Karena X

Selvi Diana Paramitha
Chapter #17

Pekerjaan Baru #17

Setelah tiga bulan menganggur dan resmi menjadi model dari Arifin, Tari memutuskan untuk mencari pekerjaan, yang pertama kali ia temui adalah mas Dio. Dio akan memberikan segala yang ia minta, ayah juga, ibu juga, begitu juga dengan Hadi. Namun Dio yang paling tahu tentang kesehatannya dan dia bisa dimintai tolong secara diam-diam, termasuk pemberian obat tanpa transfusi. 

“Mas enggak punya kerjaan buat kamu, tapi Hadi pasti punya. Seharusnya kamu transfusi!”

Ya Tari sebenarnya harus kembali ditransfusi setelah perjalanan seminggu ke rumah orang tua Arifin, rumah Arifin dan foto-foto sekitar pulau seribu. Dan kini Arifin harus mengerjakan proyek pamerannya secara serius dengan berkeliling Indonesia untuk mengambil sisa foto yang tertinggal, maksudnya Arifin sangat perfeksionis jadi dia mau memotret ulang dan beberapa ada yang belum sempat ia foto.

Oh ya Tari harus transfusi namun ia memohon untuk tidak melakukannya karena ia bosan dan Dio bersedia untuk itu, walau diambang batas wajar transfusi sebaiknya dilakukan, tapi Tari menolaknya. Dengan segala risiko yang Dio ambil ia terpaksa bolak-balik untuk mengecek darah pada Tari, bolak balik rumahnya dan rumah orang tuanya yang juga rumah Tari, bolak balik rumah sakit ke laboratorium.

“Mas maaf ya jadi cape gara-gara aku.”

“Yaaah gimana lagi adik kesayangannya enggak mau dirawat, enggak mau transfusi kenapa sih? Takut enggak boleh lagi pergi sama Arifin ya?”

Tari hanya menganggukan kepalanya dengan wajah yang cemberut, sedangkan Dio sibuk mengambil darah dari lengannya.

“Jadi ceritanya cinta lama bersemi kembali tapi enggak mau mengakui?”

“Enggak gitu juga, aku aja belum cerita.”

“Jadi gimana?”

“Mas Dio ambil darah aku aja dulu.”

“Oh iya.” Dio menusukan suntik namun tidak menariknya, sebuah prosedur yang sangat salah, hanya ia yang bisa melakukannya dan hanya pada Tari adiknya ia melakukan.

“Jadi enggak ada apa-apa.”

“Bohong!”

“Mas tahu aku bohong, aku bakal cerita semuanya, semua perasaan aku tapi aku ingin tahu perasaan mas dulu sama aku gimana.”

“Maksudnya?”

“Aku tahu kita itu bukan beneran kakak-adik, aku anak angkat ayah dan entah dari kapan Mas Dio dan Bang Hadi memanggil dengan sebutan adik, dan adik paling kecil Mas Dio sebenarnya ya Bang Hadi.”

“Hemmh kamu bahas yang lama-lama, yang udah bukan jadi masalah lagi.”

“Karena kita bukan kakak-adik sungguhan, apa perasaan Mas Dio sama aku?”

“Sama kayak Hadi.”

“Mas Dio tahu permasalahan ku sama Bang Hadi? Sejak kapan? Jadi gimana aku mau tahu kagi.”

“Tari itu sudah enggak penting.”

Berbeda dengan Hadi, Dio memilih untuk mengakhiri segala biduk perasaan yang ia rasakan. Namun tetap saja sebuah pengakuan kembali hadir, setelah Arifin, Hadi dan kini Dio oh ya berikut dengan Hito. Tari menghembuskan nafasnya, ia baru saja salah bicara tampaknya dan Dio menganggapnya serius.

“Jika laki-laki dan perempuan berteman salah satunya akan menyimpan perasaan, mereka tidak pernah benar-benar bisa berteman, begitu kan Mas?”

Dio tidak menjawab. Ia kembali meneruskan pekerjaanya mengambil darah, memberi obat baru, vitamin dan kembali memeriksa Tari. Kemudian pergi begitu saja, beberapa jam lagi ia akan datang. Setelah ia praktik, memeriksa beberapa pekerjaan, pemeriksaan pasca operasi, laboratorium yang berada di rumah sakit, apotik, mengambil hasil laboratorium dan kembali ke rumah. Dan Tari masih bertanya hal yang sama, ia masih menunghu jawaban.

“Mas jika laki-laki dan perempuan berteman maka salah satunya akan menyimpan perasaan, dan mereka tidak akan pernah benar-benar berteman?”

“Emmm …”

“Jadi perempuan dan laki-laki sebaiknya tidak berteman?”

“Enggak gitu konteksnya, kalau Mas ada perasaan sama kamu iya tapi setelah kita satu keluarga sudah enggak ada perasaan itu.”

“Karena sudah memiliki?”

Dio hanya mengangguk, ia menarik nafasnya dan memberikan kabar baik pada Tari bahwa darahnya sudah pada normal dan sangat baik. Dan ayah terus bertanya Tari kenapa, Tari kenapa, Tari kenapa, dan lagi hanya menjawab Tari aman-aman saja kok cuman kecapekan sudah baikan dan hasil laboratorium terakhir yang diberikan, dan ayah pun merasa tenang. Namun Tari kembali lagi dengan pertanyaanya.

Lihat selengkapnya