengan raut wajah lesu dan diam.

"Lun. Lo enggak apa-apa, kan?" tanya Mita.

"Lo tau nama wali kelas XII MIPA 4 enggak?" tanya Luna.

"Enggak tau. Kenapa memangnya?" jawab Mita dengan raut wajah bingung.

Luna pun tidak menjawab perkataan Mita, kemudian dirinya pun langsung keluar dari kelasnya. Ketika Luna tengah berjalan seorang diri di lorong jalan, Luna bertemu dengan Sonya. Luna pun memberanikan diri untuk memulai percakapan dengan Sonya, "Kak Sonya, ya?" ucap Luna.

"Iya. Siapa ya?" jawab Sonya.

Lihat selengkapnya