KARMA (Rewrite the Story)

Bulan Purnama
Chapter #23

Speechless.

“Mbak, kita makan keluar yuk.” Ajak Bintang suatu malam di hari Sabtu yang lengang.

 Aku diam. Teringat pengeluaran bulanan yang masih belum ada yang terbayarkan. “Kayanya bayarin air, listrik, sekolah dulu deh... kalau itu selesai baru enak makan diluar.”  

 “Hadeuhh ... mau makan aja repot banget,” sungut Bintang tak suka. 

 “Kan nggak lucu makan di restaurant nggak bisa nelen karena kepikiran tagihan-tagihan yang belum dibayar.”

  “Bayar sekarang atau besok kan sama saja. Kalau bisa besok ngapain harus sekarang?”

 “Sekarang atau besok sama saja, akhirnya harus dikeluarkan juga, iya kalo besok pas ada uangnya, kalo kepakai duluan apa nggak nambah stress. Lagian sayang dendanya,” rasanya aku sudah bosan berdebat soal seperti ini. Anak kecil aja tahu, semua orang juga paham, nggak perlu dibilangin. Kecuali yang satu ini. 

“Kalau denda, denda aja,” jawabnya enteng. “Yuk ah, buru malem. Mau nyenengin istri aja koq susahnya.”

“Kalau mau nyenengin istri gampang, udah di kasih tau caranya.”

“Udah mau ikut ga?” Suara Bintang mengeras.

 Bagiku tidak ada gunanya berdebat dengan Bintang, tidak akan pernah berhasil. Bintang akan pergi sendiri atau mungkin mengajak temannya. Bintang tak akan perduli apakah di rumah ada makanan untuk dimakan atau tidak. Dia akan makan sendiri.

 Bintang tidak pernah memberikan uangnya bahkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sehari hari. Alasannya karena penghasilannya tidak pasti. Padahal buatku sendiri, tidak pasti pun tak apa. Kalau tidak bulanan ya mingguan, kalau tidak mingguan ya harian, kalau tidak bisa banyak sedikitpun tak apa. Tapi memang intinya Bintang tak mau memberi, tak pernah mau menafkahi. Dia akan mencari banyak alasan untuk tidak mengeluarkan uangnya.

 Sejak tidak ada penghasilan tetap jadi harus putar otak agar kebutuhan rumah tangganya bisa tercukupi. Mengupayakan segala cara agar keharmonisan rumah tangganya tetap terjaga. Dan sejak tak punya penghasilan tetap, Bintang jadi lebih semena-mena.

 “Ya sudah. Oke, kita makan diluar. Tapi ini gas habis, tolongin dulu mas beliin. Tadi telpon ke toko, katanya pegawainya udah pada pulang jadi nggak ada yang antar.”

Bintang bersungut, tapi pergi juga ke dapur. Di tentengnya tabung gas dengan santainya, dimasukan mobil untuk ditukar dengan yang isi. Mobil melaju ke toko langganan. Aku langsung mengirim pesan “Susu Bright habis, beliin sekalian. Minyak juga. Margarine, Sosis. Sabun cuci. Pembersih lantai. Semuanya 6 item ya.“

Kemudian kutelpon Bintang. “Baca WA!” Kataku singkat dan langsung kututup tanpa menunggu jawabannya.

Tak lama kemudian Bintang datang membawa gas dan semua pesananku. Aku tersenyum penuh kemenangan.

Ternyata benar juga teori yang pernah kubaca, bahwa bicara dengan lelaki atau suami jangan pakai perasaan. Tapi berilah instruksi yang jelas, seperti seorang tuan yang menyuruh anjingnya untuk mengambil tulang yang dilemparkannya. Karena hanya dengan cara seperti itulah, memberikan instruksi yang jelas, semuanya bisa berjalan lancar. Kalau hanya baper, bawa perasaan, pasti akan gagal paham.

Dan jadilah malam itu makan diluar bersama.


Lihat selengkapnya