Karma Untuk Maya

Aisyah swan
Chapter #1

Chapter tanpa judul #1


Suara desahanku dan Amar saling bersahutan, mengisi ruang kamar yang biasanya menjadi tempat tidurku bersama Aldi. Malam ini bukan malam, melainkan siang bolong, saat suamiku bekerja dan aku sendirian di rumah. Rasanya begitu menegangkan sekaligus memabukkan, karena setiap detik aku sadar betapa besar dosa yang kulakukan.


Namun rasa itu kalah oleh kenikmatan.


“Sayang… hhh…” desahku, tubuhku melengkung menahan gejolak.


Amar bergerak semakin liar, matanya menatapku dengan penuh kepuasan. Dia tahu persis bagaimana caranya membuatku melayang, membuatku lupa siapa diriku sebenarnya. Setiap sentuhan darinya membuatku menjerit tertahan, takut kalau suaraku terlalu keras dan didengar tetangga.


Tak butuh waktu lama hingga tubuhku gemetar, dadaku naik-turun tak beraturan. Aku mencapai puncak bersama Amar, menutup wajahku dengan lengannya agar suaraku tak terdengar keluar. Setelah itu aku jatuh terkulai di sampingnya, keringat membasahi kulitku.


Amar tertawa kecil, lalu membisikkan sesuatu di telingaku. “Kamu emang beda, yank.”


Aku masih terengah, mengusap rambutnya. “Beda gimana?”


“Ya… kamu bahkan lebih menarik dari pacar aku yang statusnya masih gadis.”


Aku terkekeh pelan. “Dasar nakal.”


Dalam hatiku, ada rasa bangga sekaligus getir. Bangga karena bisa membuat Amar begitu tergila-gila, getir karena aku tahu posisiku hanya sebatas selingkuhan. Amar hanyalah salah satu dari tiga pria yang mengisi kekosonganku.


Ya, salah satu.


Amar baru 23 tahun, lebih muda dua tahun dariku. Aku mengenalnya lewat media sosial. Dia bukan yang pertama, dan mungkin juga bukan yang terakhir. Ada dua pria lain yang datang dan pergi dalam hidupku. Aku menikmatinya, meski di sisi lain aku sadar… aku sedang mengulangi jejak yang dulu begitu kubenci.


“Besok aku pulang ke Bandung,” ucap Amar tiba-tiba, suaranya lebih serius. “Kamu jangan chat aku dulu ya, pacarku suka mainin HP-ku soalnya.”


Aku mengernyit, menoleh padanya. “Ke Bandung? Ada apa?”


Biasanya Amar hanya ke Bandung saat hari raya.


Amar termenung. “Nggak tahu, katanya ayahnya Dila mau ngobrol.”


Aku langsung tertawa kecil. “Wah, kayaknya kamu mau dimintain kepastian deh. Kamu kan udah kerja, ya wajar kalau diajak tunangan.”


Amar mendengus, wajahnya terlihat malas. “Aku belum siap nikah, masih mau main-main… apalagi sama kamu.”


Lihat selengkapnya