Karena X

Selvi Diana Paramitha
Chapter #14

Makan malam #14

Pada sebuah perjalanan panjang disertai makna, sebuah keraguan kerap kali hadir. Ada banyak cita dan harapan, ada banyak kesempatan namun tidak dengan keberuntungan. Dalam kesuksesan manakah yang lebih duluan untuk hadir kesempatan atau keberuntungan, jika hadir secara bersamaan maka lebih dari kesuksesan dalam sebuah pencapaian.

Selama bertahun-tahun tidak ada yang paling ia tunggu selain kontrak kerja. Pekerjaan demi pekerjaan untuk melupakan sebuah kematian, walau kematian akan selalu hadir pada semua jiwa yang hidup. Lalu sekarang apalagi yang ia tunggu selain, kematian.

Hadi tanpa permisi masuk ke kamarnya, sudah berhari-hari mereka tidak bertemu. Tari hafal dengan gerakan cepat membuka pintunya ia pun beranjak dari ranjangnya dan bersiap beryemu dengan bang Hadi.

“Abaaang.” Kakak adik saling merengkuh, mereka tidak ingat dengan umur dan berat badan mereka, pelukan dengan gaya berputar akan selalu menjadi ritual diantara mereka.

“Bawa oleh-oleh apa buat Abang?”

“Tuh ada satu tas di depan udah ku namai, karena yang satu lagi buat mas Dio ada baju anak-anak. Ada makanan, baju batik buat Abang.”

“Abang enggak mau yang itu.”

Suaranya berubah nada, Hadi duduk pada sebuah sofa yang berada di dekat jendela kamar Tari. Lalu Tari mengikutinya, duduklah mereka bersebelahan. Hadi baru saja pulang dari luar kota ia datang tidak bersama istrinya yang masih bekerja. 

Mendengar adiknya sudah pulang ia pun datang menemui Tari, adiknya. Hadi tidak menyangka bahwa adiknya pergi bersama Arifin, namun Ayah dan Ibu mengizinkan tanpa meminta pendapatnya atau pun pendapat Dio. Tari sudah dewasa, sangat dewasa untuk apa meminta pendapatnya dengan izin ayah dan ibu saja sudah bagus,.pikir Hadi.

“Apa dong,?”

“Oleh-oleh cerita.”

“Ah Abang … Abang dong yang cerita baru dapet tender baru.”

“Biasa enggak ada yang spesial, gitu aja oekerjaan, kamu dong yang baru jalan-jalan saman mantan.”

“Arifin yaaa gitu aja.”

“Arifin masih marah sama abang?”

Pembicaraan berubah Hadi bertanya tentang Arifin. Hubungan Hadi dengan Arifin yang merupakan teman sekelas saat SMA, tidak begitu dekat namun mereka tidak pernah bersinggungan. Sedangkan Tari merupakan adik kelas mereka saat SMA, tapi Tari sudah berpacaran dengan Arifin sejak masa SMP.

Tari menjaga jarak dengan Hadi saat di sekolah, orang yang ia kenal saat belum mengenal orang lain sekalin kedua orangtuanya tentunya ayah dan ibu yang merupakan dokter dan susternya. Lebih terdengar hubungannya dengan Arifin ketimbang pertemannya yang berujung keluarga dengan Hadi.

“Hahaha malahan enggak sempat nanya, tapi akhirnya dia tahu hubungan kita tuh apa.”

“Hubungan kita apa?”

“Hubungan kita kakak adik kan?”

“Tapi enggak sedarah Tar. Kalau ayah enggak angkat kamu jadi anak kita enggak akan kakak adik selamanya.”

“Tapi kita udah kenal dari kecil.”

“Kalau kita kenal dari umur belasan, ya minimal waktu kita satu sekolah apa akan sama?”

“Bang jangan mulai lagi, kita udah satu keluarga dan kamu bisa jagain aku sampai kapan pun.”

“Tar sekarang lihat abang udah nikah tetap belum punya anak.”

“Belum aja.”

“Enggak gitu, jadi kamu nyuruh abang nikah sama orang lain agar punya keturunan, salah besar.”

“Bang nikah tuh bukan karena aku, abang enggak bisa nyalahin aku kayak gini.”

“Kenyataanya abang nikah karena kamu, dan kamu pikir dengan abang nikah sekarang abang bahagia? Enggak Tari!”

Air mata tak terasa keluar, ia mengalir begitu saja. Menyadari hubungannya dengan Hadi bukanlah kakak adik sungguhan, ia hanya seorang anak angkat dari ayahnya menjadikannya dan adik dengan terpaksa. Lalu bukankah hubungan kakak adik tanpa batas, dalam sebuah keluarga membuat rasa saling memiliki yang lain, seutuhnya.

“Maaf. Maaf kalau abang enggak bahagia, tapi abang kalau sama aku akan bahagia? Aku akan bahagia?”

“Sori, sori … Abang cuman … cuman.”

“Cuman jealeus sama Arifin?”

Hadi menganggukan kepalanya. Kemudian ia menundukan kepalanya menatap ubin sambil memegang bagian belakang kepala. Tari berdiri tepat di depan Hadi, mengikat rambutnya dengan karet gelang yang sama saat ia dan Arifin makan bebek. Lalu menunggu Hadi untuk siap mendengarkan.

“Bang, kita enggak pernah punya hubungan apa-apa diluar kakak adik ini, kita enggak eornah pacaran sebelum ini.”

Lihat selengkapnya