“Kereta Ekspres Argo Walang harusnya tiba di Stasiun Jombang pada pukul 16.50. Lalu pengumuman tentang kereta yang akan berhenti biasanya terjadi dua kali: pengumuman pertama sepuluh menit sebelum kereta sampai dan pengumuman kedua adalah lima menit sebelum kereta sampai di stasiun tujuan. Tapi karena keadaan darurat yang terjadi ditambah waktu tiba yang lebih cepat dari jadwal seharusnya, pengumuman kereta yang akan berhenti di Stasiun Jombang terdengar tiga kali. Pengumuman pertama adalah setengah jam sebelum kereta tiba di stasiun tujuan dan pengumuman kedua adalah sepuluh menit sebelum kereta tiba di stasiun tujuan. Tepat setelah pengumuman kedua itu, di pintu penghubung antara gerbong satu dan gerbong dua, pria dengan setelan jas hitam berdiri, menghalangi jalan dan membuat keributan.”
“Keributan? Keributan bagaimana?” Tirta menyela sedikit.
“I-itu ... salah seorang penumpang yang sepertinya harus turun di stasiun sebelumnya, berteriak pada pria dengan setelan jas hitam itu. Teriakan itu terdengar hingga ke seluruh gerbong dan membuat semua orang di gerbong satu langsung mengarahkan mata mereka pada kedua orang pria itu.”
“Apa Mbak Asa ingat bagaimana ciri-ciri penumpang yang sempat berdebat dengan pria aneh itu?” Tirta sengaja menambahkan kata ‘aneh’ karena di dalam pikirannya, pria dengan setelan jas hitam itu memang sangat aneh.
Asa mencoba mengingat sejenak sebelum menjawab. “Ehm ... kalau tidak salah, pria itu bertubuh besar dengan tinggi rata-rata pria pada umunya. Usianya mungkin di pertengahan 30 tahunan. Memakai kaos oblong warna hitam dan celana coklat selutut. Di kedua tangannya membawa bungkusan makanan dan gelas kopi. Sepertinya pria itu baru saja dari gerbong makan di antara gerbong empat dan gerbong lima.
“Ingatan yang bagus.” Tirta memuji Asa sedikit sebelum melirik ke arah Ardan dan bertanya. “Sudah dicatat??”
“Sudah, Pak.”
“Makasih,” balas Asa.
“Kami akan menggunakannya untuk identifikasi korban karena beberapa keadaan korban sangat sulit dikenali.” Tirta menjelaskan sedikit pada Asa, alasan dirinya meminta Ardan untuk mencatat poin-poin penting dari keterangan Asa.
“Ahhh, begitu.” Asa mengangguk paham.
“Silakan dilanjutkan ceritanya, Mbak Asa.” Tirta meminta Asa untuk melanjutkan ceritanya.
20 November 2022.
Pukul 16.29, sepuluh menit sebelum kereta harusnya berhenti di Stasiun Jombang.
“Hei, Bung!!! Kamu menghalangi jalan! Bisa minggir???”
Suara keras itu membuat mata semua penumpang di gerbong satu langsung mengarah pada pintu gerbong yang mengarah pada gerbong dua. Semua penumpang yang ada di gerbong satu menatap heran ke arah pria berbadan besar, tidak terkecuali Asa.
Asa yang merasa penasaran, memperhatikan dengan saksama dua pria yang sedang terlibat adu mulut itu dan matanya tidak bisa lepas dari pria yang jadi lawan adu mulut pria berbadan besar. Asa menatap lawan adu mulut pria berbadan besar, dari ujung kepala hingga ke ujung bawah-sepatunya.
“Ada apa dengan pakaian itu?? Setelan jas hitam, topi dan tongkat?? Apa pria tua jaman sekarang suka dengan model abad 19 seperti itu?” gumam Asa.
“Ah, benarkah?? Salahku berdiri di tempat yang salah.” Pria dengan setelan jas hitam kemudian mundur beberapa langkah sebelum akhirnya bergerak sedikit ke kiri untuk memberi jalan pada lawannya yang kesal. “Silakan, anak muda.”
“Anak muda?? Siapa yang kamu panggil dengan anak muda, huh?? Apa wajahku ini masih terlihat seperti anak muda?? Begini-begini umurku sudah tiga puluh tahun lebih!! Sepertinya penglihatanmu bermasalah.”
Bukannya mengakhiri adu mulutnya dan lewa dengan tenang, pria berbadan besar itu justru memperpanjang adu mulutnya hanya karena panggilan ‘anak muda’ yang keluar dari mulut pria bersetelan jas hitam. Asa yang melihat hal itu hanya bisa menggelengkan kepalanya sembari mengeluh dalam gumamannya. Orang yang menyusahkan!!
Tak berhenti di titik itu saja, pria berbadan besar itu mendekat dan menatap wajah dari lawannya yang separuh bagian tertutup oleh topi yang dikenakannya. “Sepertinya yang harusnya mendapat panggilan anak muda adalah kamu sendiri!! Wajahmu itu terlihat seperti anak muda di pertengahan umur 20 tahunan, Bung!!!”
“Wajahku mungkin terlihat masih muda, tapi umurku jauh-jauh lebih tua darimu.”
Pria bersetelan jas hitam yang sejak tadi berusaha mengalah, mulai membalas ucapan pria berbadan besar yang terdengar sedikit kurang ajar. Pria bersetelan jas hitam mengangkat tongkat di tangan kirinya dan mendorong tubuh pria berbadan besar untuk menjauh darinya.
Melihat hal itu, Asa paham perbuatan pria bersetelan jas hitam. Seharusnya kamu berhenti mengomel ketika Bapak itu mempersilakanmu untuk lewat.