Tidak ada yang salah dengan bekerja di sebuah binantu dengan bayaran lima ratus ribu perminggu. Menjadi salah apabila kau tidak membagi hasil keringatmu untuk menopang kehidupan ayah dan ibumu yang telah jadi balita. Menjadi semakin salah apabila kau membiarkan ayah dan ibumu diasuh seorang diri saja oleh kakak lelakimu sehingga dia tidak bisa fokus bekerja—dan terancam dipecat. Namun jauh lebih salah apabila kau dan saudara lelakimu membiarkan ayah dan ibumu berdua saja di rumah supaya kau dan saudara lelakimu bisa fokus bekerja sehingga saudara lelakimu tak jadi dipecat. Dalam hal ini, seseorang harus mengalah. Maka setelah tiga bulan tiga minggu bekerja, Mariska menemui majikannya secara empat mata dan mengaku ia akan berhenti bekerja. Sungguh disayangkan. Mariska adalah pekerja yang jujur dan gampang menghafal jenis-jenis pewangi pakaian—meskipun kadang-kadang hasil seterikaannya masih kurang licin—tapi sang induk semang mengerti bahwa gadis itu harus kembali ke rumah untuk mengurus orangtua yang butuh perhatian dan pengasuhan selama dua puluh empat jam. Seluruh pakaian dan barangnya diangkut dari kamar kos sang pacar. Meskipun ia meyakini hubungan mereka baik-baik saja, sang pacar diam-diam begitu lega dengan kepergian Mariska, sebab kamar kosnya mulai terlihat seperti kamar perempuan. Namun yang lebih penting adalah bahwa sang pacar yang bernama Tian akhirnya dibolehkan menemui Mariska secara terang-terangan. Mereka diizinkan pacaran di rumah. Mereka diizinkan pacaran di luar rumah, setelah Baktinus pulang bekerja. Mereka hanya tak boleh pacaran di kamar yang pintunya tertutup rapat, demi menghargai sang abang. Itulah kompromi terbesar yang pernah diberikan Baktinus untuk adik perempuannya, mengingat Mariska sudah bukan anak sekolahan lagi. Meskipun begitu, Baktinus tak pernah meminta maaf pada pacar adiknya setelah menonjok wajah pemuda itu.
Mengasuh papa dan mama Nirgunaman sangat terasa perbedaannya dulu dan sekarang. Dulu Mariska nyaris tak dapat meninggalkan mereka dari tempat tidur. Dulu keduanya tak bisa ditinggal satu menit saja tanpa merengek. Dulu Mariska harus mematut diri saat menyuapi ayah dan ibunya. Sekarang ia bisa membiarkan ayah dan ibunya dengan dunia mereka sendiri. Selama ada sesuatu yang mengikat perhatian keduanya, mereka tak akan mengganggu Mariska tidur siang atau saat ia menonton drama korea. Mereka bisa mandi sambil bermain, bermain sambil mandi. Mereka sudah bisa memegang sendok dan garpu sendiri. Mereka makan belepotan dan menumpahkan remah-remah ke atas meja, tapi setidaknya Mariska bisa menyetrika atau menyapu lantai atau melakukan video call dengan Tian selagi menunggui kedua orangtuanya makan. Kadang-kadang ia lupa bahwa mereka adalah orangtuanya. Kadang-kadang ia merasa seperti sedang mengasuh dua orang keponakan saja. Ia kurang setuju dengan saran Baktinus agar menyematkan nama Papa dan Mama Nirgunaman untuk kedua bocah. Ia lebih suka memanggil mereka papa dan mama saja, sebab itu satu-satunya cara mengingatkan dirinya bahwa kedua bocah adalah orangtuanya.
Suatu hari Baktinus tiba di rumah dengan kabar gembira tentang pekerjaan baru untuk Mariska. Anehnya, dua menit pertama, kabar itu tak terdengar seperti kabar gembira. “Jika aku bekerja lagi, siapa yang akan menjaga papa dan mama?” tanya Mariska, menyadari itulah masalah terbesar di hidupnya sekarang: Siapa yang menjaga kedua orangtua jika ia harus melanjutkan hidupnya? Ternyata kabar baik pertama hanyalah pembukaan. Kabar baik yang sesungguhnya justru adalah apa yang dikatakan oleh Baktinus kemudian: dia sudah menemukan seorang pengasuh dari yayasan terpercaya yang mau dikontrak dengan bayaran empat juta perbulan. Dengan pekerjaan baru Mariska sebagai kasir di sebuah perusahaan pembiayaan, ia dan Baktinus bisa patungan membayar gaji sang pengasuh. Dengan pekerjaan baru Mariska sebagai kasir di sebuah perusahaan pembiayaan, ia dan Baktinus bisa menambung untuk membiayai kuliah Mariska. Tetapi bagaimana jika ia tak diterima, mengingat pengalaman kerja terakhirnya adalah sebagai tukang cuci pakaian bukan konsultan bisnis? Keraguan melanda hati sang adik. Baktinus meyakinkan bahwa Mariska sudah 99,99% diterima. Sang pimpinan cabang adalah sahabat lamanya dari masa susah dulu. Sang pimpinan cabang pernah dia bantu dalam proses pembelian satu unit Toyota yang masih dia kendarai sampai hari ini. Sang pimpinan cabang pernah dia pinjami seratus ketika lelaki itu belum punya pekerjaan. Kini satu-satunya balas jasanya untuk Baktinus adalah bukan mengganti uang seratus ribu tersebut dengan bunga sekian persen, melainkan memberikan kesempatan bekerja untuk adik perempuannya.
Untungnya si pengasuh datang sebelum Mariska mulai bekerja. Si pengasuh perempuan muda di usia dua puluhan, hanya lima tahun lebih tua dari Mariska. Mariska kaget mendapati si pengasuh berparas cantik tapi tak ada yang lebih kaget lagi daripada kakaknya sendiri. Baktinus yakin pengasuh yang pernah direkomendasikan untuknya pertama kali adalah seorang wanita paruh baya yang sudah berpengalaman. Sekarang bagaimana dia bisa memercayakan kedua orangtuanya pada seseorang yang terlihat seperti SPG bedak tabur? Pihak yayasan meminta maaf. Pihak yayasan menjelaskan bahwa wanita paruh baya yang dimaksud Baktinus telah dipecat. Sebab meskipun beliau sungguh telaten dalam hal menidurkan anak dan membuat takaran susu formula, selidik punya selidik yang bersangkutan diam-diam menderita kleptomania, penyebab camilan majikannya selalu raib di malam hari.
Pengasuh muda itu bernama Cantika Darihati. Hal pertama yang diberitahukan padanya adalah bahwa dua orang anak yang akan menjadi tanggung jawabnya konon pernah menjadi orang dewasa dan bukan sebaliknya. Mereka adalah orangtua yang menjadi kanak-kanak, dan akan menjadi orang dewasa kembali. Maka pengasuh cantik tak disarankan membentak, mencubit, melempar, membanting, mengancam kedua bocah ketika Baktinus dan Mariska sedang tak di rumah. Sebab CCTV tak hanya dipasang di mana-mana. Sebab telinga dan mata para tetangga juga mengawasinya dari jauh sehingga ia akan merasa bagai tinggal di rumah bertembok transparan. Sebab ketika kedua bocah beranjak dewasa kembali, mereka akan melakukan pembalasan dendam kesumat jika sampai si pengasuh terbukti melakukan kekerasan yang tak berperi kemanusiaan.
Baktinus mengira Lastri akan serta merta pulang ke pangkuannya setelah dia mengabarkan tentang si pengasuh baru. Lastri belum ingin kembali menginjakkan kaki ke rumah itu. Namun perubahan signifikan yang terjadi adalah Baktinus boleh datang menjenguk serta membawa Yoga bermalam di rumah bila Baktinus mau—dan bila Yoga mau. Namun ternyata perubahan yang paling signifikan terjadi bukan pada aturan baru tersebut melainkan pada tubuh istrinya. “Kamu gemukan atau apa?” kata Baktinus ketika dia dan Lastri bertatap muka untuk pertama kali setelah nyaris dua bulan lamanya berpisah.
“Aku tidak gemukan. Aku sedang hamil.”
Baktinus yakin istrinya bercanda. Tapi jika Lastri mengaku bahwa ia hamil anak sapi maka Baktinus percaya. Meskipun begitu, kemungkinan hamil anak sapi tak membuat Baktinus lantas tak kehilangan kata-kata. “Las,” dia berkata, akhirnya. “kamu bercanda kan?”
“Tidak.”
“Kita tidak bertemu selama dua bulan.”
“Tepatnya satu bulan tiga minggu.”
“Jadi bagaimana kamu bisa hamil?”
“Dibuahi.”
“Lastri!”
“Aku capek. Dan lapar. Tolong bawa Yoga jika kamu memang sekangen itu sama dia.”
Baktinus bersikeras dia tak akan membawa Yoga bersamanya sampai Lastri mengaku siapa ayah dari janinnya. Jika Baktinus menolak membawa Yoga, tidak apa-apa, Yoga bisa diasuh kembali oleh nenek Tabahari. Baktinus ingin bersujud memohon istrinya memberitahu siapa ayah dari janin yang tengah dikandung Lastri. Namun itu bukan informasi yang mesti diminta dengan cara bersujud; Baktinus menyadari hal itu meskipun pikirannya tengah kalut. Dia menahan lengan istrinya, mencegah Lasti menghindar ke kamar sebelum membocorkan fakta menyakitkan yang mungkin sebaiknya tak perlu dia ketahui tapi alangkah baiknya jika dia ketahui.