KARMA (Rewrite the Story)

Bulan Purnama
Chapter #13

BAB 2# Inikah Cinta?

CINTA, Gadis kecil kelas tiga SD itu menangis, bahunya berguncang sesenggukan, matanya sembab. Kedua tangannya memegang erat handphone yang ditempelkan ditelinganya. Di sebelahnya pembantu rumah tangga duduk di lantai membiarkannya karena tak tau harus berbuat apa.

 Tubuhnya kecil dan kurus bukan karena dia kurang makan atau kurang gizi. Anak kecil ini banyak temannya tapi jarang bicara. Tapi hari itu sepi, teman-temannya entah pada kemana. Di rumahnya berbagai macam mainan ada. Bahkan ada juga kolam renang di belakang rumahnya. Buku-buku, majalah dan entah apa yang tidak ada dirumah itu. Semuanya ada.

 Yang tidak ada,

Ayah Ibunya.

 Ayah ibunya sedang touring bersama group mogenya selama dua minggu ke Australia. Rasanya baru kemarin aku mendengar kalau mereka touring ke Germany sekarang sudah pergi lagi.

 Assisten rumah tangga satunya lagi yang lebih senior, Bu Hari namanya, mengeluh kalau Cinta menangis semalaman tak mau diam. Akhirnya bu Hari pun hanya bisa uring uringan dan marah-marah sebagai pelampiasan kekesalannya.

 Aku mengangkat tubuh kecil itu dan memeluknya, membiarkannya menyelesaikan tangisannya. Keringat dan air mata bercampur membasahi pipi dan leher gadis kecil itu. Sebagian rambutnya jatuh ke muka ikut basah dan menempel dipipinya.

 “Mbak tolong ambilkan sisir sama karet rambut.”

 Bu Hari membawakan sisir dan karet. Aku menyisiri rambutnya pelan pelan dan diikatnya kebelakang.

 Kini muka anak kecil itu tampak lebih terang.

 “Sini tante pinjam HP nya. Mau telpon siapa Cinta?”

 “Mama...,” lirih dia bersuara. Aku lega bisa mendengar suaranya.

Diberikannya HP itu padaku.

 "Mungkin HP mamanya habis batrenya, jadi nggak tau kalau Cinta nelpon. Lagian, kalau lagi di jalan sinyalnya suka hilang, jadi telponya ngga bisa nyambung.” Aku menjelaskan dengan serius sambil menatap mata gadis kecil itu dalam-dalam.

 Sang Assisten rumah tangga itu cerita kalau sepanjang malam anak itu mencoba menghubungi mamanya tapi ngga bisa, lelah menangis dia tertidur dan terbangun lagi, lalu menelfon mamahnya dan menangis lagi dan tertidur lagi dan menelfon lagi sepanjang malam hingga pagi ini.

 “Besok-besok, nggak usah telpon mamanya lagi ya. Nanti kalau acaranya sudah selesai kan mamanya pulang. Sekarang Cinta main aja,” pesanku.

 Cinta diam.

 “Orang sudah gedhe kok dibilangin ngga mau ngerti,” keluh bu Hari dengan suara full kekesalan.

 “Bu Hari, justru Cinta ini sudah ngerti, makanya dia nangis. Dulu, waktu masih kecil dia nggak pernah nangis kalau ditinggal mama papanya, karena belum ngerti.” Jelasku sambil memandang wajah anak kecil itu.

Lihat selengkapnya