Karena Umur

Kinanthi (Nanik W)
Chapter #19

#19

                  19


“EGP. Kalau mau ikutan, silakan ikutan mengirimkan ramalan-ramalan ngawur. Tapi, aku redaksinya, jadi ramalan mereka yang menjelekkan zodiacku, kuganti kalimatnya menjadi yang baik-baik saja. Hehehe.”

“Namanya juga remaja.”

“Tapi, kita kan senang aja mendengar kritik orang lain terhadap kelakuan kita yang dianggap jelek, untuk bahan introspeksi. Asalkan, jangan difitnah. Itu yang menyulut emosi pacarku. Hehehe.”

“Iya juga sih. Tapi, kan memang ramalan dan berlaku untuk semua orang. Belum tentu yang dirasa sebagai fitnah itu untuknya. Mungkin orang lain benar adanya begitu itu ulahnya dalam periode tertentu. Lagipula yang didengarkan tentang aspek karakter saja kan? Ada yang dalam minggu itu zodiacnya dianggap selingkuh padahal tidak, lalu ia emosi? Hehehe. Kapan aku selingkuh? Padahal, orang lain dalam zodiac samalah yang selingkuh, bukan dirinya. Lalu emosi merasa kena fitnah. Yang didengarkan juga cuma pembahasan, setia atau selingkuhkah dia? Kangenkah dia? Hehehe. Hanya itu sih. Hehehe. Yang pasti memang harus fokus kepada niat semula. Biar saja para siluman menggoda, mengganggu, memfitnah demi bisa makan malam gulai tubuh Biksu Tong dan Soen Go Kong, khafilah tetap berlalu. Toh masih banyak yang netral, bahkan mendukung hubungan Kalian, seperti aku nih,”jawab Maya,

“Lagipula, no body’s perfect. Nggak usah dibuat sedih. Siluman itu pun tidak perferct.

“Bisa-bisanya mengatai orang sebagai siluman?” lelaki itu pun tertawa.

“Bukankah Kalian berdua itu memang tengah berjuang untuk bersatu mencari ketenangan hidup, menjalani reinkarnasi bagi yang percaya, untuk menua bersama dalam suka duka? Lalu, para pelaku revolusi perilaku itu dianggap apa kalau bukan dianalogikan dengan siluman-siluman pengganggu upaya Biksu Tong dan Soen Go Kong untuk mencari kitab suci? Kadar kesaktian para siluman memang bermacam-macam, kan? Ada yang nggak sakti, sakti, dan sakti banget. Maka, dihadapi sambil tertawa sajalah. Anggap saja angin lalu.”

 

***



Lelaki itu kembali terkenang perjalanannya bersama Maya ketika keduanya melakukan perjalanan menaiki MRT dari Bundaran HI ke Lebak Bulus kemudian kembali ke Bundaran HI lagi.

“Perjalanan MRT dari Bundaran HI menuju Lebak Bulus melewati enam stasiun bawah tanah lho,”kata Maya sambil membaca tulisan yang tertera di sebuah stasiun. Keduanya bergegas menuju kereta dan dingin AC terasa menyejukkan di siang yang panas itu.

“Hm…mewah juga, nggak kalah dengan di luar negeri nih, di negara yang telah memiliki stasiun bawah tanah,”lanjutnya lagi ketika lelaki itu tidak segera menjawab.

“Ow ya, pantas saja terasa gelap. Kukira mendung,”jawabnya terkesan melucu. Itu karena ia pun telah mencoba menaiki MRT sebelum bertemu dengan Maya.

“Bagaimana perasaanmu, May?”tanyanya sambil menoleh sekilas ke arah Maya. Maya yang tengah memotret sekitarnya pun terkejut.

“Perasaan apa?” jawabnya sambil kembali melakukan selfi.

“Perasaan ketika duduk berdua di dalam kereta api bawah tanah bersamaku.”

“Biasa saja,”jawab Maya sambil tetap memegang ponselnya seolah memotret suasana di dalam kereta yang saat itu tidak penuh karena bukan jam kerja dan bukan hari libur pula.

“Bukankah aku pun termasuk seleramu banget?”pancingnya dengan suara datar, karena ia pun tidak berusaha memancing gairah Maya.

“Hm… ketika jauh di dasar hatiku, aku menyadari bahkan dapat menebak, di hatimu telah ada orang lain, Kaukira aku akan membiarkan perasaanku berkembang leluasa?” jawab Maya sambil menutup ponselnya.

“Tidak semudah itu, bukan?” ia pun menatap lelaki itu sekilas sebelum mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

“Mengapa tidak mudah?” lelaki itu bertanya tanpa memandang ke arah Maya.

“Karena aku nggak ingin Kauperlakukan sebagai alat pemuas,”jawabnya.

“Bukankah yang mengatakan bahwa sesungguhnya aku seleramu banget, itu Kamu? Mengapa Kamu menganggap kalau melepaskan gairahmu kepadaku itu sebagai alat pemuas? Seharusnya aku yang beranggapan demikian.” sanggahnya.

“Tapi di hatimu ada orang lain. Maka, aku tak bisa dan aku merasa aman dan nyaman. Tahu nggak, sesungguhnya aku tak pernah bisa menikmati kemesraan dari hubungan tanpa status,” jawab Maya bersungguh-sungguh.

“Pengaruh tradisikah?”tanya lelaki itu kembali memecah kesunyian.

Lihat selengkapnya