Mata Luna berbinar-binar dan suaranya bergetar, “Ma, Mama beliin Luna ini?” tanya Luna dengan perasaan terharu.
“Iya sayang, semoga kamu suka ya? Mama tau, kamu pasti bosan banget di rumah sakit.” jawab Mama Luna.
“Ma, ini permainan kesukaan Luna sejak kecil. Luna pasti suka lah sama pemberian Mama ini. Makasih iya Ma?” ucap Luna.
“Iya sayang.” jawab Mama Luna sambil meneteskan air mata bahagia.
Keesokan harinya, Luna sarapan bubur dan buah-buahan dengan disuapi langsung dengan Mamanya. Luna merasa bahagia diperhatikan kembali oleh Mamanya seperti itu sehingga Luna terus memandang Mamanya sambil tersenyum lebar.
“Luna? Kenapa kamu ngelihat Mama begitu sih?” tanya Mama Luna.
“Luna itu senang banget, Mama di sini temanin Luna. Mama urusin Luna, Mama juga jaga Luna di rumah sakit ini terus Mama sekarang ada di dekat Luna.” jawab Luna dengan mata berkaca-kaca.
“Sayang, Mama tahu. Dulu Mama selalu sibuk, enggak pernah lagi kasih perhatian lebih ke kamu apalagi ngurusin kamu. Mama sangat merasa bersalah sama kamu. Mama benar-benar bukan seorang Ibu yang baik untuk kamu Nak.” ucap Mama Luna sambil meneteskan air mata.
“Ma, dulu Luna memang pernah salahin Mama karena Mama selalu urusin kerjaan Mama. Tapi, sekarang Luna udah paham, Mama lakuin itu memang untuk Luna. Kalo aja Mama enggak kerja, mana mungkin Mama bisa bayar biaya perawatan rumah sakit Luna sekarang kan Ma?” jawab Luna.
“Iya sayang.” ucap Mama Luna sambil memeluk Luna sambil menangis.
Di sekolah, Mita yang sendirian duduk di kursinya merasa kesepian karena tidak ada Luna. Riki yang berada di belakang kursi Luna tampak sedang memikirkan Luna dengan selalu melihat ke arah kursi Luna. “Rik, lo duduk di kursi Luna aja. Gue enggak enak banget duduk sendirian begini.” pinta Mita.
“Enak aja lo suruh Riki pindah tempat duduk. Gue kan sebangku sama Riki, gue enggak mau lah duduk sendirian.” sanggah Edo.
“Yee! Enggak mau ngalah banget sih lo jadi cowok.” ucap Mita.