Keesokan harinya, Luna sarapan pagi dengan roti dilumuri selai cokelat dan ditemani dengan segelas susu cokelat hangat. Pagi yang begitu sejuk membuat tubuh Luna membutuhkan kehangatan seperti hangatnya pelukan seseorang. Sudah beberapa bulan Luna menjadi teringat dan merindukan orang tuanya yang sibuk bekerja.
"Bi, Papa dan Mama belum ada kabar buat pulang ke rumah ya?" tanya Luna dengan perasaan sedih.
"Iya Non, tuan dan nyonya belum kasih tau kapan akan pulang ke rumah." jawab Bibi Mirna.
Mendengar jawaban Bibi Mirna membuat hati kecil Luna rapuh dan kecewa dengan orang tuanya, "Apa mereka lebih sayang sama pekerjaannya daripada anaknya? Atau apa mereka enggak ingat rumah lagi sampe mereka nyaman di sana?" ucap Luna.
"Sabar Non, pasti mereka bakal pulang kok cuma belum waktunya aja." jawab Bibi Mirna yang mencoba menenangkan Luna.
"Belum waktunya apa, Bi? Mama dan Papa itu enggak pernah ingat waktu kalo udah urusan pekerjaan. Aku benci sama mereka!" ucap Luna sembari meneteskan air mata lalu Luna langsung berlari masuk ke mobilnya.
"Non Luna, Non." panggil Bibi Mirna dengan raut wajah sedih melihat Luna tiba-tiba pergi meninggalkan meja makan.
Bibi Mirna sangat tidak tega melihat Luna sedih dan kesepian tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah beberapa lama di perjalanan, Luna sampai di sekolahnya dan masuk ke dalam kelas dengan ekspresi lesu. Riki yang secara tidak sengaja datang ke sekolah pada waktu yang sama berjalan diam-diam di belakang sambil memperhatikan Luna.
Tidak lama Luna sampai di dalam kelas lalu meletakkan tasnya di kursi. Sedangkan Riki masuk ke dalam kelas dengan berjalan jongkok agar Luna tidak melihatnya. Setelah itu, Luna membuka resleting tasnya dan mengambil selembar kertas yang di gulung.
Luna membawanya keluar kelas dan menempelkannya di majalah dinding sekolah dan dalam waktu yang bersamaan pula Riki meletakkan tasnya di kursi. Setelah Luna selesai menempelkan pengumuman itu, tampak Luna puas dengan hasilnya dan melihat sebentar kertas pengumuman sayembara itu dengan penuh harapan.
Beberapa langkah Luna berjalan pergi, pengumuman sayembara itu sudah ramai dilihat dengan para murid yang berdatangan. Di kelas, Luna duduk di kursinya sambil melamun, tidak lama Mita datang dengan eskpresi bingung, "Lo kenapa bengong sih Lun pagi-pagi gini?" tanya Mita.
"Eh lo Mit, kapan datangnya?" jawab Luna.
"Barusan." jawab Mita.
"Oh, gitu." ucap Luna.
"Eh, lo belum jawab pertanyaan gue tadi. Lo kenapa bengong sih? Apa lo masih keinget sama pacar lo yang udah meninggal itu? tanya Mita lagi.