Kasus Langka Keluarga Nirgunaman

Cicilia Oday
Chapter #6

Apa yang Terjadi jika Nenek dan Cucu Saling Bantai?

Layar monitor USG tak lagi sekadar menampakan tonjolan tak jelas; tonjolan itu kini memiliki sebuah kepala, tubuh yang lonjong, sepasang tangan dan kaki yang sempurna. Lastri hampir dapat melihat seulas senyum di wajah sang bayi dan membayangkan salah satu tangannya melambai ke arahnya, dengan sebuah balon dialog berbunyi: enggak sabar ketemu, Mama! Dokter mengkonfirmasi kandungannya telah memasuki awal trimester ketiga, dengan kata lain sudah menginjak bulan ketujuh. Jenis kelamin bayi bahkan sudah ketahuan; tapi Lastri ingin menyembunyikannya dari semua orang sebagai kejutan. Ia bisa melahirkan kapan saja. Namun Lastri tahu bayi seharusnya diperam selama sembilan bulan. Jangan sampai jemarinya belum lengkap, alisnya belum terbentuk, dan lubang hidungnya baru satu. Karena itu betapa rajin ia mengonsumsi vitamin yang diresepkan oleh dokter. Apalagi vitamin-vitamin itu lumayan mahal. Baktinus selalu minta dibuatkan kwitansi sebelum mereka meninggalkan ruang praktik dokter. Lantas pengembalian dana rawat jalan dari kantor dipakai untuk mentraktir seisi rumah di kedai gelatto. Bayi Mama dan Papa hanya boleh makan bubur dan biskuit bayi. Maka mereka hanya bayar tiga gelatto untuk tiga orang dewasa. Mariska tidak termasuk. Bukan karena ia belum dewasa tapi karena Baktinus sedang menghukumnya. Lastri menyukai masa-masa hukuman sang adik ipar. Hukuman membuat Mariska tak berkutik. Tak ada lagi berjam-jam keluyuran hingga malam hari. Tak ada lagi belajar kelompok di rumah teman. Alasan apapun yang keluar dari mulut gadis itu untuk membuatnya memeperoleh izin keluar rumah, kini tak dapat lagi dipercaya. Semua alasan itu dibuatnya untuk mengelak dari pekerjaan rumah tangga, mengasuh bayi mama dan papa bersama sang bibi, dan yang terutama untuk bertemu pacar. Sejak perutnya membesar, Lastri tidak melakukan tugas-tugas pekerjaan rumah. Bahkan memasak dan menjempur pakaian diambil alih oleh sang bibi, membuat bayi mama dan papa sedikit terabaikan. Karena itu Mariska seharusnya mengerti dan mau berdiam diri di rumah untuk mempermudah hidup sang bibi dan terutama kakak iparnya. Bahkan bila semua pekerjaan rumah telah selesai, ia seharusnya memijati tungkai-tungkai Lastri yang mulai bengkak, membantu kakak iparnya keramas, pedicure—sebab Lastri yang sudah mustahil menjangkau kuku-kuku kakinya sendiri—dan membuatkan jus alvokad terenak dan tercreamy supaya calon keponakannya tidak kekurangan asam folat.

Namun tanpa ia berusaha perhatian semua orang tertuju padanya. Membuat ia menikmati posisinya sebagai seseorang yang sedang hamil—kecuali ketika ia sedang gerah, sulit tidur, bolak balik pipis, dan kakinya bertambah bengkak. Tak ada yang membantah keinginannya. Tak ada yang menyuruhnya melakukan ini dan itu. Tak ada yang berani menyinggung atau pun membuatnya sakit hati. Semua orang menuruti keinginannya terutama soal makan. Tapi memasuki bulan ke sembilan banyak hal yang berubah. Ia disuruh cuti kerja, disuruh banyak jalan kaki, banyak bergerak, bahkan disarankan sering berhubungan intim. Lalu larangan-larangan soal makan mulai diterapkan sebab hasil USG terakhir menunjukkan berat badan bayi sudah mencapai 3.8 gram, cukup besar untuk seorang bayi yang masih diperam dalam rahim. Suatu sore ketika ia sedang bersiap mengikuti gerakan yoga di youtube, tiba-tiba cairan ketuban membasahi celana leggingnya diikuti rasa sakit di perutnya. Ia merangkak menjangkau ponsel di atas meja untuk mengecilkan volume musik yang melatarbelakangi video karena tak ada yang mendengarnya menjerit. Ketika sudah tak tahan, ia menjerit semakin keras sampai pintu-pintu kamar terbuka. “Telepon Nus!” jeritnya pada Mariska.

 

 

Seorang bayi laki-laki lahir dalam keadaan sehat, lengkap, dan montok. Kekhawatiran Lastri bahwa bayinya akan terlahir abnormal tidak terbukti. Ia sempat takut bayinya hanya memiliki satu lubang hidung, punya dua kelamin, dan tak memiliki daun telinga sebab sewaktu masih kecil ia suka mencari kesenangan dengan menarik sungut-sungut belalang; untung Tuhan tidak menghukumnya sebab sejak memasuki usia dewasa ia rajin ke gereja. Berat badan bayi mencapai 4kg membuat Lastri mengira ia telah mengeluarkan ususnya serta saat mengejan. Si bayi dinamai Yoga Perfectendi Nirgunaman sebab dia lahir ketika ibunya sedang mengikuti yoga lewat youtube dan sebab—untuk nama tengahnya—ia memiliki fisik yang sempurna. Sempurna sudah kebahagiaan keluarga Nirgunaman – Tabahari. Tiga bayi sekaligus berada di bawah tanggung jawab mereka. Namun kedua bayi mama dan papa sesaat terlupakan dan terabaikan oleh kehadiran sang bayi yang baru, yang notabene adalah cucu mereka. Orang-orang mengelilingi ranjang bayi dengan penasaran dan terharu. Para rekan kerja membawakan lebih banyak parsel perlengkapan bayi, makanan-makanan dan bunga-bunga. Orang-orang mengambil foto dan mengunggahnya ke media sosial disertai caption ucapan selama untuk Lastri dan Baktinus. Dua jam setelah Bayi Yoga lahir, Baktinus bercukur di westafel rumah sakit, kemudian menulis di Facebook: rasanya menjadi seorang ayah mengejutkan tapi juga familiar sebab sudah hampir satu tahun orangtuaku juga berubah menjadi bayi. Tiga hari kemudian, Bayi Yoga dibawa pulang. Kamar utama yang telah lama kehilangan nuansa ‘kamar pengantin’ kini beralih menjadi kamar bayi. Baktinus tetap mempertahankan catnya dengan warna putih. Meja rias harus digeser untuk berbagi tempat tempat dengan ranjang bayi. Kelambu dipasang di atasnya untuk mencegah nyamuk-nyamuk rakus mendarat di atas tubuh montok Bayi Yoga. Mainan gantung warna-warni digantung tepat di bawah cantelan kelambu, monyet-monyet akan menari saat sebuah tuas di bagian tengah ditarik. Boneka-boneka disejajarkan di dekat bantal sebab anak lelaki juga pantas diberikan boneka. Parsel-parsel pemberian para rekan kerja bertumpuk di lantai. Betapa berbeda jauh kodisi bayi Yoga dengan kedua bayi mama dan papa yang hanya memiliki pakaian dan botol susu, tidak pernah memperoleh hadiah dari siapa pun. Namun salah satu isi kesepakatan pranikah mereka adalah bahwa Lastri harus mempelakukan bayi mama dan papa seperti anak—orangtua—sendiri, sehingga menepati janji tersebut, Lastri tak keberatan membagikan sedikit berkat dan kelimpahan yang diterima oleh bayinya dengan kedua bayi mama dan papa. Bayi papa dan mama kini memiliki ukuran tubuh bayi satu tahun. Saat mereka ditemukan di sofa ruang tengah beberapa bulan lalu, mereka masih terlihat seperti berusia tiga bulan. Pertumbuhan mereka dinilai lebih lamban dibandingkan bayi-bayi sehat umumnya. Bila kebanyakan bayi mulai merangkak dan memanjat di usia enam bulan, bayi papa dan mama cenderung pasif dan lebih suka digendong atau diletakan di atas pangkuan. Ini membuat Baktinus khawatir orangtuanya akan butuh waktu lebih lama untuk bisa berjalan. Bagaimanapun, bibi pengasuh tidak bisa terus menerus menggendong keduanya sekaligus, apalagi dengan ketambahan satu bayi Yoga, bayi mama dan papa seharusnya mulai bisa mandiri. Namun sejak bayi yoga dibawa pulang, bayi papa dan mama semakin sering merengek. Seolah mereka dapat merasakan perhatian dan kasih sayang Baktinus dan Mariska telah terbagi. Seolah dapat mereka rasakan kehadiran satu bayi yang lain, bayi yang benar-benar bayi, bayi yang dilahirkan dalam pernikahan dan yang kelahirannya tercatat di catatan resmi rumah sakit, yang fotonya dibagikan dan disukai ratusan kali di media sosial, yang kehadirannya membuat kedua orangtuanya hampir tak perlu mengeluarkan uang lagi untuk membeli perlengkapan bayi karena hadiah-hadiah dari rekan kerja lebih dari cukup. Tentu saja bayi Yoga amat berbeda dari bayi papa dan mama. Tentu saja bayi papa dan mama tidak sama dengan bayi Yoga. Karena itu Lastri menilai tak seharusnya mertuanya merengek meminta perhatian Baktinus, sebab anak mereka kini sudah punya bayi sungguhan, bayi yang akan menyandang nama Nirgunaman. Dengan kata lain mertuanya seharusnya tidak cemburu pada cucu sendiri. Suatu malam menjelang tidur, sehabis menidurkan bayi yoga yang baru selesai disusui, Lastri berkata, “Aku enggak suka kamu menulis status begitu,” dengan nada dingin.

Lihat selengkapnya