Karsa

Ananda Galih Katresna
Chapter #15

Kemungkinan Terburuk

Suasana di dalam Sanggar itu hening. Hanya ada suara dentingan tuts piano yang dimainkan oleh Albertus yang memenuhi ruangan. Sebuah lagu yang tenang, seperti sedang merenung. Albertus menikmati sejenak waktu untuk diri sendiri, bermain piano sambil bernyanyi dengan suara yang lembut. Meski semua teman-temannya sedang sibuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh Damar, Albertus merasa ini adalah waktu yang tepat baginya untuk melarikan diri sejenak dari segala kerumitan yang ada di sekolah.

Sejak hari kemarin, semuanya terasa berbeda. Pertunjukan yang mereka lakukan di Kantin bukan hanya sekedar penampilan biasa. Itu lebih dari sekadar hiburan; itu adalah bentuk perlawanan, sebuah cara untuk melawan sistem yang mengekang kebebasan siswa di sekolah ini. Albertus tahu betul bahwa meskipun mereka berhasil mendapatkan perhatian banyak orang, hal itu tidak akan berjalan mulus. Ada risiko besar di balik apa yang mereka lakukan, dan Albertus sadar sepenuhnya bahwa konsekuensinya bisa sangat berat.

"Yang lainnya belum datang?" suara Boris memecah keheningan, dan Albertus mengangkat kepalanya untuk melihat dua teman yang baru saja memasuki Sanggar.

Boris dan Bima masuk dengan senyum lebar, sepertinya mereka juga merasa antusias setelah melihat penampilan Albertus yang sukses besar kemarin.

"Belum," jawab Albertus singkat, kembali fokus pada pianonya.

"Pertunjukan lo kemarin di Kantin keren banget!" Bima berkata dengan antusias, tidak bisa menutupi kegembiraannya setelah melihat bagaimana penampilan mereka begitu menghibur banyak orang.

Albertus tersenyum mendengar pujian itu. Ia memang tidak mengira bahwa respon dari siswa akan semeriah itu. Ketika mereka tampil, ia tidak tahu seberapa banyak siswa yang akhirnya ikut bernyanyi bersama mereka, memberi dukungan meski situasi semakin memanas dengan kedatangan Bu Atut.

"Tapi tugas ku hanya itu. Padahal aku masih ingin terlibat rencana lain," Albertus mengungkapkan sedikit kekecewaannya. Ia merasa bahwa meskipun penampilannya berhasil, itu hanya satu bagian dari rencana yang lebih besar. Ada lebih banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperjuangkan apa yang benar.

"Penampilan kau kemarin sudah sangat membantu. Itu pun sudah cukup," Boris menanggapinya, memberi pengertian bahwa apa yang Albertus lakukan sudah memberikan dampak besar meski itu hanya satu langkah kecil.

"Lagi pula, Pak Damar ga akan ngasih izin kita ngelaksanain lebih dari satu tugas. Dia gak mau sampe muridnya terlibat masalah lebih dari sekali," Bima menambahkan, seolah memberi pembelaan pada keputusan Damar.

Albertus merenung. Ia mengerti, namun ada bagian dalam dirinya yang merasa ada lebih banyak yang bisa mereka lakukan. Mungkin jika mereka bertindak lebih berani, mereka bisa membuat perbedaan yang lebih besar lagi.

"Tapi kenapa Andhika terlibat di semua rencana?" Albertus bertanya, penasaran mengapa Andhika selalu berada di garis depan. Ia tahu Andhika selalu ada dalam setiap rencana, tapi kenapa?

"Dia itu pengecualian," jawab Boris dengan nada serius. "Sanggar ini tetep bisa hidup pun awalnya karena Andhika. Dia orang paling depan yang secara terang-terangan selalu melawan sistem sekolah ini."

Albertus mendengarkan dengan seksama. Tidak diragukan lagi bahwa Andhika memiliki peran besar dalam pergerakan ini. Dia bukan hanya pemimpin di Sanggar, tetapi juga simbol perlawanan yang menginspirasi siswa lainnya. Di mata Damar, Andhika adalah salah satu yang paling siap untuk menghadapi apapun yang datang. Mungkin itu sebabnya Andhika selalu terlibat dalam setiap rencana, bahkan ketika hal-hal menjadi lebih berisiko.

Tak lama setelah itu, pintu Sanggar terbuka lagi. Kali ini, Damar yang masuk dengan langkah tenang, namun penuh rasa kebanggaan. Damar menyapa Albertus dengan senyum lebar, menunjukkan bahwa ia sangat puas dengan apa yang telah dicapai oleh muridnya.

"Selamat! Konser kamu sukses besar," kata Damar, menyentuh tangan Albertus dengan penuh kehangatan dan apresiasi.

Senyum lebar muncul di wajah Albertus. Ia merasa dihargai, dan itu memberi semangat baru baginya. Ia tidak pernah berharap mendapatkan pengakuan sebesar ini, terutama setelah semua yang telah mereka lakukan.

"Respon siswa lain diluar ekspektasi. Karena penampilan kalian kemarin, satu per satu siswa mulai memperlihatkan perlawanannya pada pihak sekolah," lanjut Damar dengan bangga.

"Memang sampai seperti itu ya Pak?" Albertus bertanya dengan rasa ingin tahu yang mendalam. Ia tidak menyangka bahwa penampilannya yang sederhana bisa mempengaruhi banyak orang.

"Saya lihat sendiri bagaimana mereka semua malah menyoraki saat kamu dan Andhika dibawa oleh Bu Atut. Mereka antusias dengan penampilan kalian sampai mereka meminta lagi jika kalian tidak dibawa saat itu," jawab Damar dengan nada bangga, semakin menegaskan bahwa keberanian mereka di Kantin tidak hanya mencuri perhatian, tetapi juga menginspirasi siswa lain untuk mulai melawan ketidakadilan.

Albertus mulai teringat kembali dengan kejadian kemarin, saat siswa di Kantin mulai memberi dukungan dengan sorakan. Ia merasa bangga, tetapi juga bingung dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah tindakan mereka akan benar-benar mengubah keadaan di SMA Karya?

"Kalau begitu, kita sudah berhasil melakukan sesuatu yang besar," Albertus mengatakannya dengan keyakinan baru yang tumbuh dalam dirinya.

Lihat selengkapnya