Kasus Langka Keluarga Nirgunaman

Cicilia Oday
Chapter #13

Membingungkan dan Misterius

Sekilas ia mengenali pola garis-garis vertikal pada kemeja biru muda yang baru saja ia setrika. Berapa banyak kemeja serupa yang diperjual-belikan di mana-mana; tak bisa dihitung, barangkali seperti bintang di langit, pasir di pantai. Dapat ia bayangkan dunia tiba-tiba penuh dengan kemeja biru muda pola garis-garis vertikal seperti langit penuh bintang dan pantai penuh hamparan pasir. Sekilas ia juga mengenali motif daun ganja pada kaos oblong abu-abu yang baru saja dilipat olehnya. Namun tak terhitung produksi kaos serupa dengan motif serupa di mana-mana. Meskipun tentu tak sebanyak bintang di langit dan pasir di pantai. Ketika tangannya tak sengaja menyentuh sobekan memanjang di belakang garis leher kaos oblong putih yang biasa dipakai Baktinus setiap akhir pekan saat dia hanya berleha-leha di rumah, jantung gadis itu seketika berdetak dengan cara yang membingungkan, lantas buru-buru ia meraih ponsel, meskipun hal itu tak disarankan di tengah jam kerja. 

           “Kamu yang menerima pakaian-pakaian yang sedang kuseterika?” Mariksa menghubungi rekan kerjanya yang bertanggung jawab menerima, mencatat, serta menyortir. Temannya sedang istirahat makan siang di kos-kosan. Tiga kali seminggu mereka bergantian tugas. Kali ini Mariska yang mendapat tugas menyetrika.

           “Pakaian yang mana maksudmu? Bukankah semuanya itu pakaian? Lebih spesifik dong.”

           “Kemungkinan yang baru diantar kemarin.”

           “Entahlah. Aku tidak ingat.”

           Mariska tahu setiap gerak-geriknya diintai oleh cctv yang dipasang di dua titik langit-langit. Namun ia harus memastikan kecurigaannya. Ia mengambil buku nota, memeriksa tanda terima pesanan dari dua sampai tiga hari terakhir. Ada sekurangnya tujuh belas orang memasukan pakaian selama tiga hari terakhir tapi tinggal tujuh yang belum datang mengambil pakaian mereka. Meskipun ia yakin pakaian-pakaian yang sedang ia tangani adalah milik Baktinus, ia tak dapat menemukan nama sang abang di antara ketujuh pelanggan yang tersisa itu. Ia juga tak menemukan nama Lastri. Nama Yoga ataupun kedua orangtuanya juga tak ada. Ia mencoba mengingat-ingat nama sang bibi, yang barangkali menyetorkan pakaian-pakaian itu dengan namanya, namun gagal mengingat nama sang bibi. Untuk apa mereka membutuhkan binantu jika mereka punya mesin cuci di rumah? Lagipula pakaian-pakaian ini hanya terdiri dari pakaian milik Baktinus dan kedua orangtuanya. Tak ada sepotong celana dalam pun milik kakak iparnya. Tiada pakaian kecil lain milik Yoga. Mariska semakin penasaran. Apa yang membuat kakaknya tiba-tiba harus mencuci pakaiannya dan pakaian kedua orangtuanya di binantu? Ada tiga kemungkinan: 1. Mesin cuci di rumah rusak. 2. Bibi dan Lastri tak ada di rumah. 3. Kakaknya hanya ingin mencuci pakaian di binantu tanpa alasan khusus. Jujur saja hal ini amat membingungkan dan misterius, seperti seandainya ia penasaran tentang siapa yang mengendarai UFO, bagaimana orang zaman baheula membangun candi Borobudur, apakah malin kundang beneran jadi batu atau jadi tokek. Jika nanti malam ia tak bisa tidur, pasti karena hal inilah penyebabnya. Tetapi Mariska sadar masalah yang sebenarnya bukan itu. Besok adalah gilirannya melayani pelanggan. Jika Baktinus mengambil pakaian-pakaian itu sendiri, bisa dipastikan mereka akan bertemu. Mariska belum siap bertemu kakaknya dalam situasi seperti ini. Ia belum siap bertemu kakaknya dalam situasi apa pun. Ia berdoa semoga Baktinus belum datang mengambil pakaian-pakaian itu besok hari. Semoga dia datang ketika bukan lagi giliran Mariska melayani pelanggan. Namun untuk berjaga-jaga kalau-kalau doanya tak didengar, ia harus mencari cara untuk menghindari abangnya besok.

 

 

Ia berkonsultasi pada sang pacar malam harinya dan sang pacar menyarankannya supaya tak perlu masuk kerja besok hari. Ia bilang itu mustahil sebab ia digaji per minggu dan gajinya akan dikurangi jika ia bolos. Ia meminta sang pacar menggantikannya hanya saat melayani kakaknya, tapi sang pacar memperingatkannya bahwa Baktinus mengenali wajahnya. Ia yakin Baktinus tak mengenali wajah sang pacar. Baktinus tak pernah melihat pacarnya tanpa helm. Kakaknya pasti tidak akan mengenali wajah pacarnya saat mereka bertatap muka secara langsung. Namun sekali pun itu mungkin, bagaimana nanti pendapat sang induk semang yang tidak membolehkan mereka pacaran atau pun sekadar pegang hp selama jam kerja? Lagipula pacarnya juga ada pekerjaan yang lain, maaf, tak bisa menjadi partner in crime Mariska untuk kesempatan ini.

           Keesokan hari ia memakai kerudung dan kacamata hitam milik pacarnya saat datang bekerja. Induk semang menegurnya sebab kacamata hitam membuatnya tak bisa bekerja dengan benar. Kalau-kalau abangnya datang ketika ia sedang membongkar pakaian-pakaian kotor, ia tak akan sempat buru-buru menyelinap untuk menyamar. Maka meskipun ia bersedia melepas kacamata hitamnya, ia tetap mengenakan kerundungnya. Induk semang bertanya kenapa ia tampak tegang dan terus menerus memandang ke arah pintu setiap menit. Induk semang menduga ia sedang menghindar dari tukang tagih hutang.

           Menjelang tengah hari seorang pria bertubuh sedang dengan suara yang tak diragukan adalah suara Baktinus datang dan menyodorkan nota pengambilan barang. Ia terus menunduk saat menerima nota tersebut dan untungnya, sudah sempat mengenakan kacamata hitamnya kembali. Alih-alih langsung pergi mengambil pakaian-pakaian yang telah diplastiki dari atas rak, ia berdeham keras dan membuat suaranya terdengar amat berbeda ketika ia bertanya pada sang abang kenapa menggunakan nama Dwi pada nota tanda terima.

           “Entahlah. Kebetulan itu nama depan adikku. Mungkin aku lagi mikirin dia waktu datang memasukan pakaian-pakaianku ke sini,” jawab Baktinus tanpa sebersit rasa curiga.

           “Apakah kamu sudah minta izin adikmu memakai namanya di nota tanda terima barang? Lain kali jangan sembarang pakai nama orang tanpa izin.”

Lihat selengkapnya