Apakah Dira memang tidak memendam rasa pada Jo? Sejauh yang kuingat, dia memang tidak pernah mengatakan apapun tentang ini. Anehnya dia juga tidak pernah bercerita tentang pandangan cintanya terhadap siapapun. Apa memang ia tidak pernah punya pandangan tentang cinta?
Oh, please. Itu mustahil. Selama empat tahun bersama, I've picked up her hint here and there, dan dia pasti menyukai Jo. Kenapa aku begitu yakin? Karena paling tidak sahabatku ini telah memenuhi empat gejala perempuan yang jatuh cinta.
Satu, dia selalu mencari kesempatan untuk mengobrol dengan Jo. Saat kami hangout, saat kami kerja kelompok, bahkan saat kami ngobrol berdua, Dira akan selalu membuat cara untuk melibatkan Jo dalam pembicaraan itu. Tapi aku tidak mengeluh tentang hal itu, karena Dira yang SKSD (sok kenal dok dekat) seperti inilah yang membuat Jo masuk dalam geng kecil kami.
Dua, dia selalu kuatir tentang Jo. Dan kekuatiran itu tertuju hanya untuk Jo. Bahkan pagi ini, dia sibuk mengetuk kamar Jo, kuatir jangan-jangan Jo masih terlelap. Hah! Itu tipu muslihat! Jelas-jelas itu sebuah alasan agar bisa lebih dekat dengan Jo. Pastinya dia juga ingin melihat tampang just woke up Jo.
Tiga, sering salah tingkah. Maksudku, ternyata jadwal berangkat kapal feri Siginjai yang menuju Karimunjawa adalah jam tujuh pagi. Padahal kemarin jelas-jelas Dira bilang kita harus bangun jam empat pagi. Jelas sekali dia kaget karena pernyataanku semalam.
Empat, tanpa sadar, dia gemar menyentuh Jo. Sekarang saja dia sedang sibuk melumuri lengan Jo dengan sunblock. Memang, sinar matahari mulai menyengat karena kami sedang duduk di kursi berjemur yang berada di atas dek kapal. Dan kebetulan Jo tidak membawa sunblock, jadi dia memintanya pada Dira. Tapi sungguh, cewek mana yang dengan sukarela menyentuh lengan seorang cowok, kecuali jika dia menyukai cowok itu.
"Cih. Suka gitu, bilang nggak suka," gumamku pada diriku sendiri pelan.
"Ngomong apaan, Dis?" tanya Dira yang menangkap gerak bibirku.
"Ng-nggak ... aku masih ngantuk," sangkalku, lalu pura-pura menguap dengan lebar.
"Dasar. Emang kamu bayi, butuh tidur sepuluh jam?"
"Beauty sleep, Ra. Butuh beauty sleep."
Dira terkekeh.
Dira menyukai Jo. Itu fakta yang tidak terbantahkan. Tapi jika begitu, kenapa Dira tidak pernah menceritakannya padaku? Ini menyebalkan. Apa aku tidak bisa dipercayai? Atau kami tidak sedekat itu hingga dia tidak nyaman untuk cerita?
"Udah, nanti tidur lagi. Lima jam nih perjalannya. Sekarang ayo kita foto!" ujar Dira dengan semangat.