Beberapa hari sudah berlalu semenjak perencanaan di Sanggar tempo itu. Selama waktu-waktu tersebut, Albertus dan Andhika terus berlatih dengan tekun, mempersiapkan penampilan yang akan mereka lakukan di Kantin. Semua inti dari rencana itu sudah dipersiapkan dengan sangat matang, namun di dalam hati mereka, kini lebih mementingkan satu hal: bagaimana agar penampilan mereka benar-benar bisa menghibur semua orang yang ada di Kantin. Tujuan mereka bukan sekadar mendapatkan perhatian, tapi juga memberikan hiburan yang menyenangkan bagi semua siswa yang selama ini mungkin merasa terjebak dalam rutinitas sekolah yang monoton.
Hari yang mereka tunggu pun akhirnya tiba. Pagi itu, Andhika dan Albertus datang lebih awal untuk mempersiapkan peralatan yang akan mereka gunakan. Seperti seorang musisi profesional, hari ini mereka membawa alat musik sendiri ke sekolah. Andhika dengan percaya diri membawa kajon miliknya, dan Albertus tidak ketinggalan dengan gitar kesayangannya. Meskipun awalnya Albertus ingin memainkan piano untuk pertunjukan itu, karena itulah keahliannya, Andhika melarangnya. Ia beralasan bahwa membawa alat musik besar seperti piano ke sekolah akan terlalu repot.
Sebenarnya di Sanggar pun tersedia alat musik yang cukup lengkap yang biasa mereka gunakan untuk berlatih. Namun, Andhika memilih untuk membawa alat musik mereka sendiri dengan alasan sederhana: untuk menarik perhatian murid-murid lainnya. Dan benar saja, begitu mereka tiba di sekolah, beberapa siswa langsung memperhatikan Andhika dan Albertus. Ini wajar, mengingat sekolah sudah lama tidak mengadakan ekstrakurikuler atau kegiatan musik, dan tiba-tiba dua anak ini membawa alat musik ke sekolah. Rencana mereka berhasil membuat siswa yang melihat mereka merasa penasaran.
"Tas gitarnya simpen di sini aja, biar nggak ribet," ucap Andhika sambil menyimpan tas kajon miliknya di atas kursi di sudut Sanggar.
"Oh oke Kak," jawab Albertus sambil mengeluarkan gitar miliknya dari wadahnya. Sebuah gitar berwarna kayu yang dihiasi dengan beberapa stiker band yang menempel di badan gitar.
"Udah gue bilang panggil nama aja, gue nggak suka dipanggil Kak," Andhika sedikit mengeluh.
"Maaf, belum terbiasa," Albertus tersenyum canggung.
Suara bel tanda jam istirahat terdengar hingga ke Sanggar. Andhika dan Albertus memang lebih dulu meninggalkan kelas sebelum jam istirahat dengan alasan ke toilet. Padahal, itu bagian dari rencana mereka untuk bisa siap sebelum semua siswa keluar dari kelas.
"Saatnya pertunjukan!" ucap Andhika sambil mengulurkan tangannya ke arah Albertus lalu memberi fist bump.
Andhika membawa kajon miliknya dengan sebelah tangan dan berjalan dengan percaya diri menuju keluar Sanggar. Albertus pun mengikutinya dari belakang sambil membawa gitar di tangannya. Keduanya berjalan dengan penuh percaya diri menyusuri koridor kelas menuju arah Kantin. Tatapan yakin terpancar dari wajah mereka saat melewati beberapa siswa yang memperhatikan setiap langkah mereka. Rasa gugup yang sempat muncul dalam diri mereka berusaha mereka tutupi dengan baik oleh langkah mantap menuju area pertunjukan.
Beberapa saat kemudian, sampailah keduanya di Kantin. Benar saja, seperti perkiraan Andhika, Kantin itu dipenuhi oleh siswa. Sebentar mereka berhenti, menghela napas untuk menenangkan rasa gugup yang semakin menyelimuti diri mereka. Andhika menyimpan kajon miliknya di sisi depan Kantin dan duduk di atasnya. Albertus pun menggantungkan gitar miliknya di pundaknya dengan tali gitar yang terpasang. Beberapa siswa mulai memperhatikan mereka. Di antaranya, ada Tiara dan Intan yang duduk bersama sambil mempersiapkan ponsel untuk merekam penampilan itu.
"Perhatian!" ucap Andhika sambil memukuli kajon yang didudukinya beberapa kali.
Suasana Kantin yang ramai seketika berubah hening begitu Andhika mulai berbicara. Setiap pasang mata siswa yang berada di sana mulai mengalihkan perhatian pada Andhika dan Albertus. Beberapa di antaranya memasang tatapan heran terhadap apa yang akan dilakukan Andhika saat itu. Termasuk Dimas yang juga berada di sana bersama teman-temannya.
"Kalian ngerasa bosen nggak sih sama rutinitas sekolah yang gitu-gitu aja? Setiap hari cuma masuk kelas, belajar, makan siang, terus pulang. Emang kalian nggak pengen ada kegiatan lain selain itu?" ucap Andhika dengan suara lantang, menantang semua siswa yang ada di sana untuk berpikir.
"Ngapain sih lo caper! Ganggu jam makan siang aja!" teriak Dimas dengan wajah tengilnya, diikuti tawa ledekan dari dirinya dan teman-temannya.
Beberapa orang menoleh ke arah Dimas yang berbicara, termasuk Andhika dan Albertus. Namun, Andhika tidak menghiraukannya dan melanjutkan berbicara. "Kita semua manusia, sekali-kali pasti butuh hiburan," ucapnya, dengan penuh keyakinan di matanya.
"Si bangsat gue dicuekin," Dimas menggerutu sendiri, mencoba memprovokasi lebih lanjut.
"Hari ini kami mau coba menghibur waktu makan siang teman-teman semua," ucap Albertus sambil tersenyum, menyapa seluruh siswa yang ada di sana.
"Bilang aja mau ngamen!" teriak Dimas yang berusaha memancing emosi dari Andhika. Namun, usahanya kembali tidak didengar oleh Andhika dan Albertus. "Bangsat gue dicuekin lagi," Dimas kembali menggerutu.
Albertus menoleh ke arah Andhika memberikan kode untuk memulai pertunjukan. Andhika melihat itu dan mulai memberi ketukan aba-aba. Keduanya mulai memainkan alat musik mereka secara bersamaan, menghasilkan nada yang enak didengar. Gebukan Andhika pada kajon dan petikan gitar Albertus mulai mengisi seisi Kantin dengan musik. Mereka memainkan intro lagu Pandangan Pertama dari Ran. "Yang tahu lagunya boleh bantu kami nyanyi," ucap Albertus.
Suara indah Albertus mulai mengalun, mengisi udara dengan melodi yang memikat.
"Lama ku memendam rasa di dada
Mengagumi indahmu, wahai jelita
Tak dapat lagi kuucap kata
Bisuku diam terpesona
Dan andai suatu hari kau jadi milikku
Tak akan kulepas dirimu, oh kasih
Dan bila waktu mengizinkanku untuk menunggu
Dirimu"
Beberapa siswa yang berada di sana mulai mengikuti irama dan ikut bernyanyi bersama. Beberapa siswa lainnya malah merekam pertunjukan itu dengan ponsel mereka. Melihat itu, rasa gugup yang sempat menyelimuti Albertus mulai hilang, karena respon positif dari penonton yang ikut bernyanyi bersama. Melihat itu, Dimas yang sedari tadi duduk di sana mulai bergegas pergi bersama teman-temannya. Albertus melanjutkan nyanyiannya.
"Seiring dengan berjalannya waktu
Akhirnya kita berdua bertemu
Oh diriku tersipu malu
Melihat sikapmu yang lucu
Dan andai suatu hari kau jadi milikku