"Permisi!" Seorang pria berseru di depan pintu, suaranya terdengar seperti tidak asing.
Seketika Mata Eni dan Koh Liem saling bertatapan, mereka sepertinya ingat siapa pemilik suara tersebut.
Koh Liem menatap Eni sambil mengelap tangannya dengan handuk khusus. Mulutnya komat-kamit. "Tuh kan, gue bilang juga apa."
Sebenarnya Koh Liem tidak rela dengan kedekatan Eni dan Ferry, ia takut jika Ferry akan menghasut Eni untuk berhenti bekerja di toko roti miliknya.
"Roti manis jam segini banyak yang belum matang." Koh Liem memberi penjelasan pada Ferry sambil menghampiri meja kasirnya.
"Gak apa-apa, Koh. Saya cuma mau pesan roti untuk nanti siang."
Ferry sangat bersemangat sehingga tidak sadar bahwa toko baru saja dibuka. Sebenarnya Ferry ingin sekali mendekati Eni, tapi ia tidak tahu caranya dan inilah alasannya ia kembali ke toko roti untuk membuat pesanan baru.
Tidak terlalu masalah jika Ferry mengeluarkan banyak uang. Ferry tidak takut kehabisan materi sebab keluarganya terkenal sebagai pemilik jasa kontraktor dan beberapa pusat perbelanjaan di Jakarta.
"Oke, mau pesan apa? Nanti dicatat," jawab Koh Liem, yang bergegas mencari buku nota dan pulpen miliknya.
Eni juga merasa gugup bergegas ia menjauhi Ferry. Eni menyibukkan dirinya dengan cara membersihkan kaca di depan toko. Tangannya sibuk bersih-bersih sembari sesekali melihat Ferry dari balik kaca, tapi ketika Ferry sadar sedang ditatap oleh Eni, gadis itu segera memalingkan wajahnya, berpura-pura acuh.
Setelah Ferry membayar uang tunai kepada Koh Liem, ia segera pergi dari toko roti itu, tidak ada sepatah kata atau seutas senyuman yang ia berikan kepada Eni. Setelah selesai mengelap kaca, ia kembali masuk ke dalam toko untuk melayani pembeli seperti biasanya.
"En, nanti siang tolong bagikan roti di stasiun Klender sana, ya," ucap Koh Liem kepada Eni yang sedang sibuk menyusun roti di etalase kaca.
"Baik, Koh." Eni mengangguk patuh, ia sangat bersemangat karena senang jika disuruh untuk keluar mengantar pesanan roti. Dia bisa berkeliling untuk menyegarkan pikiran. Rasanya bosan berada di toko roti setiap hari.
Tangan Koh Liem menyobek nota pesanan milik Ferry, ia bergegas ke dapur untuk menyiapkan seluruh pesanan pria itu. Sementara Eni menjaga kasir dan menunggu pembeli menggantikan Koh Liem yang sedang sibuk membuat roti pesanan milik Ferry.
"Mbak, roti tawar ada?" Seorang pria masuk ke toko, dia menenteng kamera di tangannya.
"Ada, tuh di sana." Eni menunjuk rak khusus berisi aneka roti tawar sambil tersenyum ramah. Pelanggan itu segera pergi ke tempat yang ditunjuk Eni.
"Nih, Mbak, sudah, langsung ditotal aja." Pria bertopi hitam itu tampak sedang mengejar waktu.
Eni segera memasukkan roti tersebut ke kantong plastik. "Semuanya jadi delapan ribu."
Eni menyerahkan kantong berisi roti dan menerima uang yang diberikan pria tadi, pria itu menatap Eni sesaat. "Eh, Mbak. Nanti kapan-kapan aku wawancara mau ya?"
"Wawancara apa, Mas?" Tanya Eni keheranan.
"Wawancara untuk masuk majalah, Mbak," jawab pria bertopi itu. Dia sedikit kagum melihat Eni, menurutnya gadis itu sangat cantik bak model. "Oh ya, perkenalkan nama saya Deri, saya wartawan berita."
Pria itu mengenalkan diri sekaligus percaya diri supaya Eni tertarik padanya. Deri juga bertanya siapa nama gadis itu, Eni hanya menjawab sekenanya saja.
"Mbak udah nikah?"
Eni menggeleng, jangankan menikah, punya pacar saja tidak. Sampai detik ini belum ada pria mana pun yang bisa meluluhkan hati Eni, ia hanya memikirkan pekerjaan, baginya berpacaran tidak terlalu penting.
"Oke, Mbak, saya permisi dulu, terima kasih, ya." Deri berpamitan kepada Eni, ia berjalan keluar dari toko membawa kantong plastik berisi roti. Eni membalas dengan senyum dan anggukan kepala, sebab ia adalah wanita yang paling malas basa-basi.
Setelah beberapa saat kemudian, Koh Liem keluar dari dapur produksi rotinya, ia membawa banyak roti manis yang sudah dibungkus rapi.
"Nih, En. Tolong bagiin rotinya di depan stasiun Klender sana, ya." Koh Liem memerintahkan Eni untuk pergi. Gadis itu bergegas membawa dua kantong plastik besar berisi roti sambil berjalan kaki ke arah Mall Klender dan Stasiun Klender.
Setelah cukup lama berjalan kaki, dari kejauhan Eni melihat Ferry sedang berdiri di depan Mall Klender. Eni penasaran apa yang sedang pria itu lakukan. Namun, ia segera tersadar, bahwa Eni harus bekerja bukan bertemu dengan Ferry.
"Hey Eni," sapa Ferry tiba-tiba. Pria itu hendak menyebrangi jalan raya.
Eni yang mendengar teriakan Ferry berdiam diri di depan stasiun Klender, ia menunggu pria itu menyebrangi jalan raya terlebih dahulu.