Tatjana semakin menggigil dan gemetar. Wajahnya pucat dengan mata merah menahan tangis. Mulutnya tak sanggup untuk berkata-kata. Kejahatan papinya lebih kejam dari dugaannya. Menghilangkan nyawa ratusan penumpang dan Gunawan masih bebas hingga sekarang. Tatjana mengepalkan tangannya. Gunawan harus mendapat hukuman! Tekadnya sudah bulat.
Tatjana shock dan tak mampu berdiri. Terbuat dari apa hati Gunawan hingga setega itu. Dia tidak hanya membunuh satu orang tapi dua ratus lima belas orang. Tatjana masih sulit menerima kenyataan ini. Gunawan, ayah yang selalu ia banggakan dan kagumi merupakan setan berwajah manusia. Demi pundi-pundi rupiah ia rela mengorbankan ratusan nyawa orang.
"Anda baik-baik saja Bu?" Alvin menanyakan kondisi Tatjana. Terlihat sekali Tatjana terpukul dengan informasi yang ia berikan.
"Jika begitu saya pamit dulu Bu," kata Alvin tak enak hati. Ia bangkit dari tempat duduknya.
"Anda belum boleh pergi sebelum menyampaikan semua hasil penyelidikan anda. Bukankah anda bilang ada beberapa informasi tentang papi saya? Anda baru menyampaikan dua informasi.
Cepat katakan semua!" Titah Tatjana otoriter. Alvin kembali duduk di sofa.
"Tatjana." Dion memanggil dengan lembut.
"Besok saja dilanjutkan. Kamu masih shock dan terguncang." Dion menasehati sang kekasih lemah lembut.
"Aku sudah terlanjur tahu semuanya. Silakan bicara Alvin!" Titah Tatjana memanggil Alvin tanpa embel-embel 'Pak'.
"Anda yakin Bu?" Tanya Alvin ragu-ragu.
"Terlalu banyak kejahatan yang dilakukan Pak Gunawan. Pak Gunawan terlalu kuat dan banyak yang membacking."Alvin mengambil napas dan melanjutkan ceritanya.
"Pak Gunawan juga terlibat dalam pembunuhan wartawan senior yang mengetahui cerita dibalik kecelakaan TA-310. Pak Gunawan banyak melakukan korupsi di TA. Keadaan TA selalu merugi tapi gaji dan bonus komisaris, direksi, dan pegawainya besar dan ayah anda sering melakukan penyelundupan barang-barang mewah."
Kali ini Tatjana berusaha tegar dan tak bereaksi seperti tadi. Ia menghela napasnya. Mengambil air di meja dan meminumnya. Tatjana berusaha mengontrol perasaannya. Ia merilekskan pikirannya. Ternyata papinya benar-benar biadab dan tak bisa dimaafkan. Apa salah dan dosa maminya hingga menikah dengan orang brengsek seperti Gunawan? "Laporan saya sudah selesai Bu. Saya kembali dulu." "Tunggu dulu." Tatjana mencegah kepergian Alvin.
"Setelah kamu tahu semua ini. Apa yang akan kamu lakukan Tatjana?" Dion buka suara. Ia khawatir dengan kondisi sang kekasih.
"Papi harus mendapatkan hukuman atas perbuatannya. Aku sebagai anak sangat malu dengan kelakuan papi. Kebenaran harus diungkap walau itu menyakitkan," kata Tatjana tanpa ragu.
"Papi sudah terlalu banyak membunuh orang karena ambisinya. Jika menunggu balasan Tuhan terlalu lama. Setidaknya papi mendapatkan balasan di dunia sebelum mendapat balasan di akhirat. Waktunya sudah datang untuk kehancuran papi. Publik harus tahu fakta dibalik kecelakaan TA310."
Dion duduk di depan Tatjana dan memandang sang kekasih. Dion membelai wajah Tatjana. Alvin membuang muka menyaksikan interaksi sepasang kekasih. Nasib jomblo harus kuat menerima cobaan ini!
"Berpikirlah dengan jernih sayang. Bagaimana pun om Gunawan papi kamu. Kamu yakin akan membongkar skandal besar ini?"
"Keadilan harus ditegakkan Dion. Papi sudah banyak menghilangkan nyawa orang. Apa kamu pernah berpikir jika diantara penumpang itu suami, istri, ayah, ibu bagi keluarga mereka? Jika ada yang berstatus suami dan ayah. Keluarga mereka kehilangan sosok kepala keluarga dan tulang punggung. Sampai disini apa kamu mengerti maksudku Dion? Aku sebagai anak memiliki beban moral yang berat." Tatjana memukul-mukul dadanya.
Dion memeluk Tatjana erat. Ia menenangkan Tatjana. Ia tahu dan mengerti Tatjana sedang berperang melawan dirinya sendiri.
"Setelah kamu tahu papimu seperti ini apakah kamu akan berubah pikiran?" "Apa maksudmu?" Dion melepaskan pelukannya.
"Apa kamu masih ingin menikah dengan anak seorang penjahat?"
"Tarik kembali ucapanmu!" Dion tak senang mendengar pertanyaan Tatjana. "Apa pun yang terjadi aku akan tetap menikah denganmu. Kamu dan om Gunawan dua pribadi yang berbeda. Kamu berbeda dengan papimu. Kamu wanita yang baik. Aku tidak akan merubah keputusanku. Aku mencintaimu."
"Hmmmm." Alvin berdehem.
Tatjana dan Dion tersenyum lucu menyadari kekonyolan mereka. Masih ada Alvin di ruangan, mereka malah bermesraan. Alvin sedari tadi buang muka seolah tak melihat.
"Maafkan kami Alvin," ucap Dion menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dion tersenyum mengalihkan rasa malunya.
"Tidak apa-apa. Cuma ngenes aja. Jomblo disuguhi adegan romantis kayak gini." Alvin mengelus dada.
Wajah Tatjana memerah menatap Alvin. " Jangan kelamaan jomblo. Segeralah cari pasangan. Lama-lama ntar karatan." Tatjana mencandai Alvin.
Alvin berdehem,"Sepertinya intermezzonya cukup. Apa langkah kita selanjutnya? Anda ingin mempublish kasus ini atau bagaimana?" Alvin menatap mata Tatjana.
"Berikan aku waktu untuk berpikir langkah apa yang akan aku lakukan," kata Tatjana ragu.
"Baiklah Bu. Saya mengerti. Darah itu lebih kental daripada air. Anda pasti dilema menghadapi semua ini. Saya rasa sudah selesai. Saya mohon undur diri." Alvin mengulurkan tangan untuk bersalaman. Tatjana segera membalas salam Alvin bergantian dengan Dion.
"Bayaran anda akan saya transfer siang ini," kata Tatjana sebelum Alvin pergi.
"Terima kasih Bu atas kemurahan hati anda."
Sepeninggalan Alvin, Dion dan Tatjana terlibat pembicaraan serius.
"Sayang," panggil Dion dengan lembut. Ia tahu saat terpuruk seperti ini Tatjana butuh sandaran. Ia memeluk Tatjana dengan erat seraya mengelus punggung sang kekasih. Mereka berpacaran semenjak SMA. Mereka sangat dekat dan sudah mengetahui karakter masing-masing.
"Yakin akan kuat menghadapi semua ini Tatjana?" Dion memastikan sikap Tatjana terhadap Gunawan.
"Maksud kamu?" Tatjana melepaskan pelukannya.
"Om Gunawan papi kamu sayang. Kamu yakin publish kasus ini? Kamu yakin akan kuat? Gimana pun jahatnya om Gunawan dia papi kamu. Kamu lahir karena om Gunawan. Kamu yakin menyeret beliau ke meja hijau? Buat apa kamu lakukan jika ujung-ujungnya kamu, tante Irma dan Tita akan tersakiti. Aku bukannya membela papi kamu cuma aku ga ingin liat kamu terluka." Dion menasehati Tatjana dengan lembut.
"Dion," panggil Tatjana dengan suara parau.