Karena Umur

Kinanthi (Nanik W)
Chapter #11

#11

11

Lelaki itu tersenyum teringat pendapat Maya, bahwa sebaiknya pacarnya itu mengumumkan hibah seluruh hartanya ke mana gitu. Ke panti atau apalah. Dengan demikian, dapat dipastikan pelaku revolusi perilaku bakal mundur serentak. Ide yang lucu dan sebetulnya telah dilakukan, hanya saja akan ada revisi ketika menikah, tanpa menyebutkan menikah dengan siapa. Toh sesungguhnya semua orang pun tahu, bahwa kini pacarnya itu tengah memperjuangkan dirinya.

Yang mengherankan berikutnya, mengapa Maya sedemikian gigih membelanya? Akan tetapi, akhirnya ia dapat memaklumi, bahwa ulah Maya tersebut karena mereka sesama perempuan yang telah berumur pula, sehingga ia dapat mendeteksi bahkan mentransfer derita pacarnya itu, seolah dirinyalah penderita bulying alias perundungan itu.

Dapatkah ulah semacam revolusi sosial tersebut dianggap perundungan? Segala ulah yang menyebabkan orang merasa tertekan secara psikhis dapat disebut bullying atau perundungan. Betulkah ia merasa tertekan? Apa yang membuatnya marah? Tentu informasi yang tersebar, apa bunyinya, sehingga sanggup membuat massa seolah dikerahkan sedemikian rupa? Jadi, sasaran kemarahan memang para pemberi informasi.

Kembali kepada pendapat Maya, gumam lelaki itu. Malam telah berlalu digantikan dini hari. Dinginnya sesekali terasakan menusuk kulit. Maka, ia pun pindah masuk ke dalam karena masih ada beberapa kursi kosong.

“Ia tidak punya nyali menerima tantanganmu untuk memperjuangkannya jika ia tidak memiliki harta. Itu karena ia merasa tua.”

“Betulkah segitunya? Padahal aku suka dirinya karena kesederhanaannya,” jawabnya ketika itu. Maya pun spontan menatapnya.

“Sungguhkah?” matanya yang mulai mengantuk terlihat nyata.

“Sungguhlah,”jawab Dicky sambil menjentikkan abu rokoknya.

“Dulu, aku tertarik kepadanya, sebagai tentor di sebuah lembaga bimbingan belajar yang kuikuti. Ia tampak menarik walaupun semua yang dikenakannya serba sederhana, dari ujung rambut sampai ujung kaki, tak satupun barang bermerk. Ia pun tampak ceria dan tidak sok tua, bahkan semula kukira umurnya masih sekitar tiga puluhanlah. Badannya yang mungil untuk ukuran tubuhku pun membuatku berani mencintainya. Ternyata, gayung bersambut. Ia menjaga jarak karena aku dianggapnya masih di bawah umur. Masih SMA kelas XI. Ketika aku dekat dengan teman wanita, ia pun meninggalkan aku. Ia menikah begitu saja, tanpa pesta dan tanpa undangan tentunya.”

“Berapa kali ia menanggapi lelaki jauh lebih muda?”tanya Maya.

“Kalau lebih muda sih, beberapa kali, mungkin. Bukankah ia memang tampak muda, sintal, dan sensual. Sexy gitu, kesan yang ditimbulkan dari gerak, sikap, dan tawanya. Nggak pemarah dan nggak sok tentor pula. Tapi, yang jauh lebih muda hanya aku sih.”

Lihat selengkapnya