“Menurut detektif, bagaimana rasanya jika ada seseorang yang mengatakan bahwa kereta yang detektif naiki akan menabrak stasiun terakhir? Apa detektif akan percaya ucapan orang itu atau justru tidak?”
Asa mengajukan pertanyaan kepada Tirta dan Ardan, sembari mengistirahatkan mulutnya yang kering dan memberinya sedikit air dari air mineral yang diminumnya. Glup, glup!
“Tentu saja tidak.”
Tirta dan Ardan memberikan jawaban yang sama di saat yang hampir bersamaan.
“Meski aku tak tahu pikiran penumpang lainnya, tapi dari raut wajah mereka, aku tahu bahwa mereka semua tidak ada yang bisa percaya dengan ucapan dari pria bersetelan jas hitam yang mengatakan bahwa kereta yang kami naiki akan menabrak stasiun pemberhentian terakhir.”
“Lalu apa yang terjadi selanjutnya?? Pintu gerbong terkunci dan kalian tentunya tidak punya jalan keluar selain mendengar ucapan pria bersetelan jas hitam itu.” Tirta sudah sangat penasaran dengan apa yang terjadi.
“Beberapa di antara kami masih membuat perlawanan dengan memecah lemari kaca yang menyimpan palu darurat. Pria dengan setelan jas coklat yang namanya adalah Haris itu, menggunakan palu itu untuk membuka pintu gerbong yang terkunci.”
“Lalu?” tanya Ardan.
“Usaha pria itu gagal.”
20 November 2022.
Pukul 16.36, tiga menit sebelum kereta harusnya berhenti di Stasiun Jombang.
“Dasar nggak waras!”
Pria dengan setelan coklat yang tidak percaya dan sudah sangat kesal dengan pria bersetelan jas hitam, memecah kaca yang menyimpan palu darurat dan menggunakan palu itu untuk membuka pintu gerbong yang terkunci. Buk, buk!
Dari posisinya, Asa dapat dengan jelas melihat pria itu mengerahkan seluruh tenaganya untuk memukul pintu gerbong dengan palu itu. Tapi pintu itu tetap dalam keadaan baik-baik saja bahkan ketika harusnya pintu itu mengalami sedikit kerusakan seperti penyok.
“Sial!!!”
Pria dengan setelan jas coklat itu akhirnya kehabisan tenaganya dan hanya bisa mengumpat kesal sembari menatap ke arah pria bersetelan jas hitam.
“Bagaimana kamu tahu kereta ini akan menabrak stasiun terakhir?”
Di sisi lain, pria dengan kacamata di wajahnya yang sejak terlihat tenang mengajukan pertanyaan kepada pria bersetelan jas hitam.
Tik! Sekali lagi, pria dengan setelan jas hitam menjentikkan jarinya. Asa menutup matanya karena tidak tahu apa yang akan terjadi setelah jentikkan jari itu dan ketika membuka matanya, sesuatu yang tidak terduga terjadi.
“Apa ini?? Bagaimana aku bisa pindah kemari??”
Asa yang baru saja membuka matanya mendapati dirinya duduk di samping pria bersetelan jas hitam yang berdiri dengan tongkatnya. Sementara lima penumpang yang lain duduk berjajar di depan Asa. Entah bagaimana pria bersetelan jas hitam itu mengubah arah kursi seperti kereta di Jepang di mana kursinya berada di bawah jendela dan menghadap ke arah jendela yang lain.