Suasana Sanggar saat itu sangat sepi, hanya ada Albertus yang sedang memainkan piano sambil bernyanyi sendirian. Semua temannya sedang melaksanakan tugasnya masing-masing dalam mencari bukti untuk misi mereka itu. Tugas yang diberikan pada Albertus memang sudah selesai, itulah alasan mengapa dirinya memilih disana sendirian. Tak lama kemudian, pintu sanggar terbuka. Dari pintu masuklah Boris dan juga Bima.
"Yang lainnya belum datang?" Ucap Boris pada Albertus yang saat itu sendirian di Sanggar.
"Belum." Jawab Albertus singkat sambil masih memainkan piano.
"Pertunjukan Lo kemarin di Kantin keren banget!" Ucap Bima antusias.
Bima juga Boris ikut menyaksikan saat pertunjukan Albertus dan Andhika kemarin di Kantin. Namun karena banyaknya siswa yang berada disana saat itu membuat Albertus bahkan tidak menyadari kedatangan teman-temannya disana. Albertus terlanjur terlarut dalam penampilannya dan juga terhipnotis oleh respon penonton yang mendukungnya. Bahkan saat Bu Atut memarahi mereka pun, Ia masih mendapat pembelaan dari siswa lainnya. Kejadian kemarin memang melebihi ekspektasinya.
"Tapi tugas ku hanya itu. Padahal aku masih ingin terlibat rencana lain." Nada Albertus terdengar sedikit kecewa.
"Penampilan kau kemarin sudah sangat membantu. Itu pun sudah cukup." Ucap Boris.
"Lagi pula, Pak Damar ga akan ngasih izin kita ngelaksanain lebih dari satu tugas. Dia gak mau sampe muridnya terlibat masalah lebih dari sekali." Bima menjelaskan.
"Tapi kenapa Andhika terlibat di semua rencana?" Tanya Albertus.
"Dia itu pengecualian. Sanggar ini tetep bisa hidup pun awalnya karena Andhika. Dia orang paling depan yang secara terang-terangan selalu melawan sistem sekolah ini." Ucap Boris.
Andhika memang salah satu orang yang berpengaruh terhadap adanya perkumpulan di Sanggar itu. Selain itu, Ia sudah terlanjut dikenal sebagai pembuat masalah di SMA Karya. Hal itu yang menyebabkan Ia selalu terlibat dalam setiap rencana. Damar tahu pasti jika Andhika sudah sangat paham bagaimana cara menghadapi masalah. Karena itu pula, Damar tidak ingin siswanya yang lain terlibat masalah lebih dari Andhika.
Tak lama kemudian, pintu Sanggar kembali terbuka. Kali itu, Damar yang datang. Semua mata melihat ke arah Damar yang menampilkan senyuman diwajahnya. Damar lalu berjalan ke arah Albertus yang sedang berdiri didepan piano. Damar menjulurkan tangannya pada Albertus.
"Selamat! Konser kamu sukses besar." Nada bicara Damar antusias.
Senyuman terbentuk dari bibir Albertus. Tangannya menyambut juluran tangan Damar yang memberikan apresiasi padanya. Terlihat jelas dari wajah Damar bahwa dirinya sangat puas terhadap apa yang telah dilakukan Albertus kemarin di Kantin.
"Respon siswa lain diluar ekspektasi. Karena penampilan kalian kemarin, satu per satu siswa mulai memperlihatkan perlawanannya pada pihak sekolah." Ucap Damar memuji.
"Memang sampai seperti itu ya Pak?" Tanya Albertus.
"Saya lihat sendiri bagaimana mereka semua malah menyoraki saat kamu dan Andhika dibawa oleh Bu Atut. Mereka antusias dengan penampilan kalian sampai mereka meminta lagi jika kalian tidak dibawa saat itu." Ucap Damar.
Albertus pun mulai teringat dengan kejadian kemarin saat siswa yang menonton malah memintanya untuk melanjutkan pertunjukan. Jikalau Dimas tidak melapor saat itu, sepertinya pertunjukannya akan berjalan cukup panjang. Ada rasa dalam diri Albertus untuk melanjutkan penampilan saat itu. Namun, tujuannya adalah untuk menarik perhatian guru. Ia sadar bahwa akan ada saatnya jika rencana mereka berhasil, semua kegiatan menyenangkan itu akan kembali ke SMA Karya.
Beberapa saat kemudian ditengah percakapan mereka, terdengar suara pintu kembali terbuka. Semua orang yang ada didalam Sanggar pun menoleh mencari tahu siapa yang baru saja datang. Terlihat Andhika membuka pintu Sanggar dengan tangan kanannya dan tangan kirinya memegang helm.
"Saya kira kamu bareng Tiara." Ucap Damar.