La Taghdab Wa Lakal Jannah
“La taghdab wa lakal jannah.” pesanku untuk Anne. Kami memanggilnya dengan sapaan Ann. Seorang siswi paling imut, memiliki sifat agak sedikit sensitif alias suka ngambek.
Terlebih dia anak perempuan satu-satunya yang harus memahami tiga jagoan di kelas. Begitupula memahami aku, gurunya yang sedang mengajarkan ia perihal peraturan.
Ann jika sudah mengambek, maka dia akan bersembunyi diantara tiang-tiang sekolah kayu. Sambil sedikit memanyunkan bibir mungilnya. Aku yang melihatnya malah ingin tertawa geli, karena menurutku marahnya seorang anak seperti Anne adalah hal lucu yang membahagiakan.
Tetapi ketika marahnya berulang, aku pun mulai sedikit kesal. Ketika Anne sedang tidak mau mengikuti kegiatan berkebun. Entah apa yang membuatnya mengambek saat itu.
“Ayolah Anne kita berkebun!” Aku mengajaknya sekali lagi.
Kami memiliki kesepakatan, jika ada diantara kami yang sedang tidak mau mengikuti kegiatan, maka konsekuensinya adalah kami akan mempersilahkan untuk tinggal di kelas agar aman.
“Ann, kalau begitu aku dan teman-teman akan tetap berkebun ya. Jika Anne ingin menyusul, silahkan panggil aku.” aku tetap izin kepada Anne.
Waktu itu aku belum mau menyelesaikan persoalan Anne yang sedang ngambek. Aku pun tetap melanjutkan kegiatan berkebun bersama Mario, Bagus dan Farrel. Aku memberi Anne ruang untuk menenangkan diri.