Karena X

Selvi Diana Paramitha
Chapter #16

Malam kedua #16

Halo matahari yang bersinar terang, ia tidak malu-malu untuk menampakan diri tidak juga permisi padamu untuk yang bangunnya siang. Di sini tidak akan ada yang membangunkan mu karena kamu seorang tamu, mereka akan segan bahkan untuk mengintip kamar mu pun tidak akan dilakukannya. 

Hai Tari tidak seperti matahari yang terbit lebih pagi, sedangkan kamu untuk membuka mata saja penuh keraguan. Kamu sedang berada di rumah orang lain yang tak lain adalah mantan pacar mu sendiri. Berada di rumah laki-laki yang bukan siapa-siapa. 

Tari kemudian pergi ke kamar kecil yang berada di ruangan yang sama, kamar tersebut memiliki kamar mandi pribadi dan juga teras kecil yang terdapat dua kursi dan satu meja kecil, dengan hiasan bunga anggrek. Suara air terdengar hingga keluar, dan mam, ibunya Arifin memanggilnya untuk segera makan pagi.

Sejak semalam ibunya Arifin tidak mau lagi dipanggil dengan sebutan tante, lalu menyuruh Tari memanggilnya dengan sebutan ‘mam’, Tari segera bergegas dari kamar mandi setekah mencuci muka dan sikat gigi, ia menyemprotkan body spray ke tubuhnya agar tidak terlalu tercium bau-bauan yang mungkin orang lain enggak suka, tapi sebenarnya tidak bau juga.

“Ya Mam, Tan …” Tari ragu untuk membalas seruan tersehut, hingga akhirnya ia menampakan diri, karena itu lebih baik. Tari keluar kamarnya di sana sudah ada ‘om’ ayah dari Arifin yang juga enggak dipanggil dengan sebutan ‘om’ sejak semalam lalu menyuruhnya dengan sebutan ‘ayah’, keduanya sama-sama tidak nyaman, seharusnya sesuai porsi masing-masing dengan perannya masing-masing. 

“Kan sudah dibilang jangan panggil Tante, panggil Mama saja.”

“Oh ya sama jangan panggil Om, panggil Ayah saja.”

Jadi kalau begitu ia memiliki dua ayah dan dua ibu sekarang walaupun ia seorang yatim piatu, tidak memiliki kedua orang tua. Umurnya tidak muda lagi seharusnya ia bukan anak-anak yang harus dikasihani selayaknya anak yatim-piatu yang berada di panti asuhan, karena ia juga tidak pernah tinggal di panti asuhan, bisa dibilang ia anak yatim-piatu yang beruntung. Dengan ditinggalkan rumah besar besarta isinya, tabungan yang berlimpah, deposito, beberapa bidang tanah dan sebuah perusahaan yang kini dipegang oleh kakak angkatnya yang kemudian bertambah maju bahkan berkali lipat. 

“Ya Ayah, ya Mam.”

“Arifin belum datang, semalam dia memilih untuk tinggal dirumahnya ketimbang di sini.”

“Jadi semalam Arifin enggak nginep di dini?”

Mama hanya menggelengkan kepalanya, lalu untuk apa ia bermalam di rumah yang penghuninya sendiri tidak menginap di rumah yang sama. Apa Arifin tidak enak berada pada atap yang sama dengannya. Tari memilih tidak mempertanyakan lebih lanjut ia memilih memakan sarapan yang sudah dibuat ibu, nasi kuning sambal oncom.

“Kamu pasti suka!”

Oncom memang kesukaanya apalagi ditambah nasi kuning, Tari mempunyai langganan tetap nasi kuning guyur sambal oncom, yang berada disebelah sebuah sekolah dasar negeri yang merupakan sekolahnya dulu di Bandung. Tari mengambil nasi kuning tersebut dengan taburan bawang goreng lalu telur dadar dan diguyur dengan sambal, emmm Tari terkagum dengan rasanya yang menyerupai nasi kuning langganannya hanya saja kurang micin.

Mama pernah tinggal di Bandung, pada zamannya dapat dijumpai makanan serupa di mana saja namun sekarang Tari tidak menemukannya lagi, hanya tinggal satu di sebelah SD-nya. Bisa saja mama tahu resepnya, bisa juga karena Tari datang dari Bandung pasti menyukai makanan ini jadi mencari tahu resepnya, bisa juga karena memang kebiasaan sarapan di rumah ini nasi kuning, telur dadar potong, ditambah sambal oncom enak diguyur dan kerupuk.

“Mam ini enak banget!”

Lalu tampak ekspresi bahagia yang terpancar dari wajah mama, Tari tak segan menghabisi sepiring nasi kuning, lalu mama menawarkan untuk menambah dan Tari tidak menolaknya ia dengan senang hati untuk tambah tanpa berpikir bahwa ia seharusnya tidak usah makan terlalu banyak karena di rumah orang. Namun ekspresi lain muncul dari ayah, ia tertawa saat melihatnya menambah sepiring nasi, dipikir kalau model makannya enggak banyak. Hahaha memang seharusnya tidak makan banyak agar badan tetap oke, diet ketat tapi Tari enggak bisa melakukan se-extreem teman-temannya, karena penyakitnya.

“Enggak kok Yah, model bisa makan apa saja dan banyak juga.” Sungguh tips yang salah, tapi ayah tidak benar-benar serius untuk menanyakan hal tersebut, ia hanya meledeknya karena makan terlalu banyak. 

Tak lama Arifin datang, ia tidak bercerita apa-apa tentang rumahnya pada Tari tidak juga bilang bahwa ia tidak akan menginap di rumahnya pada Tari. Tapi mengapa Tari menginap di rumahnya jika Arifin sendiri tidak menginap di rumahnya sendiri. 

Tari masih menggunakan gaun tidur berbahan sutera dengan renda ala noni-noni Belanda. Tari memang suka menggunakan baju bermodel klasik selain mini dress. Dan Arifin pun datang dengan keadaan sudah mandi, lengkap dengan baju polo shirt bewarna putih dan celana pendek Berwarna coklat. 

Halo selamat pagi, gimana sarapannya, gimana tidurnya. Arifin dengan segala basa-basinya. Lalu ia pun ikut makan nasi kuning bersama, sepiring nasi kuning lengkap dengan telur dadar yang sudah dipotong-potong namun tidak menggunakan sambal oncom super pedas. Baru disanalah Tari menyadari bahwa Arifin tidak begitu menyukai makanan pedas, ia mengambil kecap sebagai pengganti sambal. Sedangkan Tari sendiri sangat lahap dengan sambal oncom buatan mama, rasanya ingin ia bawa pulang. Namun bukankah ia bisa menikmatinya kapan saja, jika ia berkunjung ke rumah Arifin.

“Saya akan mandi dulu ya. Kita akan ke mana hari ini?”

“Kita enggak ke mana-mana, kamu enggak ada acara kan?” Tari hanya menggelengkan kepalanya, kini ia sudah menjadi pengangguran resmi dan permanen, dengan secara aktif tidak bekerja selama lebih dari dua bulan, tidak juga mendapatkan kontrak kerja atau bahkan gaji.

Lihat selengkapnya