“Kita selalu berdoa, agar Allah mampukan kita, untuk terus menggenggam nikmat dakwah sampai akhir hayat,” ujar sang Guru.
Begitulah kalimat sang Guru mengawali pertemuan pekanan kami. Teduh dan menenangkan. Dari pekan ke pekan, kami selalu merindukan kalimat-kalimat sejenis yang memompa semangat.
Bagaimana mungkin kami rela melepaskan dakwah dari tangan kami, sedangkan bersama dakwahlah kami mengerti; hidup bukan tentang diri kami sendiri. Ada orang lain yang perlu diajak untuk senantiasa berada dalam koridor kebenaran. Berkat dakwahlah kami mengerti tujuan hidup: mengejar kemuliaan dan keridhaan Allah.
Bagaimana mungkin kami meninggalkan dakwah ini, sedangkan dakwahlah yang menjaga diri kami dari hal sia-sia. Dakwah yang menjadi rambu saat terlintas hendak berbuat maksiat. Dakwah juga yang mendorong kami untuk terus memperhatikan ruhiyah sebagai bekal beraktivitas.
Bagaimana mungkin kami mengabaikan dakwah ini. Dakwah yang mengajarkan kami untuk selalu memperbaiki diri. Dakwah juga mengajarkan kami untuk tidak menikmati manisnya itu sendiri, melainkan menyebarkannya kepada orang lain agar dapat ikut merasakan indahnya Islam, kemudian mengajaknya untuk bergerak bersama.
“Jalan dakwah tidak ditaburi bunga-bunga harum. Jalannya sulit dan panjang,” tulis Syaikh Musthafa Masyhur dalam Fiqh Dakwah. “Hasilnya mungkin tidak akan bisa dilihat saat kita hidup, kita hanya disuruh beramal dan berusaha.” lanjutnya.