Bola mata Riki berbinar dan hampir meneteskan air mata tetapi dirinya mencoba kuat di depan Luna. Di dalam hatinya, Riki jauh sudah pernah merasakan semua yang sedang di alami Luna. Hanya saja, Riki ingin terlihat tegar.
“Oke! Gue minta maaf banget Lun. Bisakan lo maafin gue kali ini? Gue cuma enggak mau kita berantem sekarang. Ini rumah sakit dan Mama lo lagi koma Lun. Jadi gue harap lo bisa kasih gue kesempatan buat maafin gue. Gue di sini cuma mau jadi support system lo.” ucap Riki dengan wajah penuh penyesalan.
“Oke fine! Gue enggak akan ngajak berantem kayak gini. Tapi gue cuma minta sama lo Rik, jangan buat gue marah di saat kondisi kayak gini. Gue pengen lo bisa lebih ngerti keadaan gue.” jawab Luna.
“Iya Lun, gue minta maaf ya. Gue janji, gue bakal terus semangatin lo dan terus berada di samping lo. Gue kan pacar lo, masa iya enggak bareng sama lo di saat suka maupun duka Lun.” ucap Riki.
“Makasih ya Rik, gue lega dengernya.” jawab Luna sambil tersenyum kecil bersama mata sayunya.
“Iya, sama-sama sayang.” ucap Riki sembari memeluk Luna dengan hangat.
“Lun, sekarang lo makan ya? Gue beliin dulu makanannya di kantin, lo tunggu di sini ya?” ucap Riki.
“Enggak Rik, gue enggak laper. Gue mau jagain Mama aja, gue enggak bisa makan kalau Mama aja enggak makan yang entah sampai kapan.” jawab Luna.
“Lun, ayolah. Lo jangan mulai lagi. Gue enggak mau lo entar sakit lagi. Lihat aja sekarang wajah lo, udah pucat begini.” ucap Riki.
“Gue enggak apa-apa Rik, beneran.” jawab Luna dengan nada suara lemah.
“Tapi gue yang jadinya enggak tega liat lo entar sakit Lun, gue enggak mau lo jatuh sakit.” ucap Riki lagi.
“Tapi Rik?” jawab Luna yang belum terselesaikan hingga tiba-tiba Luna pingsan.