KASUS 831

Novi Assyadiyah
Chapter #4

MEREKRUT DEWA CINTA

Dua bulan yang lalu, sekitar bulan Agustus, Kang Andre yang sudah dua tahun bekerja di Kota Jakarta tiba-tiba pulang ke kampung halamannya di Kota Bandung. Tidak ada yang tahu mengenai kepulangan Kang Andre setelah kedua orang tuanya wafat dua tahun yang lalu. Tapi beberapa warga terkhususnya ibu-ibu berspekulasi bahwa kepulangan Kang Andre adalah karena gagal menikah atau karena dirinya memiliki banyak hutang hingga kabur kembali ke kota kelahirannya. 

Walaupun kepulangannya terkesan misterius, Kang Andre selalu menjadi buah bibir para gadis yang terpesona karena ketampanannya. Menurut kesaksian Teh Melati, Kang Andre memiliki senyum semanis gula dan mata yang sedalam lautan alias tatapannya sangat dalam dari pengalamannya ketika Kang Andre menolong dirinya yang hampir terjatuh di pasar. 

Hal ini jugalah yang menjadi awal pemicu Teh Melati dibuat penasaran akan sosok Kang Andre hingga ia ingin mengetahui kriteria wanita idaman Kang Andre agar bisa lebih mudah mendekatinya. Teh Melati tidak ingin seperti wanita lainnya yang secara jelas mendekati Kang Andre, ia ingin bermain rapi agar Kang Andre tidak risih kepadanya.

Rencananya itu kini menjadi sebuah kasus baru bagi Mila dan Bayu yang tidak berpengalaman di bidang romansa percintaan. Meski begitu, Mila ingin menyelesaikan kasus ini dengan baik agar martabat detektif “MIYU” tidak tercemar hanya karena keduanya tidak berpengalaman. Mila juga tidak ingin membuat jejak karirnya sebagai detektif remaja ternodai hanya karena Guci Keramik yang pecah. Karena itu, Mila memutuskan untuk meminta bantuan kepada kenalannya yang sudah terkenal sebagai "Dewa Cinta"'. Seseorang yang tidak mungkin Bayu terima dengan mudah karena Bayu menganggapnya sebagai musuh.

“Seriusan Mil? Nggak ada opsi lain gitu selain Si Gugun?” Gerutu Bayu kepada Mila yang sudah ia prediksi sebelumnya akan mendapat tanggapan seperti ini. Bayu tidak menyukai Gugun karena ia merasa setiap perempuan yang disukainya selalu berhasil bersama dengan Gugun. Kalau kata Mama Qonita, Bayu sedang di fase ingin merasakan cinta monyet, cinta ala anak remaja yang belum serius amat. Mila sempat berpikir, kenapa ya bukan disebut dengan cinta sapi, kerbau, ulet, semut. Kenapa harus cinta monyet? Tapi jawaban itu tidak pernah terjawab. Mila memilih membiarkan begitu saja dengan menerima sebutan ‘cinta monyet’ bagi remaja yang sedang jatuh cinta.

“Iya nggak ada opsi lain, Bay. Cuman dia yang bisa bantu kita. Tolong ngalah dulu ya kali ini? Emangnya kamu mau gantiin gucinya Teh Melati? Kalau aku belum sanggup buat gantiin dan aku juga belum siap kena marah Mama, Bapak, Ene, dan Ii. Terus aku juga nggak kebayang deh gimana nasib kamu kalau Mama Indri sampe tahu”. 

Wajah Bayu seketika menjadi pucat ketika mendengar nama Mamanya. Mila tahu bahwa Bayu takut jika Mama Indri sudah marah atau kesal. Marahnya orang pendiam terkadang lebih menakutkan daripada orang yang sudah dikenal menyebalkan. Dalam hati Mila memohon maaf kepada Mama Indri karena sudah menjadikannya sebuah alasan agar Bayu setuju dengan rencananya.

“O-okelah kalau gitu. Aku setuju sama rencana kamu, Mil. Aku bakal misahin masalah pribadi sama kerjaan. Ta-tapi masalahnya Gugun kan udah gak masuk sekolah beberapa bulan ini. Dia itu…”

"...masih terus berduka." Bayu mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Mila.  

Dengan berdoa dalam hati dengan mengajak Bayu pergi ke rumah Gugun, Mila memohon kepada Tuhan agar rencana meminta bantuan berhasil. Mila sudah mendapatkan salah satu cara agar Gugun tidak bisa menolak tapi cara ini bisa berhasil jika Gugun ingat dengan janji yang pernah diberikannya dan jika ia benar-benar orang yang menepati janjinya.

***

“Gun, ada teman kamu datang. Mila sama Bayu. Katanya ada perlu sama kamu. Bapak bolehkan masuk ya!” Hening. Tak ada jawaban dari anak keduanya. Sudah berbulan-bulan anaknya itu selalu mengurung diri di kamar dan makan hanya seperlunya. Kedua orang tuanya sangat khawatir, namun mereka tidak bisa berbuat apapun selain menunggu Gugun berdamai sendiri dengan rasa dukanya.

Sebenarnya, tanpa diketahui kedua orang tuanya, Gugun juga sedang berjuang untuk keluar dari keterpurukannya. Ia selalu mencari sebuah alasan yang kuat untuk mendistraksi pikirannya dari rasa sedih akibat Kak Haidar, Kakak satu-satunya, yang ia sayangi meninggal dunia karena tertembak saat melakukan aksi demonstrasi di Kota Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. 

Kepulangan raga Kakaknya yang sudah tidak hidup lagi menyimpan duka yang sangat mendalam untuk Gugun. Ia sempat mengutuk jiwa nasionalisme yang dimiliki Kakaknya karena dengan sukarela pergi melakukan aksi demonstrasi yang katanya demi perubahan negara Indonesia agar menjadi lebih baik lagi. Tapi jangan salah sangka! Sebelumnya Gugun turut ikut bangga dalam aksi berani Kakaknya itu tapi sekarang ia sedang bersedih, jadi tolong maklumi kekalutan yang sedang ia rasakan dengan mengatakan hal-hal yang tidak enak untuk dimaknai.

Kata-kata penghibur dari teman-teman Kakaknya yang datang dari Kota Jakarta atau dari berbagai umur yang tidak diketahui statusnya untuk melayat dengan mengatakan, “Kakakmu pejuang reformasi, kamu harus bangga dan terus melanjutkan semangat juangnya” atau “Turut berduka atas kepergian Haidar, semoga kamu dan keluarga diberi ketabahan” sama sekali tidak membuat kesedihannya hilang secepat kilat.

Lihat selengkapnya