"Pak Damar! Selamat pagi!" Ucap sekumpulan siswa SMA Karya yang sedang berlari kecil bersama di trotoar jalanan menuju sekolah.
"Cepet! keburu gerbang sekolahnya di tutup" Damar mengangguk ke arah para siswa itu sambil membunyikan lonceng sepedanya.
Seperti hari-hari biasanya, Damar selalu berangkat menggunakan sepeda karena jarak rumahnya dengan sekolah memang berdekatan. Kebiasaan itu sengaja dilakukan agar Ia bisa datang ke Sekolah bersamaan dengan para muridnya yang sering terlambat dan berlarian di sepanjang jalan, sehingga muridnya yang terlambat masih bisa masuk sekolah.
Damar memang seorang guru yang terbilang unik di SMA Karya bahkan sangat dihargai dikalangan siswa. Disaat guru lain senang dengan murid yang pintar dan teladan, Damar tidak demikian. Ia selalu menghargai semua muridnya bahkan memberikan energi lebih untuk membantu siswa yang tertinggal dari siswa lain dalam pelajaran. Ia tidak ingin muridnya mengalami hal yang sama dengan dirinya dulu yang selalu tertingal dan diremehkan disekolah. Perilaku sederhana itu yang membuatnya sangat dekat dengan para siswanya.
"Pagi Pak Damar!" Sapa seorang Satpam sekolah yang berjaga disana sambil membukakan gerbang.
Damar turun dari sepedanya lalu berdiri memperhatikan para siswa yang berlarian di depan gerbang sekolah. "Tunggu mereka masuk dulu, baru tutup gerbangnya."
Satpam itu mengangguk lalu tersenyum seakan sudah terbiasa dengan apa yang dilakukan Damar disetiap pagi. Disaat yang sama, gerombolan murid berlarian masuk melewati gerbang sekolah dan memberikan senyum ke arah Damar dengan wajah berkeringat dan nafas yang terengah. Damar lalu melihat seorang murid yang masih berlari di kejauhan lalu memanggilnya.
"Andhika! Cepet udah telat!" Damar berteriak sambil mengacungkan tangannya ke arah Andhika yang sedang berlari tertawa.
"Pak Satpam! Tutup gerbangnya!" Teriak Bu Atut dari dalam sekolah mengagetkan Pak Damar dan Satpam yang berjaga.
Bu Atut berjalan menghampiri gerbang sekolah dengan wajah kesalnya. Satpam sekolah itu bergegas menutup gerbang sekolah.
"Udah jam segini harusnya gerbang sudah di tutup!" Dengan nada ketus Bu Atut berbicara pada satpam.
"Eee, maaf bu.." Satpan terbata bata karena ketakutan.
"Satpam buka gerbang buat saya bu, saya yang telat" Damar berusaha mencarikan suasana dan menenangkan Satpam yang takut di salahkan.
"Pak Damar, rumah deket dari sekolah masih aja telat." Bu Atut masih ketus.
"Maaf bu, air dirumah saya mati jadi..." Damar berusaha menjelaskan sambil tersenyum namun dipotong oleh Bu Atut.
"Cepet ke lapangan, upacara pertama dengan murid baru". Bu atut seraya pergi meningalkan gerbang menuju ke arah Lapangan.
Dari luar gerbang sekolah, Andhika baru sampai dengan wajah yang memerah dan nafas terengah-engah akibat berlari. "Pak, bukain gerbangnya"
"Telat" Damar menoleh dengan wajah mengejek pada Andhika. Satpam yang melihat itu pun tertawa melihat kelakuan Damar.
Damar mendorong sepedanya masuk ke dalam Sekolah meinggalkan Andhika yang masih merayu Satpam agar dibukakan gerbang. Damar menyimpan sepedanya di tempat parkir khusus guru berdampingan dengan mobil-mobil milik guru lain. Damar adalah satu-satunya guru yang memakai sepeda untuk pergi ke sekolah. Bahkan di saat para siswa menggunakan kendaraan bermotor, Damar masih setia dengan sepedanya.
Suara gemuruh dari para siswa yang berada di Lapangan upacara juga suara Bu Atut yang berbicara di pengeras suara terdengar sampai ruang guru. Di ruang guru, Pak Damar baru saja masuk dan berjalan menghampiri mejanya yang berada di ujung ruangan untuk menyimpan barang-barangnya. Suasana Ruang Guru sepi karena semua guru sudah berada di lapangan untuk melaksanakan upacara. Setelah menyimpan barangnya Damar berjalan ke Lapangan upacara lalu berdiri di samping guru-guru lainnya.
Lapangan dipenuhi siswa yang berbaris rapi, begitu juga para guru yang berbaris berhadapan dengan barisan siswa. Damar melirik ke ujung kiri barisan yang di isi oleh para siswa baru. Seragamnya masih terlihat baru, walaupun sekilas sama, namun seragam baru bisa dengan mudah di bedakan bahkan dari kejauhan. Damar lalu melirik ke arah ujung sebelah kanan dan melihat Andhika berbaris bersama para siswa yang terlambat masuk ke Sekolah. Damar mengenali mereka semua, kebanyakan dari mereka adalah kelas dua, si anak tengah sekolah, siswa yang sedang dalam masa nakalnya. Hanya Andhika siswa kelas tiga yang berada disana.
"Di hari yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan kabar gembira dari para siswa yang baru saja memenangkan perlombaan matematika tingkat kota." Bu Atut berbicara menggunakan pengeras suara di depan barisan para murid.
Dari barisan paling kanan, dua orang siswa dan dua orang siswi berjalan berbaris menuju ke arah Bu Atut dan berbaris menghadap barisan para siswa. Suara gemuruh tepuk tangan mengiringi langkah mereka. Para siswa yang berada di depan ini adalah para pemenang olimpiade matematika tingkat kota.
"Bukannya tim basket lu juga baru aja menang turnamen ya?" Tanya seorang siswa pada Andhika yang berbaris di barisan siswa yang datang terlambat.
"Sejak kapan piala selain di bidang akademik di Sekolah ini dianggap prestasi?" Andhika menatap tajam dengan senyum tipis mengejek ke arah para siswa yang sedang diberi selamat oleh Bu Atut.
Andhika adalah kapten tim basket di klub Guardian. Sebenarnya klub ini berisi siswa SMA Karya, namun karena sekolah tidak mendukung ekstrakulikuler disana, maka Andhika membuat klub sendiri. Selama libur sekolah, tim basket nya memang menjuarai turnamen tingkat provinsi mengalahkan unggulan lain. Namun memang prestasi mereka tidak di lirik oleh pihak sekolah, apalagi jika melihat anggotanya yang dikenal bandel oleh para guru. Sudah menjadi sebuah tradisi jika prestasi yang mendapat apresiasi dari sekolah hanyalah prestasi di bidang akademik, juga karena para siswa yang berprestasi di bidang ini juga di kenal sebagai siswa teladan. Berbeda dengan Andhika dan teman-temannya yang terkenal bandel sehingga prestasi yang mereka dapatkan pun hanya seperti angin belaka. Sekolah menganggap akan memalukan jika orang tua murid melihat prestasi yang di bicarakannya berasal dari siswa yang terbilang tertinggal di pelajarannya.
"Prestasi membangakan ini harus menjadi contoh untuk para siswa baru agar semakin giat belajar. Jangan seperti yang berdiri disana, siswa yang tidak teladan, selalu membuat onar." Telunjuk Bu Atut mengarah kepada barisan siswa yang di pisahkan karena terlambat.