Keesokan harinya, Luna bangun tidur di pagi hari yang dibasahi hujan lebat sejak malam tadi. Luna merasa enggan untuk mandi, tetapi dirinya akhirnya melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Luna mandi dengan air hangat lalu setelah itu Luna mengenakan seragam sekolahnya. Selesai bersiap-siap, Luna turun ke bawah untuk sarapan pagi tetapi di ruang makan Mama Luna tidak ada.
Luna mengernyitkan alis, tanda dirinya sebenarnya bertanya-tanya tentang keberadaan Mamanya tetapi gengsi yang besar membuat dirinya tidak bersuara sedikit pun. Luna makan di sana dengan diam dan memasang wajah baik-baik saja seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Bibi Mirna hanya melihat Luna dengan eskpresi datar kemudian Bibi Mirna berjalan ke dapur.
Tidak lama Bibi Mirna di dapur, Luna pun menyusulnya untuk mengambil kotak makan. Bibi Mirna menjadi heran, “Biasanya Non Luna selalu menyuruh Bibi Mirna untuk mengambil sesuatu yang dibutuhkan, Tapi, kenapa kali ini Non Luna sedikit berbeda ya? Apa ini cuma kebetulan saja? Ah, lupakan saja lah, ini juga bukan hal yang harus dicurigai." pikir Bibi Mirna.
Setelah Luna melipat roti yang sudah dirinya oles sebelumnya dengan selai cokelat, Luna memasukkan roti itu ke dalam kotak makan. Tanpa berbicara apa-apa kepada Bibi Mirna, Luna langsung berjalan pergi. Bibi Mirna yang menyaksikannya hanya memaklumi tingkah laku Luna dan keadaan yang terjadi.
Setelah itu, Bibi Mirna melanjutkan pekerjaannya lagi dengan membereskan meja makan. Sedangkan Luna yang berada di mobil mulai membuka kotak makannya dan memakan roti itu. Selama di perjalanan, Luna memakan dan menghabiskan dua roti dari lima roti yang ia bawa. Tiga roti yang tersisa akan Luna makan di jam istirahat sekolah nanti, karena Luna sudah merencanakan untuk tidak makan di kantin lagi.
Sejak Papanya meninggal, Luna menjadi gadis yang pendiam, tidak mau bertemu orang banyak, dan banyak melamun. Sikap itu disadari oleh Riki, Mita dan beberapa murid lainnya yang melihat Luna sedikit berbeda dan berubah dari biasanya. Pada saat jam istirahat, Mita masih menoleh ke Luna yang tengah membuka kotak makannya.
Mita melihat kegiatan Luna itu lalu Mita memegang tangan Luna, melihat sikap Mita itu membuat Luna melihat Mita dengan tatapan heran.
"Lepasin tangan lo." ucap Luna.
"Enggak Lun." jawab Mita.
"Lo apa-apan sih? Lepasin tangan lo, gue mau makan." ucap Luna dengan wajah kesal.
"Oke, gue bakalan lepasin tangan gue asal lo makan bareng gue di kantin." jawab Mita.
"Gue enggak mau." jawab Luna.
"Lo kenapa sih Lun? Kok lo tiba-tiba kayak gini?" tanya Mita.
"Gue enggak kenapa-kenapa. Jangan serius jadi orang kenapa sih, santai aja." jawab Luna.
"Lun, gue lagi enggak bercanda ya. Lo sebenarnya kenapa sekarang jadi jarang keluar kelas dan jarang makan di kantin sama gue lagi?" ucap Mita.
"Gue juga lagi enggak bercanda dan gue lagi enggak mood aja." jawab Luna.
"Kalo ini ada hubungannya sama Papa lo, lo bisa cerita-cerita sama gue. Gue pasti bakal semangatin lo lagi kok. Gue mau kok jadi teman curhat lo juga, kapan pun lo mau." ucap Mita.