Karenina

Vivie Hardika
Chapter #4

Tiga

Anna tersentak dari lamunannya ketika Ethan menghempaskan beberapa tumpukan kertas di hadapannya. Laki-laki yang mengenakan kemeja slimfit hitam dengan garis putih di bagian kancingnya itu duduk dengan tergesa-gesa. Sementara mata bulat abu-abunya terus mengecek beberapa file di hadapannya dengan teliti.

"Kamu udah pesan makanan?" Ethan tak memberikan tatapan penyesalan ataupun bersimpuh di depan Anna hanya untuk meminta maaf atas keterlambatannya.

"Maaf, ya, kerjaanku numpuk hari ini. ya aku telat malam ini," katanya santai. Memandang Anna pun tidak.

"Udah biasa," ujar Anna menambahkan. Sekadar mengingatkan kalau hal ini bukan terjadi untuk kali pertama.

Ethan menghentikan jarinya, perlahan-lahan pandangannya tertuju pada Ariana yang duduk menyandar sembari bersedekap.

"Well, you know me than myself!" Ethan menyeringai jahil lalu kembali meneliti gambar-gambar di atas kertas di hadapannya.

"Lagu lama!" Anna melongo ke kertas yang mendapatkan perhatian lebih dari kekasihnya itu.

"Aku sudah terbiasa kok kamu duakan sama pekerjaan begini," kata Anna merapatkan blazer hitam yang menutupi chiffon ruffles navy-nya, dan menyandar pada sandaran kursi.

Anna memang tidak akan marah karena ia sudah terbiasa dengan kencan mereka yang dibarengi memeriksa pekerjaan. Bahkan jauh sebelum Ethan bergelut di dunia periklanan, Ethan juga selalu membawa tugas kuliah pada malam kencan mereka. Kencan pun beralih menjadi belajar bersama. Dan kali ini bukan kali pertama Ethan membawa seabrek storyboard di hadapannya.

"Sekarang, kenapa lagi? Nggaak ada yang bagus?"

Ethan menggeleng cepat, "Sebaliknya. Aku bingung memilih yang paling bagus. Padahal presentasenya ke klien itu besok," jelas Ethan mendekatkan tempat duduknya dengan Ariana dan berbagi storyboard dengan Ariana.

Ariana melongokkan kepalanya ke kertas yang sedang diperhatikan Ethan. Di atas kertas tersebut tergambar sebuah botol, sketsa seorang laki-laki memegang botol, dan laki-laki lainnya menenggak isi botol.

"Yang ini terlalu biasa," komentarnya pada gambar pertama. "Kalau iklannya seperti ini, aku nggak tertarik untuk beli minumannya."

Ethan mengangguk setuju, "Baiklah... Meskipun gambarnya bagus tapi ini tidak akan dipilih." Ethan mengasingkan kertas pertama dari tumpukan kertas lainnya.

"Than, kamu pernah ketemu sama teman SMA kita lagi, nggak?" tanyanya dengan salah satu kening berjengit. "Maksudku, selain Darrel, Raja, dan juga Raksya. Selain mereka bertiga apa kamu pernah bertemu dengan yang lainnya?"

"Beberapa," jawabnya singkat. Bahkan pandangannya tetap tertuju pada pekerjaan di tangannya. "Yang ini bagaimana?" Ethan menunjukkan storyboard berikutnya.

Anna mengambil storyboard dari tangan Ethan dan memerhatikan gambar yang tertera di atasnya. Gambar pertama menunjukkan sebuah tim bermain basket. Gambar kedua sebuah grup penari tradisional. Gambar selanjutnya, seorang yang berlari di stadion. Gambar terakhir menampakkan seorang atlet sepak bola dan yang terakhir atlit bulu tangkis.

"Temanya unik." Anna mengalihkan kedua matanya pada sederet kalimat yang tertera pada akhir cerita.

Ion pelepas dahaga pembangkit semangat berprestasi.

"Slogannya juga keren," katanya sembari menyelipkan anak-anak rambutnya ke belakang telinga.

Ethan bisa menebak kalau kekasihnya ini akan memilih storyboard yang sekarang tengah diperhatikannya.

"Aku suka yang ini," Anna mengangsurkan kertas tersebut ke tangan Ethan. "Aku yakin kamu akan menangin tender lagi."

Ethan menyisikan storyboard yang dipilih Ariana itu ke dalam tas kantornya, sementara storyboard-nya yang lain dilipat sedemikian rupa dan dimasukkan di bagian terpisah.

"Omong-omong, tadi kamu kenapa nanyain aku pernah ketemu teman SMA atau nggak?" Ethan melungsurkan tangannya dan mengapit kedua tangan Anna ke dalam genggaman tangannya.

Ariana menggeleng pelan, "Aku cuma teringat sama Karen," katanya lirih.

Mendengar nama Karen, Ethan seperti dejavu. Bagaimana tidak kalau setiap kali bertanya soal teman ataupun berbau masa SMA, Anna selalu teringat Karen yang sampai detik ini tidak terdengar kabarnya.

"Sudah setahun sejak kita pulang ke Indonesia, aku belum juga bisa bertemu dengan Karen. Entah bagaimana keadaannya sekarang." Pandangan Ariana kini menerawang jauh. "Aku kangen sekali padanya. Aku ingin dia hadir di pernikahan kita nanti."

Ethan tidak mengucapkan kalimat ajaib apapun untuk menenangkan Anna. Ia hanya mengusap punggung tangan gadis bermata hazel itu dengan lembut.

**

Lihat selengkapnya