Teruntuk Nabiku - Hanisya Nurul Fazrina
Aku menulis ini tepat pada 1 Rabiul Awwal 1445 H. Tulisan ini, agar menjadi bukti sekaligus kenangan bahwa aku pernah menulis riwayat-riwayat tentangnya yang telah sampai kepadaku.
Sebenarnya, aku bingung hendak memulai tulisan ini dari mana. Seperti halnya kata penyair, “Aku dihadapkan dengan lautan mutiara yang terbentang. Keindahan yang sulit dijelaskan, bahkan lebih indah daripada yang terlintas, meskipun penjelasan telah dijelaskan.”
Aku berkaca pada keadaanku yang hina, kotor, serta pandangan yang buram ini. Meskipun, cahayanya yang terang selalu menelusuk ke dalam hati untuk menyadarkanku.
Kehinaan diriku tidak pantas menuliskan keindahan dirinya, wahai kekasih. Sungguh, rasanya aku tak pantas menulis ini. Namun, jiwaku berkobar, tekadku menguat, dan hatiku seakan menuntun untuk terus menuliskan tentangnya.
Dia adalah kekasih yang dicintai semua orang, yang pertolongannya dibutuhkan dalam setiap masalah. Dia adalah cahaya bagi gelapnya hati. Dia adalah pimpinan bagi semua umat manusia yang rela memintakan ampun untuk kita. Dia adalah perindu yang lebih dulu merindukan kita, bahkan sejak keberadaan kita belum ada.
Dia adalah panutan dalam memerintah dan melarang. Tidak ada seorang pun yang lebih benar dalam perkataan iya atau tidak. Dia adalah cermin yang memantulkan cahaya Allah, sebab dialah, dunia dan seisinya diciptakan.
Dia adalah bukti bahwa ia kekasih Allah. Manusia yang paling tinggi derajatnya. Siapa pun yang memegang dan mengikat diri kepadanya, maka orang itu telah berpegang pada tali yang tidak pernah terputus, yaitu tali yang menyambung kepada Allah. Maka kelahirannya adalah ied (hari raya) bagi kami.
Wahai Nabi, salawat dan salam atasmu, keluargamu, sahabatmu, dan orang-orang yang mencintaimu. Gembirakan kami ya Allah, sebagaimana kami bergembira atas kelahirannya. Sebuah perjumpaan yang tak akan ada perpisahan dengan Nabi kami.
***
Untukmu Para Pejuang - Lathifah Al-Fihr