Sudah hampir satu minggu berlalu sejak terakhir kali Albertus menginjakan kaki di Sekolah. Sudah selama itu juga dirinya diam di Rumah akibat skorsing yang diberikan pihak sekolah. Hal terakhir yang dilihatnya saat itu adalah pemecatan secara tidak terhormat guru yang selama ini selalu membelanya. Dan hari ini Ia baru diperbolehkan kembali ke Sekolah setelah masa hukumannya itu berakhir.
Selama itu Albertus selalu terfikir akan kejadian di Sanggar saat itu. Ia terus merasa ada sebuah keanehan yang dilakukan oleh Damar dan juga teman-temannya. Bisa-bisanya mereka hanya diam dan tak mengeluarkan sepatah kata pun saat Guru yang selama ini selalu setia membimbing mereka dipecat begitu saja. Damar pun sama saja, malah mengakui kesalahan dengan begitu mudahnya di hadapan Bu Atut saat itu.
Selama perjalanan menuju Sekolah Albertus terus memikirkan hal buruk apa lagi yang akan dialaminya hari ini. Apakah Ia masih bisa berkumpul dengan teman-temannya lagi seperti biasa. Tapi disatu sisi Ia pun sadar bahwa saat terakhir di Sanggar itu, teman-temannya seperti kehilangan semangat. Memang ada benarnya juga, semua rencana ini adalah ide Damar. Jadi jika sang pemilik rencana tidak berada disana lagi, mereka bisa apa.
Beberapa kali terfikir oleh Albertus untuk mencari cara agar gurunya tidak jadi dipecat. Tapi Ia tak tahu bagaimana caranya. Alasan pertama karena Ia meliahat orang yang sudah lebih lama bersama Damar pun tidak berani membelanya, apalagi dirinya yang hanya seornag siswa baru. Alasan kedua, karena gurunya sekali pun sama sekali tidak membela diri. Hal itu terus berada dalam pikirannya bahkan sampai saat dirinya sedang berdiri berbaris untuk upacara bendera di Sekolah. Hari ini memang hari senin.
"Kepada pembina upacara. Hormat grak!" Pemimpin upacara dengan suara lantang hingga terdengar oleh semua peserta upacara.
Lamunan Albertus terpecah oleh suara komando pemimpin upacara. Saat semua siswa menghormat, dirinya tidak demikian. Bukan tanpa alasan, hal itu dikarenakan yang berada di depan saat itu menjadi pembina upacara adalah Bu Atut. Albertus merasa hilang rasa hormat pada Bu Atut setelah semua hal buruk yang terjadi di hadapannya.
"Hari ini ada beberapa info yang ingin saya sampaikan. Pertama adalah berita pemecatan seorang guru secara tidak terhormat. Yaitu Pak Damar Sadali atas pelanggarannya bersama empat orang siswa." Ucap Bu Atut lewat pengeras suara.
Seketika Albertus kaget akibat berita yang diberikan Bu Atut. Kekesalan dalam dirinya sedikit demi sedikit naik setelah mendengar berita itu disampaikan pada semua orang disana. Mengapa berita seperti itu harus sampai di umumkan saat upacara bendera. Mengapa Bu Atut selalu senang mempermalukan orang didepan umum seperti itu.
"Pak Damar bersama empat orang siswa yaitu Andhika, Albertus, Boris dan Bima tertangkap sedang berkumpul tanpa izin di Sanggar sekolah. Mereka secar diam-diam tetap melakukan kegiatan ekstrakurikuler padahal sudah jelas hal itu dilarang oleh Sekolah."
Rasa kaget disertai kesal dalam diri Albertus makin menjadi setelah Ia mendengar bahwa namanya juga ikut dipermalukan di hadapan para siswa disana. Dari arah kerumunan pun beberapa orang terdengar membicarakan hal itu. Dari ekspresi wajah para siswa itu, kebanyakan menatap aneh pada Bu Atut. Mereka seperti mempertanyakan alasan dari keputusan Bu Atut tersebut.
"Lo sampe kena skors? Pak Damar sampe dipecat?" Tanya seorang siswa mengagetkan Albertus.
"Sekolah ini udah gila. Cuma gara-gara kalian ngelakuin ekstrakurikuler doang?" Seorang siswa dibelakang Albertus pun ikut bertnaya.
Albertus hanya menjawab dengan anggukan kepala. Dirinya tidak menjawab dengan kata-kata karena agak heran terhadap respon siswa lain yang malah seakan lebih berada di pihaknya.
"Berarti pertunjukan musik di Kantin waktu itu tuh ide Pak Damar juga? Padahal keren loh itu. Harusnya sekolah ngedukung hal kaya gitu, bagus loh itu bisa bikin siswa jadi punya hiburan. Bukannya anak olimpiade doang yang di pikirin." Nada bicara seorang siswa terkesan memaki keputusan Sekolah.
Albertus berfikir mungkin dukungan siswa lain ini akibat penampilannya saat itu yang berhasil menghibur para siswa. Para siswa ini mulai tergerak untuk berani melawan setelah dirinya berani untuk memulai aksi protes itu. Hal itu membuatnya berfikir kalau sebenarnya para siswa ini pun sebenarnya ingin menyampaikan pendapatnya. Mereka juga ingin memiliki kebebasan berekspresi dan berkreasi di Sekolah. Namun, mereka terlalu takut untuk memulai dan terbawa masalah.
"Karena hal itu, saya memutuskan untuk menghancurkan gedung Sanggar dan mengubahnya menjadi Lab baru." Ucap Bu Atut antusias.
Bu Atut memberikan gestur untuk mengajak semua orang memberikan tepukan tangan. Guru-guru dibelakangnya serentak bertepuk tangan memberikan penghargaan pada Bu Atut. Tapi tidak dengan para murid yang berbaris disana. Para murid malah meluapkan emosi kekecewaannya dengan menyoraki Bu Atut atas keputusannya itu. Para murid terlihat kecewa atas keputusan Bu Atut yang memecat Damar dan mempermalukannya saat upacara. Juga mereka kecewa dengan keputusan menghancurkan sanggar dan mengubahnya menjadi Lab.
"Diam! keputusan saya sudah bulat. Saya tidak ingin ada lagi kegiatan ekstrakurikuler selain dalam bidang akademik di Sekolah ini. Itu hanya akan membuat kalian jadi malas belajar dan menjadikan kalian pembuat masalah seperti Pak Damar dan ke empat siswa itu."
Suasana saat upacara itu masih terbayang oleh Albertus. Gemuruh kekecewaan dari para siswa itu seperti terngiang dalam pikirannya. Ia malah seakan menjadi bersemangat untuk kembali melanjutkan rencana yang sebelumnya telah di buat oleh Damar. Sore ini sepulang sekolah Ia berniat menghampiri teman-temannya itu untuk mengajak kembali melakukan rencana Damar.
Albertus merogoh ponselnya lalu mengirimkan pesan pada teman-temannya untuk berkumpul di Sanggar lagi. Setelah itu Ia bergegas untuk pergi ke Sanggar menunggu teman-temannya untuk datang. Ia sudah memkikirkan sebuah rencana untuk dilakukan.
Albertus tiba di Sanggar dan melihat Andhika bersama Boris dan Bima sedang menatap sanggar yang sekarang sudah ditutupi pembatas. Mereka sudah tidak bisa lagi masuk kesana karena sudah ada beberapa alat berat untuk menghancurkan bangunan. Albertus segera menghampiri teman-temannya.
"Aku punya rencana." Ucap Albertus sambil menhgadap kearah teman-temannya itu.
"Rencana apaan lagi? Liat tuh akibat terlalu banyak rencana." Andhika menunjuk kearah pembatas yang menutupi area Sanggar.
"Kalian menyerah begitu saja?" Nada bicara Albertus meninggi.
"Kita udah bikin Pak Damar dipecat. Terus mau gimana lagi?" Raut wajah Andhika terlihat putus asa.