Pada matahari senja dibenamkan asa yang menjadikannya hidup, biarkan ia gelap dan hilang menghitam hingga tak lagi tampak. Seperti matahari ia tidak selalu bersinar, ada saatnya untuk tenggelam dan hilang.
Yang menjadikannya asa terkadang asu, yang menjadikan hidup terkadang hanya serpihan yang mati. Asa, hidup lalu mati. Menggapai asa hanya untuk orang-orang yang punya hidup tidak untuk mati, walau kematian punya semua yang hidup.
Tari sadar sejak ia paham dengan penyakitnya, ia bisa mati kapan saja. Bahkan cerita untuk sampai pada umurnya saat ini hanyalah dongeng belaka. Beruntung. Kata tersebut kerap menjadi kata-kata ajaib setiap orang yang bertemu dan mengetahui kisahnya. Ia juga sadar bahwa tidak bisa mengharapkan hidup, kematian akan selalu tiba pada waktunya.
Namun jika nafas masih berhembus dan nadinya belum henti maka ia akan tetap hidup, lalu apa yang dapat membuatnya tetap hidup, dunia modeling. Tak pernah terpikir olehnya untuk henti menjadi model, berhenti artinya mati. Namun karena keadaan menjadi hal lain dan berhenti menjadi pilihannya saat ini.
Tari mendatangi pengacara keluarga yang mengurus segala hal tentang keluarganya. Terkejut dengan kedatangan Tari yang tiba-tiba seolah masalah besar menghampirinya, tak membutuhkan waktu lama untuk menjelaskan maksud kedatangannya dengan segera meniyakan semu yang Tari butuhkan.
“Enggak ada alasan lain?”
“Enggak ada Om itu aja.”
“Kamu serius kan enggak main-main?”
“Saya serius Om.”
“Ini besar loh yang harus kamu bayar.”
“Enggak nanti aja, membuatkan kamu tanpa job lalu dua tahum selesai beres deh kamu enggak usah bayar apa-apa.”
“Kalau gitu saya licik, saya ngebiarin dia enggak dapet uang."
“Ya Om sih saran aja.”
“Ya Om sih saran aja, kalau enggak juga enggak masalah.”
“Kamu sehat kan?”
“Sehat Om.”
“Ayah kamu?”
“Semua sehat Om.”
***
Feni tak menyangka bahwa kolaborasi tiga modelnya sekaligus adalah proyek terakhirnya bersama Tari. Tidak ada ada sebab dari Tari melalui pengacaranya ia memutuskan hubungan kontrak secara sepihak. Perjanjian yang mereka buat dan masih berlangsung hingga dua tahun berikutnya ia batalkan dan menerima konsekuensi pembayaran denda yang telah disepakati.
Lebih gilanya Tari mau membayar denda bahkan ia melebihkannya, saat tiba surat pemutusan kontrak saat itu pula uang tersebut cair. Feni yang tiba-tiba didatangi pengacara Tari secara mendadak, ia punsangat terkejut dibuatnya, Feni bahkan sulit untuk bernafas, seperti udara menghalangi jalan untuk masuk ke dalam tubuhnya, ia berupaya untuk berpikir apa yang sedang terjadi pun tidak bisa.
“Tari baik-baik saja, dia hanya menyuruh memberikan ini pada kamu.”
Ucap laki-laki setengah baya dengan rambut yang menipis, hampir habis. Pengacara keluarga yang mengatur kontraknya dengan Feni, bahkan pada manager, agensi lain sebelum hadirnya Feni. Om Darwin Sipayung, Tari menyebutnya saat pertama kali memperkenalkan pada Feni. Ia pun tidak asing dengan wajah pengacara tersebut.
Pihak pengacara hanya bicara itu saja, saat Feni menanyakan bagaimana keadaan Tari. Lalu dalam surat pernyataan tersebut hanya tertulis karena akan berhenti sebagai model dan tidak perlu lagi menggunakan jasanya. Tari sama sekali tidak pernah membicarakan dirinya untuk berhenti menjadi model dalam waktu dekat atau bahkan jangka panjang.
“Ya Tari cuman bilang itu saja dia enggak bilang apa-apa, dia mau berhenti menjadi model.”
Feni bersikukuh bahwa ada masalah lebih dari sekedar berhanti pada pekerjaanya menjadi model, ia mengenal Tari bertahun-tahun, Tari memiliki sejuta ambisi untuk tetap menjadi model dan alasan behenti tidak masuk akal. Pengacara tidak menjelaskan mengenai penyakit Tari, ia baik-baik saja dan hukan itu penyebabnya, Feni sama sekali tidak mendapakan jwaban yang membuatnya puas atas berhenti modelnya itu.
“Ya bukan karena penyakitnya juga, dia baik-baik saja. Dia benar-benar mau berhenti karena mau berhenti.”
Feni sama sekali tidak mendapat jawaban yang bisa masuk ke logikanya atas pemberhentiannya menjadikan manager sekaligus menjadi asisten pribadi. Tari sudah menjalankan semua kontrak foto, modeling, dan juga menjalankan kewajibannya dengan membayar sesuai kesepakatan bahkan membayar lebih. Tidak ada cara untuk menolak penandatangan pemutusan kontrak, ya kalau sudah tidak mau bagimana lagi ia pun tidak bisa memaksa.
Setelah ia menandatangani surat pemutusan kontrak tersebut, saat itu pula pak Darwin pun pergi. Feni tidak senang melihat saldo pada rekeningnya menjadi berlipat, tidak senang juga pada keputusan yang tiba-tiba ini, tidak senang juga pada sikap Tari yang tidak memberitahukan hal ini padanya sebelum surat tersebut dilayangkan.
Apa yang sebenarnya terjadi, apa yang salah darinya sampai Tari memutuskan untuk tidak bersamanya lagi. Terkahir minggu lalu saat pemotretan untuk majalah fashion dengan kedua model yang berada di bawah naungan managementnya. Tari bersikap biasa saja, ia bahkan ketawa-ketawa, tidak menjauh dan ikut dalam perbincangan sampai akhir pemotretan bahkan ikut sampai final pemilihan foto yang akan masuk ke majalah. Tari mengantarnya sampai rumah, tidak ada sedikit pun hal yang menyiratkan pemberhentian ini.