Kasus Langka Keluarga Nirgunaman

Cicilia Oday
Chapter #4

Jas dan Gaun Sewaan Paling Murah

Gumpalan yang bergerak di monitor tidak mengesankan apapun bagi Lastri kecuali bahwa suatu hari gumpalan itu akan menguras seluruh keringat dan isi kantongnya. Meskipun dari luar perutnya hanya terlihat seperti baru saja menampung tiga piring nasi rendang, dokter mengatakan kandungannya telah memasuki akhir trimester ketiga, membuat ia dan ibunya kaget. Hari-hari selanjutnya Lastri berusaha pintar-pintar menyiasati penampilan di sekolah. Bukan Bu Jahati saja yang akan menaruh curiga atas peningkatan berat badannya tapi juga guru-guru senior yang lain, termasuk kepala sekolah. Namun sesungguhnya yang paling ia khawatirkan adalah pendapat anak-anak didiknya. Mereka akan menertawakannya karena tidak dapat berpartisipasi dalam acara akhir tahun—atau terpaksa mengikuti acara-acara itu dalam kondisi seperti anakonda baru saja menelan seekor sapi. Ia pasti akan tampak amat tidak menarik. Tak peduli sebagus apa pakaian yang ia kenakan nanti, tak akan ada artinya bila bentuk tubuhnya tidak menunjang. Ia pasti akan tampak amat konyol di foto-foto dokumentasi. Di saat-saat seperti ini Lastri berharap ia juga bisa menjelma seonggok bayi seperti orangtua Baktinus. Enaknya bila ia bisa menjadi bayi kembali, tak punya tanggung jawab, kerjaannya bernapas dan makan doang.

           Baktinus mengira ia akan sulit mencerna dan menerima informasi ajaib tentang kedua orangtuanya. Lebih dari yang dapat ia tunjukan secara kasat mata, sesungguhnya Lastri merasa begitu lega. Setidaknya suara tangis bayi yang sempat terdengar olehnya dari panggilan telepon Mariska malam itu bukan anak haram jada hasil perselingkuhan Baktinus. Memiliki calon mertua yang masih bayi jauh lebih baik daripada memiliki mertua paruh baya yang suka ikut campur dan menindas menantu.

“Menurutku, kalau hanya karena orangtuamu jadi bayi dan rumah lamamu disita, kita enggak perlu batal menikah,” katanya sebelum Baktinus pulang malam itu. “Tapi kalau kamu perlu menenangkan diri dulu, aku sih enggak masalah juga. Siapa tahu beberapa tahun depan, kamu jadi miliarder ketika sudah waktunya kita menikah. Well, kalau kamu masih hidup dan kalau aku belum diambil orang.” Ia berharap kata-kata terakhirnya berhasil menyindir dan menyengat hati nurani Baktinus hingga menjadi mimpi buruk yang mengganggu tidur lelaki itu setiap malam.

 

 

Ia yakin malam-malam tidur nyenyak dan mimpi indah telah menjauhi Baktinus sejak rumah orangtuanya disita dan dua orang bayi berusia kurang dari satu tahun menjadi tanggung jawabnya. Nyatanya tak ada lagi yang dapat diharapkan dari seorang pria seperti Baktinus. Anaknya kelak tidak membutuhkan seorang ayah pengecut. Baktinus tak akan sanggup membiayai dan menafkahi tiga bayi—ditambah Mariska—sekaligus. Lastri dan anaknya tidak perlu menambah berat beban derita di hati lelaki malang itu. Sebaliknya uang bukanlah masalah Lastri dan keluarganya hari ini. Citra keluarga terpandang nan sejahtera mungkin tak pernah melekat pada keluarga Tabahari, tapi siapa yang tahu Bapak dan Ibu Tabahari ternyata memiliki tabungan deposito atas nama Lastri Tabahari dan yang paling penting, mereka tak punya hutang di bank.

“Tadinya tabungan itu mau digunakan untuk membiayai kamu masuk kedokteran,” kata ibunya sekembali mereka dari dokter kandungan. “Tadinya juga mau dipakai membangun rumahmu kalau kamu sudah menikah.” Tapi nasib Lastri menikung jauh dari jurusan kedokteran dan rencana membangun rumah tidak perlu terjadi dalam waktu dekat, sebab Lastri anak terakhir yang tersisa di rumah orangtuanya, sehingga rumah itu boleh ia tinggali selamanya. “Jadi kamu dan anakmu enggak perlu khawatir soal uang. Begitu usia kandunganmu masuk tujuh bulan, mama akan mengurus pencairan tabungan depositomu.”

Lastri mengira ibunya hanya pintar mengerok; ibunya juga pintar menabung. Suasana hatinya membaik selama berhari-hari, membuatnya menulis di media sosial: masa depan cemerlang untukmu, Nak. Biar kita hanya abdi negara, kakek dan nenekmu ternyata mewariskan tabungan berlimpah, bukan hutang di mana-mana, mengundang beragam komentar dari teman-teman Facebooknya. Ada yang memberi selamat atas kehamilan anak pertama. Ada yang memuji uang tabungan berlimpah. Ada yang menyindir, emang enak kalau ibumu pensiunan dan bisa menjamin masa depan cerah bagi anak-cucu. Ada yang menanyakan siapa bapak dari anak yang beruntung punya tabungan berlimpah. Baktinus tidak memberi tanggapan atas unggahan tersebut. Tidak berkomentar atau sekadar memberi tanda suka, tapi Lastri yakin lelaki itu—dengan mengandalkan jaringan wifi kantor—membaca unggahan statusnya.

Lihat selengkapnya