KARMA EXPRESS

mahes.varaa
Chapter #20

EPILOG

Tirta berlari ke arah mobilnya ketika mendengar kabar dari Ardan jika Asa berniat untuk kembali ke Bandung. Karena kesibukannya menulis laporan dan kelelahan yang menumpuk, Tirta yang tadinya berniat untuk bicara dengan Asa, melupakan niatnya itu untuk sejenak. Jadi ketika mendengar kabar itu, Tirta langsung bergegas mengejar Asa yang sedang menunggu di terminal bis yang akan membawanya kembali ke Bandung.

Tirta beruntung jalanan Surabaya yang biasanya padat, tidak terlalu padat dan membuat Tirta berhasil mengejar Asa.

“Kukira kamu sudah pergi.” Tirta duduk di samping Asa yang sedang menunggu dengan napas sedikit tersengal karena berlarian mencari Asa sejak tiba di terminal.

“De-detektif?? Apa yang membawa detektif kemari??” Tentu saja Asa terkejut melihat Tirta yang datang mengejarnya ke terminal. “Apa masih ada keterangan yang perlu saya berikan hingga detektif datang kemari??”

Tirta mengangkat tangan kanannya sebagai isyarat jeda sejenak karena napasnya yang sedikit tersengal dan duduk di samping Asa. “Aku datang bukan untuk itu.”

Asa dengan tenang menunggu Tirta mengatur napasnya sebelum membiarkan Tirta bicara untuk tujuan kedatangannya. Asa bahkan menawarkan minuman kepada Tirta. Sayangnya ... tawaran itu ditolak oleh Tirta.

“Mau balik ke Bandung?” tanya Tirta.

“Ya.”

“Apa yang akan Mbak lakukan di sana?” tanya Tirta lagi.

“Entahlah, aku nggak tahu. Tapi aku berniat untuk mengunjungi makan kedua orang tuaku, makam paman, bibi dan kakek. Aku punya waktu tambahan untuk hidup lebih lama, hal pertama yang ingin aku lakukan adalah mengunjungi mereka setelah sekian lama.”

“Lalu bagaimana dengan niat bunuh diri? Masih ingin melakukannya?” Tirta sedikit khawatir Asa akan berniat untuk melakukan hal itu lagi.

Asa tersenyum kecil. “Tenang saja, detektif. Saya tidak berniat untuk bunuh diri lagi. Niat itu sudah tidak ada lagi dan detektif tidak perlu cemas dengan itu.”

“Syukurlah kalau begitu.” Tirta merasa lega mendengar jawaban itu.

“Apa detektif datang untuk menanyakan hal itu?” Kali ini giliran Asa yang bertanya.

“Ya, itu termasuk.” Tirta terdiam sejenak memandang bis yang datang dan penumpang turun dari dalam bis sementara calon penumpang yang akan menaiki bis menunggu di dekat pintu. “Ada satu hal yang ingin aku katakan padamu.”

“Apa itu, detektif?”

“Sebelum masuk akademi kepolisian, aku sempat kuliah di Bandung dan masuk kampus yang sama dengan Mbak. Jurusanku sama dengan sepupu Mbak yang bernama Mega. Mungkin Mbak tidak ingat, tapi beberapa kali kita pernah berpapasan di kampus.” Tirta akhirnya mengakui identitasnya kepada Asa.

“Be-benarkah begitu?”

“Ya.”

“Ahhh ingatan detektif bagus sekali bahkan setelah bertahun-tahun detektif masih mengingatku.”

“Ya begitulah.”  

“Jadi kita benar-benar seumuran yah seperti kelihatannya?” ujar Asa.

“Ya.”  Tirta dan Asa terdiam sejenak dengan senyum kecil di bibir masing-masing karena reuni kecil di antara keduanya. “Jika Mbak-“

“Jangan panggil Mbak lagi! Kita seumuran kan?” sela Asa cepat.

“Ah yah. Memang. Baiklah, langsung Asa?”

 “Ya.”

“Jika kamu tidak ingin tinggal di Bandung dan ingin memulai hidup baru di tempat lain misal di sini, aku bisa membantumu menemukan pekerjaan dan tempat tinggal di sini. Sebagai polisi, aku punya banyak kenalan dan tidak butuh waktu lam, kujamin.”

Tirta memberanikan dirinya untuk memberi tawaran kepada Asa. Setelah mendengar cerita Asa mengenai kehidupan dan niat bunuh dirinya, Tirta tidak bisa mengabaikan Asa. Baik sebagai polisi atau orang yang pernah mengenal Asa, Tirta tidak bisa membiarkan Asa dan melihatnya jatuh dalam keputusasaan untuk kedua kalinya.

“Te-terima kasih untuk tawarannya. Nanti setelah mengunjungi makam ayah, ibu, paman, bibi dan kakek, kalau aku berniat tinggal di sini, aku akan mengabari detektif.”

Lihat selengkapnya