Karena Umur

Kinanthi (Nanik W)
Chapter #23

#23

 

23

Ben tiba-tiba terkenang kepada Nurita bersamaan dengan kenangan percakapannya dengan Maya. Keduanya wanita yang baik dan bisa berteman dengan baik. Ia mengenal Nurita di kampus. Ia terkesan sebagai gadis yang percaya diri dan memang layak merasa demikian. Saya tariknya sanggup membuat kaum lelaki menoleh ke arahnya barang sedetik dua detik karena fisiknya memiliki tinggi yang menjulang bagi wilayah yang tengah memerangi stunting. Ia memang tergolong tinggi dan layak meraih prestasi dari bidang kinestetik sama dengan dirinya. 

Sebagai lelaki yang tiba-tiba ditinggal menikah oleh orang yang dicintai, Ben merasa terhibur dengan keberadaan Nurita di kampusnya meskipun hanya sebatas itu karena baginya terlalu banyak gap antara mereka berdua. Sesungguhnya Ben pun tidak dapat menjawab secara pasti, upayanya berpindah jurusan dan kampus dengan harapan dapat lebih cepat memperoleh pekerjaan bergaji tinggi setelah lolos sebagai penerima beasiswa impiannya, itu demi meraih hati Nurita ataukah demi kecemasan wanita yang dicintainya itu akan berkeliling dunia dengan mantan-mantannya? 

Akan tetapi, kelebat Nurita yang sejak awal telah menampakkan gap yang tidak dapat dianggap ringan, tidak akan berdampak jika ia tidak tengah sakit hati kepada seseorang. Ya, ia merasa terperangkap perasaan cinta dan benci kepadanya. Perasaan yang mau tak membuatnya dilanda kecemasan yang tak mendasar. Maka, bisakah Nurita dianggap sebagai alasan juga kalau ia akan menemui masalah yg tidak lebih ringan dari wanita masa lalunya?

Wanita itu memang membuatnya kecewa dan kesal karena meninggalkanya. Ia memang berulah yang membuat si wanita itu cemburu tapi ulah tersebut pun berasal dari kecemburuannya terhadap kehadiran beberapa pekerja baru di tempat kerja wanita itu, wanita yang disebutnya sebagai pacarnya itu, lelaki lebih dari satu dan berlatar prestasi kinestetik pula sama dengan dirinya.

Kecemasan yang membuatnya berakting mesra dengan seorang teman sekolah nya yang berujung wanita itu menikah begitu saja. Alasannya bahwa ia merasa lebih tua tentu tidak berterima di negeri patriarki yg masih menganggap kemapanan adalah harga mati. Sungguh sangat disayangkan dan ia sesungguhnya tidak percaya tapi apalah daya selain membuktikannya kejujurannya yang tentunya perlu waktu? 

Ada satu sikap yang membuatnya sulit melupakan yaitu ketika ibunya meninggal dunia. Sebagai wanita yang hidup di bumi patriarki dengan kemapanan sebagai ukuran ditambah dengan umur yang merupakan harga mati, hal yang wajar jika wanita tersebut menyampaikan ikut berduka cita dengan basa-basi menanyakan bagaimana kondisi ayahnya dan saudara2 lelakinya? Akan tetapi, ia tidak menanyakan hal itu. Ia hanya menanyakan kondisi adiknya yg dijawabnya lagi sakit sepeninggal ibunya.

Sebagai lelaki yang masih remaja, ia merasa dijaga perasaannya, bahwa ia yg telah menunjukkan effort terhadapnya tentu akan sangat terluka jika wanita itu menanyakan pula kondisi kaum lelaki keluarganya yang lebih tua. Itulah yang membuatnya merasa terikat dan sulit lupa di samping rasa kesal ketika terlanda cemburu lalu menikah tiba-tiba. Ulah yg tak jauh bedanya dengan isi cerpennya, tentang wanita yang jahil dan lancang membuka ponsel suaminya lalu dengan seenaknya menyuruh suaminya menikahi wanita lebih muda itu agar bisa punya anak. Endingnya pun menjengkelkan karena si lelaki mengatakan mengapa mengajak pisah? Ingin bebas tanpa suami? Ingin jalan-jalan dengan mantan-mntanmu? 

Ia sangat kesal. Kekesalan yang menyesak dan menyentak tapi tak bisa menepis rasa simpatinya terhadapnya berkenaan dg pilihan kata saat menyatakan bela sungkawa dulu itu. Pilihan kata yang membuatnya merasa effortnya dihargai meskipun saat itu ia lebih muda dan belum mapan. Tapi ia tetap bisa menghargainya sbg lelaki yg harus dihargai perasaannya.

Tapi mengapa ending cerpennya begitu menjengkelkan? Mengapa saat dirinya terikat kepadanya, banyak wanita muda yang menganggapnya cinta kepadanya karena kemapanan wanita itu? Itulah yg membuatnya sakit hati kepada para pencuriga itu, termasuk kepada Nurita yang tiba-tiba saja berusaha menaklukkannya padahal awal bertemu sebagai teman sekelas di kampus, sikapnya biasa saja?

Nurita yang akhirnya ikutan menggodanya dan seolah menganggapnya mencintai si wanita tua karena uangnya. Kecurigaan yang tidak berhenti sampai di situ. Nurita pun mendapat pekerjaan bergaji besar yang dianggap potensial menaklukkannya jika cintanya kepada si wanita tua itu semata demi uang.

Hm... Betulkah aku mencintai uang? Uang memang bukan segalanya meskipun segalanya memerlukan uang. Tapi tidak segitunya juga demi uang aku harus menjual cinta seperti harapan Wanda terhadap Keenan. Lagipula ada kesan Nurita sangat dominan lalu aku akan memburunya demi uangnya? Dijadikan apa aku dalam ikatan pernikahan kelak? Tapi sikap Nurita dari hari ke hari memang stagnan dan seolah ingin menyeretku masuk ke dalam pusarannya.

Bahwa wanita yang kukatakan sebagai pacarku itu pernah membuat sakit hatiku dan tidak hanya sekali membuatku ingin lari darinya, itu hal yang tak bisa disangkal dan masih wajar. Tapi, aku juga tidak segitunya membiarkan diriku terperangkap permainan Nurita dan kroninya demi membenarkan hipotesisnya tentang diriku yang berbunyi "Jika ada uang dan kemapanan maka Ben akan bertekuk lutut". Hm ... senaif itukah diriku sebagai lelaki?

Kalaupun ada lelaki yang terseret arus mengikuti jalan hidup wanita, biasanya bukan demi uang tapi demi hal lainnya misalnya anak atau restu orangtua. Tapi ulah Nurita bersama kroninya tampak lain. Mereka dengan mudahnya memamerkan harta seolah aku dianggap akan dengan mudah melakukan effort seperti yg kulakukan terhadap wanitaku itu. Wanita yang memang membuatku mencintai sekaligus meragukannya. Ben kembali berdialog dengan hatinya ketika terkenang Nurita. Hm...aku tahu Nurita tidak sejauh itu mencintai aku. Ia santai saja kalau aku mau okelah enggak juga gak apa. Namun, ketika menjadi bahan dugaan bahwa aku matrekah, aku tentu harus berjuang menunjukkan bahwa aku tidak demikian.

Bahwa aku mengagumi memang benar adanya tapi untuk mencintai tentu memerlukan banyak energi dan energiku bisa habis karenanya. Dalam hal ini cintaku kembali kepada wanitaku. Cinta yang sulit tergoyahkan terlebih ia pun berjuang meyakinkan bahwa ia tidak senaif tokoh cerpennya. Cinta yang misterius yang membuat Maya percaya adanya reinkarnasi.

"Kalian mungkin telah hidup ratusan tahun yang lalu dg memendam rasa penasaran ingin bersatu. Rasa itu membuat kalian belum ikhlas meninggalkan bumi. Kalian pun berjuang untuk kembali di abad yang sama tapi lupa menyebutkan tahunnya. Akhirnya ketemu juga dalam abad sama tapi tahun kelahiran berbeda. Hehehe." Keduanya pun terbahak membayangkan kelucuan itu. Memohon bertemu lagi di bumi di abad sama tapi lupa menyebutkan tahunnya.

"Jadilah, Kalian bertemu lagi dan menemui konflik lagi. Lagi lagi konflik tapi kami penonton bisa berbuat apa? Untuk lahir jodoh dan mati penonton memang seolah dilarang berkomentar. Itu hak prerogatif Tuhan. Penonton baru boleh berkomentar boleh memberi saran ketika perahu sudah ditengah lautan. Mau lurus mau aman dari badai selamanya dg cara curang dengan privilege para kroni iblis dan manusia, itu terserah. Toh semesta ada kalkulator ajaib."

"Tapi Dick. Kamu selalu mengatakan punya pacar tuh, belum tentu ingin diberi solusi,"kata Maya saat itu,"Bisa jadi, Kamu malah sangat hati-hati. Kamu cemas si cwek baper padahal Kamu belum baper. Jauh di dasar hatimu, egomu bisa saja memang ingin melakukan lem biru terhadap pacarmu yang telah berkhianat karena menikah apapun alasannya. Tapi, Kamu selain belum menemukan ketulusan, Kamu memang selalu berhati-hati dalam setiap langkah."

"Itu kan prasangka burukmu. Bagaimana dengan prasangka baikmu?"

"Prasangka baik untukmu, Kamu memang benar-benar mencari teman curhat seperti aku yang nggak kebaperan dan malah mencarikan solusi untuk perbaikan hubungan Kalian."

"Tapi sesekali Kamu jahil nggak sih? Andaikan aku kebaperan, apa yang Kaulakukan."

"Sesuai kebutuhannya kita,"jawab Ben santai.

"Bisakah dianggap Kamu tidak setia?"

"Tapi ia menikah, padahal aku cuma membalas dengan mencari gebetan-gebetan."

"Bagaimana jika si gebetan kebaperan?"

"Aku kan bisa berdalih toh aku sudah katakan punya pacar. Aku pun bisa katakan belum sanggup kerja sesuai ijazah yang membuat mereka banggakan."

"Bagaimana jika Kamu yang kebaperan?"

Lihat selengkapnya