18
“Sambil kucari-cari akar masalahnyalah. Mengapa ia selingkuh? Kalau aku terindikasi salah, masih bisalah muncul untuk dibayangkan. Tapi kalau aku nggak ada salah-salahnya, mutlak si pacarlah yang salah seratus persen, tentu nggak bisa muncul dalam bayangan. Maka, terpaksa deh, bergegas makan cabai sampai keringatan. Hehehe.”
“Lalu bagaimana libido pascamenopause?”lelaki itu bertanya ingin tahu.
”Pengalaman orang berbeda-beda bergantung suasana cintanya mungkin ya. Yang udah menikah puluhan tahun dengan yang baru beberapa tahun, samakah? Demikian pula menikah karena ada cinta maupun menikah terpaksa, samakah? Bagaimana libido yang kurasakan? Tetap sama. Pada siklus tertentu sama dengan periode masih subur dulu, tetap ada gairah yang memuncak. Bedanya, nggak ada menstruasi.”
“Wah, harus hati-hati ini. Ngeri juga aku kalau saat itu aku sedang bersama Kamu. Bisa-bisa Kamu lupa aku pacar orang,”goda lelaki itu tertawa.
“Aku yang harus waras dan menghindari Kamu,”sahut Maya sambil tertawa.
”Tapi, kukira semua wanita tetap main hati ya. Jadi, tetap saja nggak bisa menggunakan Kamu untuk pemuas. Itu karena Kamu pacar orang. Jadi ada sekat yang bikin nggak nyaman kalau sama milik orang.”
“Kalau lagi nggak masa subur, sesungguhnya adem anteng juga?”
“Sesungguhnya iya sih. Tapi ada yang sanggup menjadi hipokrit demi apa? Demi agar segera dinikahi, demi uang belanja, demi mempertahankan rumah tangga. Tapi, kalau saat adem begitu, sebaiknya suaminya yang agresif sih menurutku.”
“Tapi kalau wanitanya cinta sama suaminya, May. Subur tidaknya, tentu suka saja menjadi agresif kepada suami,”sahut si lelaki.
“Kecuali kalau lagi cemburu. Ngambeknya bisa berhari-hari,”sahut Maya.
“Lelaki sih enak ya. Kalau nggak dipakai, dianggurin, begitu penuh bisa mimpi basah. Wanita nggak begitu.”
“Kecuali kalau ada sukarelawan, May. Tapi nggak mudah mencari sukarelawan di bumi patriarki. Meskipun nggak sulit juga sih mencari gratisan.”
“Dengan berkedok bakal bermasa depan cerah? Seperti wanita berdandan pria, demi bisa meraup uang ratusan juta? Hehehe. Kasihan juga wanita patriarki ya.”
“Memang harus segera ada revisi tentang kriteria suami,”lanjut si lelaki,”Agar nggak mudah tertipu lagi. Kasihan juga sih. Begitu dipameri masa depan cerah, langsung percaya. Padahal belum tentu yang dikatakan itu benar.”
“Kalaupun benar. Siapa juga yang mau diburu karena dianggap sebagai calon mesin ATM ganteng atau cantik yang fungsinya untuk dipamerkan. Manusia kan juga ingin merasakan dicintai dan mencintai dengan ketulusan. Bukan sekadar dimanfaatkan berkedok cinta dan pernikahan.”
“Lagipula, mengapa harus mencari lelaki yang dianggapnya lebih tinggi gengsinya dari dirinya. Harus yang lebih pintar mencari uang daripada dirinya. Padahal, sudah tahu bahwa secara kognitif, kemampuan lelaki dan perempuan itu sama saja.” lanjut lelaki itu.
“Itu karena lelaki patriarki juga menuntut dihargai sih. Belum mau menerima kesetaraan gender,”sanggah Maya.
“Bagimana maksudnya?”