Citttttttt! Suara rem yang dihasilkan karena gesekan antara roda kereta dengan rel kereta terdengar sangat kencang dan memekikkan telinga. Brakkkkkkkkkkkk!!!! Hanya dalam hitungan detik, benturan keras terjadi karena kereta keluar jalur dan menabrak bangunan stasiun. Rem yang harusnya mampu menghentikan laju kereta, tak berfungsi dengan baik dan hasilnya kereta ekspres yang melaju sangat kencang itu menabrak bangunan stasiun. Booommm!!! Percikan api yang muncul karena tabrakan itu langsung menyambar aliran listrik di stasiun dan membuat ledakan keras.
Apa aku masih hidup? Di antara puing-puing badan kereta yang hancur, Asa mendapati dirinya tergeletak di dekat rel kereta dengan beberapa puing badan kereta yang berada di atas tubuhnya.
Aku benar-benar masih hidup. Asa mencoba bangkit dengan menyingkirkan puing badan kereta. Tubuhnya terasa sakit, ngilu dan tak bertenaga secara bersamaan. Beberapa bagian tubuh Asa terluka dan mengeluarkan darah segar dari luka-luka itu. Pandangannya buram dan kepalanya terasa pusing, karena benturan yang baru saja dialaminya ketika kereta menabrak bangunan stasiun. Meski begitu, Asa mencoba bangkit dan melihat sekelilingnya. Sepanjang Asa memandang, sekelilingnya hanya ada puing-puing badan kereta dengan beberapa api kecil yang menyala, tubuh tak bernyawa dari penumpang kereta yang bergelimpangan, bangunan stasiun yang hancur dan asap tebal sisa ledakan. Bau asap itu begitu menyengat dan membuat Asa sedikit mual karena mencium campuran daging terbakar yang Asa tahu itu berasal dari tubuh penumpang yang terbakar.
Srekkk! Di saat menatap pemandangan mengerikan dari kecelakaan yang baru saja dialaminya, sesuatu terdengar dan mengalihkan perhatian Asa. Puing badan kereta yang tidak jauh dari tempat Asa, bergerak dan itu adalah pertanda bahwa mungkin ada penumpang lain yang selamat. Asa memaksa tubuhnya bergerak dan melangkah ke arah puing tersebut meski tubuhnya belum siap sepenuhnya untuk bergerak apalagi menolong orang lain.
“Bertahanlah, Pak! Aku akan mengangkat benda ini dan menyelamatkan, Bapak!” Asa mencoba menyingkirkan puing yang menimpa pria di bawahnya. Tapi, puing itu sama sekali tidak bergerak satu cm dari tempatnya bahkan setelah Asa mengerahkan semua tenaganya yang tersisa.
“Ma-af. A-aku benar-benar minta maaf.”
Menatap ke arah pria itu, Asa tahu bahwa saat ini pria itu sedang dalam keadaan sekarat karena puing yang menimpanya dan mungkin luka-luka yang diterimanya ketika kecelakaan itu terjadi. Meski tahu bahwa kemungkinan besar pria itu tidak akan selamat, Asa tetap berusaha untuk menolong pria itu.
“Pak! Bertahanlah, Pak! Aku akan mengangkat benda ini dan menyelamatkan Bapak!.” Asa terus mencoba mengangkat puing badan kereta itu. Tapi usahanya kalah dengan berat puing kereta yang jauh di atas kemampuan Asa.
“Ma-af. A-ku min-ta ma-af un-tuk per-bu-at-an-ku di ma-sa la-lu ke-pa-da-mu.” Pria itu terus menggenggam ponsel di tangannya. Huek!! Pria itu memuntahkan darah dari mulutnya sebagai pertanda kerusakan organ di dalam tubuhnya. Buk! Tidak lama kemudian ponsel yang digenggam pria itu terjatuh karena lepas dari genggamannya. Asa terdiam sejenak memandang keadaan itu. Saat itu juga, Asa sadar apa yang baru saja dilihatnya. Pria yang berusaha ditolong Asa, kini telah pergi karena waktunya di dunia ini telah berakhir.
Hosh, hosh! Napas Asa tersengal karena tubuhnya yang dipaksa bergerak meski tenaganya tidak cukup. Buk! Asa jatuh terduduk di depan penumpang pria yang baru saja mengembuskan napas terakhirnya. Tanpa disadari, air mata Asa jatuh ketika melihat kematian pria itu tepat di depan matanya.